Friday, December 30, 2011

HUJAN HARI INI

image taken from here

Hari ini, langit menuangkan kembali memori yang sudah sejak lama saya abaikan. Sepenggal memori seperti kabut pagi, yang meriap-riap tipis mengaburkan cahaya. Hujan hari ini hadir begitu manis, semanis tetesan madu yang tak sengaja tertinggal dalam sebuah botol kaca.

Hujan hari ini menjadi penanda patahnya hati saya. Saya tak tahu hujan mana yang lebih berdentum. Yang saya tahu, hati saya telah tenggelam dalam genangan hujan di balik jendela. Dan tadi ada bias yang bergantungan di jemuran, tampaknya tengah menanti matahari yang memerah malu-malu, bersiap kembali dikalahkan malam.

Hujan hari ini begitu membiru, sebanding dengan mengabunya hati saya. Sejak kapan lalu saya telah terbiasa mendengarkan hujan yang tak lagi merintik. Dan saya masih enggan beranjak dari posisi bersedekap, tenggelam memeluk lutut. Jendela saya berwarna buram sudah, mengaburkan bayangan setiap tetes yang tercurah dari balik genting. Namun saya masih dapat merasakan dinginnya sapaan hujan yang meresap melalui memori, sebuah jejak penanda masa lalu.

Nyanyian hujan hari ini begitu merdu, dan saya terbius dengan mistisnya tarian hujan yang menyerbu bumi. Baru kali ini saya rasakan bisikan hujan yang mendayu. Saya, entah kapan mulanya, mulai menyengajakan mimpi tanpa memori. Biarlah memori itu terhanyut bersama riap-riap yang mengalir menuju laut, menyatu bersama buih-buih garam. Dan sejak itu saya mulai melupakan lupa.

Hujan hari ini menjadi saksi betapa suatu hal absurd bernama cinta telah mewariskan kegilaan pekat. Jatuh cinta kepadamu sama seperti memakan gula-gula, menumpuk rasa manis yang bila terlalu berlebihan akan menimbulkan sensasi mual yang menyenangkan. Tetapi saya lupa, bahwa cinta sama dengan gula-gula yang dapat menyisakan setitik lubang di dinding gigi. Ah, tapi buat apalah saya peduli. Pada guntur yang membentak pun saya balik menantang, tak lagi menyembunyikan muka di balik bantal.

Saya jatuh cinta pada caramu memanusiakan saya. Kamu yang menahan kaki saya untuk tetap menjejak ke tanah, dan memandang saya sebagai realitas nyata di balik jiwa semu saya. Saya yang begitu ingin terbang, tanpa menyadari bahwa sayap saya tak pernah tumbuh sempurna. Kalau begitu saya berenang saja. Merenangi lautan emosi yang menjadi jarak keberadaan kita. Hey, kita? Maksud saya antara saya dan hati milikmu. Namun, seberapa jauhkah saya harus berenang? Tolong beritahu saya, karena saya tak sanggup menembus batas.

Cinta memang selalu tak dapat diterka, datang sembarangan dan seringkali pergi tanpa pamit. Bahkan cinta bisa lebih kurang ajar ketika jatuh pada orang yang tak pernah dengan sengaja diprasangkai. Ya, itulah cinta, yang tak pernah mengenal batas-batas kewajaran. Memang, langit selalu tampak lebih menarik dari bumi. Tetapi cintalah yang memetamorfosiskan kelabu menjadi sebentuk hujan yang menghujam tanah. Kelabu tak pernah betah berlama-lama bercengkrama dengan langit.

Karena kelabu selalu rindu dengan bumi . . .

Thursday, December 29, 2011

MUNGKIN KARENA SAYA ANEH

Kemarin saat saya sedang berkumpul dengan teman saya, dia sempat bertanya, "Na, kok kamu kaku banget. Tumben diam terus, biasanya ngomong."
Kenapa? Karena saya sedang berada di luar zona nyaman saya. Ketika saya tidak berada di zona nyaman saya, saya sering menjadi orang yang begitu diam, tenggelam pada keramaian dalam pikiran saya. Tetapi bila saya sudah memasuki zona nyaman saya, maka saya dapat menjadi orang yang tak bisa diam dan senang untuk berbicara, bercerita. Saya aneh ya? Saking anehnya, ada satu teman saya yang sering tertawa bila melihat tingkah saya. Katanya, saya seperti anak kecil.

Saya sering ketawa-ketawa sendiri, nyengir lebar hingga membuat orang lain merasa aneh. Bukan berarti saya gila, tetapi bagi saya banyak hal di dunia ini yang bisa ditertawakan dan dianggap lucu. Terkadang saya tak mampu mengontrol emosi euforia saya. Saat saya sedang senang, saya bahkan sering berjalan cepat seperti melompat-lompat. Tidak lupa juga saya akan pamer gigi ke semua orang, walaupun orang tersebut tidak ada hubungannya dengan kesenangan saya itu. Dan dengarlah intonasi suara saya yang meninggi saking semangatnya.

Bahkan terkadang saya malah nyengir lebar dan ketawa tak jelas saat mendengar sebuah kabar duka. Bukan kesedihan yang menghampiri saya, tetapi euforia itu. Saya yang bisa begitu mudah menertawakan kesedihan, seolah itu hanyalah sebuah lelucon di siang hari. Dan terkadang saya bisa bersikap begitu sinis sekaligus manis. Jangan tanya saya mengapa, karena saya pun tak mengerti.

Lucu ya, atau mungkin bisa dibilang ironis. Saya sendiri terkadang tidak mengerti dengan jalan pikiran saya. Sering sekali pikiran saya dipenuhi oleh gagasan-gagasan aneh dan begitu kompleks. Bahkan terkadang kehidupan imajinasi saya masih lebih ramai dari pada kehidupan nyata saya. Entah mengapa, di sana saya bisa merasa bebas.

Ya, bebas. Bebas untuk terbang tanpa harus merasakan rasa sakit karena terjatuh. Karena di dunia nyata saya tak pernah bebas, bahkan untuk menjadi diri sendiri.

Ada orang yang memarahi saya karena saya (mungkin) berbeda. Saya tak tahu maksud berbeda menurut dia bagaimana, yang saya tahu, saya akan menjauhi segala hal yang menurut saya tidak benar. Kata orang, jangan jadi orang muna dengan berlagak sok suci. Tetapi menurut saya, muna itu bila seseorang membohongi diri sendiri. Sudah cukup saya dibohongi oleh orang lain, dan saya tidak suka bila beban saya ditambah dengan kebohongan pada diri sendiri.

Saya aneh ya? Tetapi saya bangga untuk menjadi orang aneh dan berbeda.

Ah, sulit sekali untuk merangkaikan kalimat-kalimat ini. Saya bukan penulis yang baik, yang pandai merangkai kalimat-kalimat manis. Saya juga bukan tukang cerita yang baik. Saya hanya ingin berbagi, mengenai semua perasaan saya dan keributan di pikiran saya, agar saya bisa kembali tidur nyenyak, tanpa beban.

Mungkin bagi mereka saya membosankan, karena dunia saya berbeda. Saya yang begitu mencintai buku dan tak suka diam di suatu tempat. Saya suka pergi ke tempat-tempat baru, bahkan terkadang saya bisa nekat. Saya yang cenderung melawan arus, bukan karena tidak suka, tetapi lebih kepada ketidaksukaan saya untuk menjadi sama. Atau mungkin dari sudut pandang saya, yang sering melihat segala sesuatu dari isi, bukan bentuk.

Saya yang terkadang tidak peduli atau terlalu peduli, hingga membuat orang lain kesal. Saya akui memang saya terkadang berlebihan. Saya hanya tidak tahu, kadar mana yang pas bagi tiap-tiap orang. Bukankah setiap orang memiliki racikan kopi sendiri yang bisa diterima di lidah masing-masing.

Ya, saya akui saya memang aneh.

Wednesday, December 28, 2011

RINAI

image taken from here

Aku:

Kau lihat, telah terbingkis rindu dalam setiap rinai yang menjemput tanah. Sebingkis rindu yang dengan sengaja telah kubisikkan pada setiap bening rintik dini hari.

Kamu:

(Terdiam, menengadahkan tangan pada tetesan hujan yang bergulir dari atap)

Aku tak ingin berbagi rindu itu pada siapapun, bahkan pada tanah yang bersiap menyambut rinai . . .


SAYA DAN ORGANISASI

Kemarin-kemarin saya agak tersentak ketika membaca salah satu tulisan teman saya di sini. Tulisan itu berisi mengenai dualisme seorang mahasiswa dalam berorganisasi. Mengapa tulisan ini bisa menyentak batin saya? Karena jangankan 2, sekarang saya mengikuti 3 organisasi sekaligus, bahkan 4 jika sebuah grup diskusi juga ikut dihitung.

Saya sibuk ya? Ah, tidak juga. Sebenarnya saya hanya mencoba untuk menyibukkan diri ke dalam hal-hal positif. Mengikuti banyak organisasi masih lebih baik kan dari pada kebanyakan bengong di kamar sambil nonton TV. Lagi pula saya merasakan banyak manfaat dengan mengikuti berbagai aktivitas di luar aktivitas perkuliahan. Saya jadi tidak terlalu anti sosial, karena pada dasarnya saya termasuk orang yang pendiam, dan mungkin agak cenderung introvert. Dan jujur saja, saya lebih menikmati kehidupan saya dalam organisasi dan kegiatan di luar perkuliahan. Bahkan terkadang saya lebih suka berkumpul dengan orang-orang organisasi. Bukannya saya pilih-pilih teman atau bagaimana, tetapi setiap orang secara alami pasti akan mencari tempat yang membuat dirinya nyaman, dimana dia berada dalam satu komunitas dengan minat yang sama.

Saya suka organisasi, tetapi saya tidak suka politik. Terkadang saya lebih suka menjadi pihak oposisi, atau istilah lainnya tukang mengkritik. Ok, ini memang salah satu bad habit saya. Terkadang saya bisa mengatakan hal yang saya tidak suka atau saya anggap tidak benar dengan terlalu jujur dan blak-blakan. Tetapi sekarang kebiasaan itu sudah jauh berkurang. Saya lebih suka memendam rasa ketidaksukaan saya di dalam hati. Toh kritikan saya juga terkadang tidak terlalu berpengaruh, useless.

Ok, back to topic. Dari tadi saya hanya ngalor-ngidul tidak jelas. Saya sedang ingin menulis, tetapi saya tidak tahu mau menulis apa. Kehabisan ide memang sudah menjadi penyakit bagi saya.

Seperti yang tadi telah saya sebutkan, saya mengikuti 3 organisasi. Semenjak dulu saya sudah jatuh cinta dengan dunia teater, maka saya pun mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Teater Diponegoro (Dipo). Saya juga suka dunia kepenulisan dan jurnalistik, maka saya bergabung dalam LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Hayamwuruk (Hawe). Selain itu, saya juga mengikuti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sejarah di kampus saya. Oia, saya juga masih sempat mengikuti salah satu grup yang bernama Riset Club.

Capekkah saya? Itu pasti. Bahkan terkadang saya keteteran untuk tetap aktif dalam semua organisasi yang saya ikuti. Ini semacam pengakuan dosa juga. Jujur saja, bila dilihat dari tingkat keaktifan, saya lebih aktif di Hawe dan Dipo. Mengapa? Karena saya merasa nyaman, dan saya merasa bahwa kedua organisasi ini sudah menjadi dunia saya. Selain itu, saya merasa lebih dihargai, hal inilah yang kemudian membuat saya nyaman.

Saya sudah terlalu lelah disalahkan dan tidak dihargai. Saya lelah terjebak dalam situasi seperti itu. Maka tidak salah kan bila saya secara alamiah mencari tempat yang bisa membuat saya lebih nyaman. Walaupun dualisme itu tidak bagus, tetapi saya tidak mungkin melepas dua hal yang telah tergabung dalam dunia saya, dunia teater dan kepenulisan. Selain itu, ada satu hal yang saya pegang teguh. Bila untuk tanggung jawab kecil saja saya tidak bisa, apalagi untuk tanggung jawab yang lebih besar. Maka saya pun mencoba untuk konsisten dengan apa yang telah saya pilih. Dan saya siap dengan konsekuensinya bila ternyata saya tidak mampu untuk tetap konsisten.

Monday, December 26, 2011

CANON - CHOPSTICK

Minggu-minggu ini saya sedang memasuki minggu (tak) tenang. Minggu depan saya akan memasuki masa ujian akhir semester. Saya (tidak) menikmati liburan saya di kosan, dengan setumpuk tugas yang menghalangi saya untuk pulang. Padahal saya sedang kangen-kangennya dengan rumah, dengan ibu, bapak, dan juga adik-adik saya. Saya juga kangen dengan teman-teman lama saya. Yah, inilah nasib mahasiswa rantau yang tidak bisa pulang . . :(

Sudah beberapa hari ini saya bebas bernyanyi-nyanyi keras di kosan, tidak peduli bila ada orang yang merasa terganggu. Lha, kosan saya sedang sepi-sepinya, hampir semua penghuninya mudik. Kalau sedang sendirian seperti ini, saya suka sekali bernyanyi lepas sambil main musik. Sayang, di sini saya tidak punya satu pun alat musik. Sepertinya sudah hampir dua tahun saya tidak main piano lagi. Jangan-jangan jari saya sekarang sudah kaku.

Saya kangen dengan Canon in D-nya Pachelbel. Bahkan saya juga kangen dengan irama Chopstick Waltz, simpel, tetapi mampu membuat tangan saya menari-nari di tuts piano. Dulu ibu saya paling suka kalau melihat saya main piano. Padahal saya mainnya juga ngasal. Saya masih amatiran, belajarnya saja kebanyakan otodidak. Apalagi sekarang sudah lama saya tidak main lagi, pasti saya sudah tidak bisa main piano dengan lancar . . -____-"

Ah, saya benar-benar kangen main piano *guling-guling di kasur . .

Akhirnya untuk mengobati kangen saya, saya iseng melihat-lihat video di KamuTabung. Dan saya menemukan video ini.



Ini Chopstick Waltz. Saya suka video ini, unik. Bahkan saya tidak pernah kepikiran untuk memainkan Chopstick dengan chopstick (sumpit) beneran. Oia, lagu Chopstick Waltz yang saya mainkan jauh lebih sederhana dari video ini. Lagu ini bisa dibilang lagu pertama yang saya kuasai secara otodidak.



Dan ini Canon in D. Canon versi video ini mirip dengan Canon yang biasa saya mainkan. Tetapi saya lebih suka memainkannya dengan tempo yang lebih cepat. Dan ternyata saya masih kalah dengan anak kecil di video itu. Seumuran itu jangankan bisa main piano, alatnya saja saya tidak punya.

Saya suka musik klasik, walaupun saya payah kalau disuruh main piano. Tetapi saya kangen, untuk melarikan perasaan saya melalui tuts dan partitur . . .

Thursday, December 22, 2011

UNTUKMU, BU

Siapa orang paling kau rindukan di dunia ini?
Ibu . . .

Bu, aku rindu, terhadap segala kata yang kau rangkaikan setiap malam untukku. Bu, jarak akan membuat bunga yang ingin kuberikan layu, dan aku takut wanginya pun akan berubah busuk. Maka di sini aku berikan hatiku padamu bu, sudah sampaikah?

Bu, jangan mencuci hati dengan air matamu lagi ya, karena aku tak rela, melihat kau menderita dengan linangan di ujung matamu . . .


Bu, terimakasih atas setiap belaian selamat malam itu. Tandanya masih membekas bu . . .


Selamat hari Ibu untukmu, Bu . . .

Wednesday, December 21, 2011

TENTANG KOMENTAR

Saya sedang ingin memberikan komentar (atau tepatnya memberikan penjelasan) terhadap komen beberapa orang yang (mungkin) agak tersindir atau tidak suka dengan tulisan saya yang berjudul BBB. Tulisan ini berisi komentar saya mengenai trend Blacberry dan behel. Di tulisan tersebut saya mengungkapkan bahwa saya agak tidak suka dengan orang yang terpengaruh oleh trend BBB.

Pada awalnya saya membuat blog ini hanya untuk konsumsi pribadi, yang isinya adalah curahan hati dan keseharian saya, beserta seluruh opini yang berkecamuk di kepala saya. Saya tidak terlalu peduli bila ada beberapa orang yang kebetulan mampir ke blog ini dan membaca isinya. Setiap orang punya pendapat bukan? Dan saya kira tidak apa-apa saya menuliskan opini saya selama saya tidak teran-terangan menjatuhkan satu pihak. Tetapi ternyata ada juga beberapa orang termasuk teman-teman saya yang berkeberatan dengan isi tulisan saya.

Ok, di sini saya bukan mau membela diri. Saya hanya ingin menjelaskan, bahwa dalam tulisan BBB itu saya tidak bertujuan untuk menjelek-jelekan satu pihak, terutama para user BBB. Saya hanya mengomentari tingkah laku beberapa orang, yang menurut saya agak berlebihan. Saya hanya bingung dengan orang-orang yang mau melakukan apa saja demi trend. Apakah hedonisme sudah menjadi budaya di Indonesia?

Mungkin salah saya juga. Ini internet, di mana setiap orang bisa mengaksesnya. Ah, sekali lagi saya merasa terkekang untuk menyuarakan pendapat saya. Walaupun begitu, maafkan saya ya bila ada perkataan saya yang salah dan tidak sengaja menyinggung.


P.S. Sebetulnya saya ingin berteriak, ini blog saya, terserah saya mau menulis apa. Tetapi tidak baik juga kan bila saya menambah musuh hanya karena hal seperti ini.

Sunday, December 18, 2011

PERBATASAN

Saya masih berdiri di batas senja, memarahi langit yang menelan sang jingga. Mengulang kembali kesia-siaan itu. Ah, bukankah itu tak perlu untuk melawan takdir. Maka biarkanlah langit, tanah, dan lautan berseru, di antara tangis yang tergugu, di sela-sela doa yang terabaikan.

Maka saya terdiam disini. Terdampar, dan masih mencoba mengetuk pintu kebebasan. Berharap ia dapat membuka sedikit, memberikan celah untuk masuk, menyelinap.

Bukankah itu menyenangkan, untuk terbang mengepakkan sayap. Ya, sayap pemberianmu sayang. Sayap dengan rangka yang teramat rapuh. Namun kau telah mengikatnya cukup kuat, hingga mampu mengangkat seluruh beban yang ikut saya bawa. Kau memberi saya kesempatan untuk melempar jauh kerikil-kerikil itu, ke jalan tak berujung di luar jendela kotak.

Dan kini saatnya bulan tenggelam, bersembunyi di balik punggung malam. Adakah lagi yang kau sesalkan? Selain cahaya yang semakin meredup, tak lagi menyilaukan. Kau takut akan kungkungan gelap, sementara nyala itu pelan-pelan menghilang dari bola matamu.

Doa-doa memanjat, mendesak keluar dari atap pembebasanmu. Tenang saja, saya masih berdiri di perbatasan, menunggu pagi yang membebaskan terang.

Thursday, December 15, 2011

BERANJAK

Image taken from random googling

Itu hanyalah masalah waktu, tentang bagaimana detik-detik itu berlarian. Bukan masalah umur yang membawa perubahan, tetapi itu hanyalah kita, tentang seberapa siap kita untuk menyambut waktu, berdamai dengannya.
Kemarin saya bertemu kembali dengan 14 Desember ke-20 dalam hidup saya. Sekali lagi waktu mengalahkan saya, dan saya belum berbuat apa-apa. Masih banyak hal yang tak sengaja saya lewati, bahkan banyak moment-moment kecil yang saya sesali karena saya tak sempat untuk mengalaminya. Bahkan lebih banyak hal yang saya sesali, karena apa yang saya lakukan masih bisa terhitung dengan mudah.

Perubahan umur itu bukan hanya masalah tentang tubuh yang semakin menua. Tetapi semoga saja perjumpaan saya kembali dengan 14 Desember ini memberikan perubahan, sebagai penjejak awal dari segala kebaikan.
Ah, saya sudah punya embel-embel puluhan sekarang, nggak ada lagi si belas-belas itu. Saya semakin beranjak tua, tetapi apakah saya semakin dewasa?
Padahal saya masih pingin seperti anak kecil itu, yang masih bebas berlari-larian, berceloteh riang sambil bermain bola atau layangan di sore hari. Saya masih kepingin memiliki kepolosan anak kecil . . .
Hari kemarin, saya menyadari, bahwa hidup hanya sesederhana itu. Kehidupan, kebahagiaan itu berasal dari hati. Satu doa saya di pengulangan hari itu, seberat apapun hidup, sesulit apapun langkah saya, atau seberat apapun beban saya, semoga hidup saya selalu dilimpahi senyuman. Senyuman tulus penerimaan, karena hidup bukan hanya tentang meminta, tetapi menerima.

Saturday, December 10, 2011

GEMPA LITERASI

Saya kemarin menghadiri acara di aula Suara Merdeka (Jl. Kaligawe Semarang). Acara ini semacam workshop kepenulisan bersama Gol A Gong yang bertajuk "Gempa Literasi". Gempa Literasi di sini maksudnya adalah menghancurkan kebodohan, terutama lewat membaca dan menulis.

Sebenarnya Jum'at kemarin Gol A Gong sudah menyambangi kampus saya (FIB Undip) dalam acara yang diselenggarakan atas kerja sama antara KMSI (Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia) dan Teater Emka. Awalnya saya tidak tahu bahwa ada Gol A Gong di lantai 1 kampus. Begitu tahu, saya langsung pingin ikut lihat. Padahal waktu itu saya sedang berada di lantai 3 dan sedang menunggu narasumber untuk diwawancara. Jadinya saya nontonnya bolong-bolong.

Gol A Gong sempat bercerita mengenai masa lalunya. Ia mulai menulis sejak umur 12 tahun, di tengah segala keterbatasannya. Perlu diketahui, tangan kiri Gol A Gong sudah cacat sejak kecil. Namun semangatnya untuk membaca dan menulis semakin tumbuh, tatkala Ayahnya berkata, "Ini buku, bacalah! Maka kamu akan lupa bahwa kamu cacat".

"Buku itu wanita (oke, dalam kasus ini kata wanita perlu diubah menjadi pria, karena saya perempuan), maka nikahilah buku . . ." Kata Gol A Gong.
"Buku itu tanda, maka kenali maknanya . . ." Kata Dayat, salah seorang teman saya. Oia, Dayat ini berhasil mendapatkan sebuah buku Gol A Gong yang berjudul Menggenggam Dunia lewat kata-kata itu. Ternyata sebuah kalimat pun bisa sangat berharga ya.

Saya jadi teringat dengan masa kecil saya. Dulu, saya sudah bercita-cita untuk kuliah di jurusan sastra Indonesia, walaupun keinginan itu sempat ditentang orang tua saya. Saya sempat memiliki mimpi-mimpi tentang dunia sastra, seperti menjadi penulis dan bermain teater. Bacaan saya semenjak SD adalah buku-buku terbitan Balai Pustaka, seperti Salah Asuhan, dll (Saya lupa judul-judulnya). Bahkan majalah Horison pun sudah saya lahap, walaupun pada masa itu saya tidak terlalu mengerti karena diksinya yang terlalu nyastra.

Sering saya berpikir kalau saya salah jurusan. Saya tidak pernah menyesal masuk jurusan Sejarah, hanya saja saya memiliki minat yang sangat besar untuk mempelajari sastra. Jujur saja, terkadang saya iri pada teman-teman saya yang berasal dari jurusan Sastra Indonesia. Di jurusan saya sendiri, tidak banyak orang yang nyambung dengan saya. Tetapi begitu saya main dengan teman-teman dari Sastra Indonesia, saya seperti menemukan potongan diri saya yang sempat hilang.

Friday, December 9, 2011

PERMEN KAPAS

image was taken from here
Sekali lagi aku terkenang dengan moment itu, saat berjalan di sore hari, menyapukan tangan pada hamparan ilalang. Dan kau datang dengan kesan yang begitu manis, semanis permen kapas. Kau tahu, dari dulu aku suka permen kapas, tentang bagaimana mereka bisa begitu manis dan lembut. Manis yang begitu menggigit, dan aku tak pernah peduli. Kau bilang gigiku bisa bolong-bolong. Tak apalah. Rasa suka ini masih lebih besar dibandingkan dengan rasa takut nanti akan sakit gigi.

Tetapi kau tahu, aku tak peduli dengan permen kapas itu kala aku melihat senyummu. Ternyata melihatmu tersenyum memberikan sensasi yang lebih menyenangkan dari sekadar menikmati permen kapas di sore hari. Kau bilang kau tidak mau membawakanku permen kapas. Tetapi aku tidak peduli. Melihatmu tersenyum sudah cukup membuatku sakit gigi.

Kau bilang kau akan sering-sering mengajakku ke pasar malam, melihat kerlap-kerlip lampu di setiap wahana yang ingin aku naiki. Kau senang melihatku kegirangan saat aku terpana melihat penjual permen kapas ada di mana-mana. Tetapi itu tidak perlu, bercakap-cakap denganmu sudah cukup membuat pikiranku berseru-seru ramai, lebih ramai dari keramaian celoteh anak kecil di pasar malam.

Dan permen kapas itu, apakah kau ingat? Satu-satunya permen kapas besar yang kau belikan untukku. Kau tahu, aku menyimpan permen kapas itu begitu lama, karena aku tak sanggup memakannya. Bukan karena aku takut sakit gigi. Aku hanya tidak mau kenangan itu hilang bersama setiap sapuan rasa manis yang mencair di mulut.

Tetapi kau ternyata sama saja dengan permen kapas itu, begitu cepat menghilang dengan menyisakan sedikit cecapan rasa manis.

Saya menemukan tulisan ini di diary lama saya. Tiba-tiba saya teringat dengan sepotong kecil kenangan itu, saat kemarin di sore hari saya kembali menikmati permen kapas. Permen kapas pertama yang saya makan setelah kenangan itu. Ternyata rasanya masih sama. Manis dan lembut, dan saya masih suka.

Thursday, December 8, 2011

YOU ARE (PRETENDING TO BE) A GOOD FRIEND

Saya punya banyak teman. Ya, tidak sebanyak itu juga. Saya bukan orang yang populer-populer amat. Teman saya di kota baru ini hanya berada di seputaran teman kuliah dan organisasi. Selebihnya hanya teman kos dan teman-teman lainnya yang terkadang menjadi tong sampah tempat saya meluapkan emosi. Mungkin ada sedikit juga teman-teman lain, yang terkadang hanya bertemu dan menukar sapaan saja.

Di antara sejumlah teman-teman itu tentu saya banyak memiliki teman perempuan. Sebenarnya saya susah untuk dekat dengan seseorang. Akrab mungkin bisa, tetapi tetap saja hati saya tidak bisa menjadi dekat. Saya agak kurang suka dengan istilah "sahabat". Menurut saya, tidak ada orang yang rela berteman tanpa timbal balik. Ketulusan di zaman sekarang sudah menjadi hal yang terlalu mahal dan hampir tak terbeli.

Saya susah dekat dengan seseorang, bukannya tanpa alasan. Orang-orang yang saya temui hingga kini kebanyakan berteman hanya sebatas kenal dan ngobrol sana-sini. Bahkan banyak juga yang berpura-pura berteman. Saya sendiri bingung dengan konteks kata pertemanan. Apakah bisa seseorang dibilang teman, bila di depan dia (sok) perhatian, tetapi di belakang ternyata dia banyak membicarakan. Bahkan ada juga teman yang menghubungi hanya saat dia membutuhkan. Jadi teman itu apa? Seseorang yang bisa dimanfaatkan?

Rata-rata teman saya suka bergosip. Tidak hanya yang perempuan, bahkan yang laki-laki pun malah lebih sering membicarakan orang. Saya terkadang jengah, sehingga hanya berhati-hati mendengarkan dan tidak mau ikut-ikutan. Saya sendiri pun merasakan, apa yang saya kerjakan sering menjadi topik pembicaraan teman-teman saya itu.

Saya bukannya orang yang anti sosial. Saya juga tidak mau sok suci dengan mengaku tidak pernah membicarakan orang. Tetapi setidaknya saya berusaha untuk tidak bergosip dan membicarakan urusan-urusan orang lain yang tidak penting. Bagi saya, teman itu haruslah saling menjaga, bukan saling menjatuhkan. Saya pun kali ini memilih untuk diam, dan berusaha menjadi seorang teman yang bisa menjaga rahasia orang lain.

Salah satu teman saya pernah bilang, kita ini makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang lain. Tetapi terkadang saya merasa lelah bila harus terus-terusan menjadi boneka. Lelah rasanya bila harus terus mendengarkan apa kata orang lain, dimana diri kita harus menjadi baik di mata orang lain, sedangkan di dalam diri sendiri berkecamuk banyak penolakkan. Saya seperti sulit untuk menjadi diri sendiri.

Wednesday, December 7, 2011

ERROR

Hari ini sebenarnya saya kenapa? Seharian berjalan dengan tatapan kosong. Apa ini karena pengaruh mata? Kaca mata saya memang sedang patah, sehingga saya terpaksa memakai contact lens berhari-hari. Lebih parahnya, mata saya yang kanan iritasi, dan selama berhari-hari perihnya masih terasa. Bahkan terkadang saya harus terus menutup mata saya karena tidak tahan. Padahal merah-merahnya sudah hilang. Alhasil selama berhari-hari saya terpaksa memakai contact lens hanya untuk mata kiri saya.

Saya sudah berniat untuk membetulkan kaca mata saya, tetapi ada saja halangannya. Saya masih belum sempat. Lagi pula sepertinya kaca mata saya memang sudah harus pensiun. Umurnya sudah dua setengah tahun. Tetapi saya sedang tidak punya uang, sedangkan untuk meminta ke orang tua rasanya segan. Soalnya rumah saya sedang di renovasi dan pasti membutuhkan dana ekstra.

Saya sekarang masih kaget. Setengah jam yang lalu motor saya ditabrak oleh mobil di belokan yang menuju kampus jurusan saya. Motor saya kena, di bagian knalpot. Sedih rasanya. Saya mau marah pun tidak bisa, saya terlalu kaget, sementara pikiran saya malah nge-blank. Setelah ditabrak saya hanya terdiam lama, dan kemudian buru-buru memasuki parkiran fakultas saya. Saya bahkan tidak mempedulikan orang-orang yang berkerumun dan orang yang menabrak saya. Saya baru bisa berpikir ketika saya sudah di parkiran. Ketika saya cek keadaan motor saya, ternyata penutup knalpotnya hancur . . . :(

Lemas sekali rasanya. Sampai-sampai saya tidak bisa berjalan tegak, terlalu limbung. Apalagi setelah saya ingat, mobil yang menabrak saya mirip dengan mobil dosen saya. Tetapi supirnya mas-mas, masih muda. Saya jadi khawatir. Mungkin itu salah satu alasan saya terdiam lama. Saya tidak ingin ada masalah, dan saya tidak suka menjadi pusat perhatian.

Sebenarnya ada apa dengan saya. Sepertinya ini bukan hanya masalah mata saja. Terlalu aneh bila hanya karena mata, pikiran saya bisa error selama berhari-hari. Mungkin saya harus beristirahat dulu, menenangkan diri dan mendinginkan pikiran.

Thursday, December 1, 2011

Wednesday, November 30, 2011

SKYSCRAPER



Skies are crying, I am watching
Catching tear drops in my hands
Only silence, as it's ending
Like we never had a chance

Do you have to make me feel like
So there's nothing left of me?

You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper
Like a skyscraper

As the smoke clears, I awaken
And untangle you from me
Would it make you, feel better
To watch me while I bleed?

All my windows still are broken
But I'm standing on my feet

You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper
Like a skyscraper

Go run, run, run
I'm gonna stay right here, watch you disappear
Go run, run, run
Yeah, it's a long way down
But I am closer to the clouds up here

You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper
Like a skyscraper


Seberapapun beratnya hidup, sejatuh apapun saya, walaupun tekanan itu menghimpit, saya tidak akan menyerah, karena saya yakin saya bisa. Walau begitu kuatnya tekanan yang kalian berikan untuk menjatuhkan saya, saya akan berusaha untuk tetap bertahan, dan tidak berusaha untuk lari lagi.

Terima kasih atas semua tekanan yang telah kalian berikan, karena walaupun berat, tetapi itu semua telah membantu saya untuk menjadi semakin dewasa. Terima kasih juga atas hari-hari berat itu, saat-saat dimana saya merasa benar-benar sendirian. Terima kasih karena telah menjadikan saya lebih kuat.

Saya ingin melesat lebih jauh, meninggalkan kalian yang terlalu sibuk menghalangi dan menjadi beban orang lain. Terima kasih ya, untuk mengajari saya arti hidup yang sebenarnya . . .
Terima kasih Tuhan, karena sepagi ini Kau telah menyapa dengan segelas hangat air mata . . .

Monday, November 28, 2011

TINGGALKAN


Tinggalkan semuanya, dan bangkit, mudah kan? Setidaknya itu lebih mudah daripada murung tidak jelas di siang bolong. Saya tidak ingin hidup dengan jiwa yang setengah hidup. Mengapa saya tidak memilih untuk hidup? Melupakan seluruh masalah, tidak lagi memikirkan kesedihan (atau kesialan) lagi. Melihat masalah dari sudut pandang berbeda, dan menjadikannya sebagai lelucon yang mudah ditertawakan.

Mengapa saya harus mengharapkan kehadiran orang lain, sementara orang itu belum tentu bersedia untuk memberikan tangannya untuk saya.
Kamu tinggal bangkit Na, bisa kan? Setidaknya kamu harus mencoba menghidupkan hidup . . . :)

*Sebuah postingan singkat di tengah gundukan tugas. Bahagianya masih memiliki tugas, setidaknya saya masih punya tujuan dan kesibukan :)

Sunday, November 27, 2011

BAD DAY


Saya sedang merasa jatuh. Fisik saya yang sedang lemah karena beberapa hari ini saya memang sedang sakit, hati yang masih kacau, serta pikiran saya yang buntu semakin memperburuk keadaan saya. Saya ingin beristirahat, tidur sejenak, namun tugas memaksa saya untuk terjaga. Tugas yang saya tidak tahu harus saya apakan, dan selama dua minggu ini selalu saya pikirkan, bukan dikerjakan. Padahal deadline-nya besok *murung.

Dan parahnya, hari Minggu begini saya harus ke kampus, mengikuti agenda yang katanya bisa sampai larut malam. Lalu bagaimana nasib tugas saya??? :'(

Oia, ini tanggal tua ya? Haha *ketawa suram.

Tiba-tiba saya ingin mengubah mindset saya. Saya ingin mencoba merubah diri saya ke arah yang lebih baik, menghilangkan trauma dan ketakutan saya, serta melihat seluruh masalah dari sisi yang berbeda. Saya juga ingin sekali berpikir positif, mengurangi beban dengan menerapkan asas praduga tak bersalah. Saya ingin berhenti menyalahkan orang lain. Saya tidak ingin keadaan berubah menjadi semakin buruk, tetapi itu semua ternyata susah ya.

Saya ingin bermimpi lagi, dan berjuang untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Saya sering tertegun lama ketika memandangi coretan daftar mimpi saya yang saya tempel di dinding kamar. Betapa mudahnya dulu saya bermimpi dan membayangkan kehidupan bahagia di masa depan, saat saya menggapai mimpi-mimpi itu. Tetapi, semakin saya tumbuh dewasa, ternyata saya semakin terjebak pada realita.
D, kau tahu tidak, semua semakin terasa sulit, karena saya sendirian. Saya butuh kamu sebagai penyemangat saya, karena kamulah sahabat terbaik saya, orang spesial yang pernah hadir dalam buku kehidupan saya. Saya tahu, kamu tidaklah hadir untuk menjadi bagian awal dari narasi cerita, sebuah prolog yang tak terselesaikan. Kamu itu tokoh penting D, yang mampu mempengaruhi jalan cerita hidup saya. Kehilanganmu menyisakan halaman kosong yang tak tahu harus saya apakan, sementara saya tak sanggup mengisi halaman kosong itu dengan kehadiran tokoh lain. Karena mereka bukan kamu D, yang memahami saya dengan begitu detail. Tolong berikan lagi segelas kepercayaan itu . . .
Saya ingin menghilang, setidaknya untuk hari ini saja. Saya sedang sangat ingin beristirahat . . .

Friday, November 25, 2011

TAK SERUPA EKSPEKTASI


Dulu saya kira keputusan saya untuk pindah adalah pilihan terbaik yang bisa saya ambil. Saya ingin melupakan semua, membiarkan cangkir-cangkir hati saya kosong kembali, dan menumpahkan seluruh kenangan dalam jejak masa lalu. Saya ingin bertransformasi menjadi orang baru dan memulai lagi dari titik terendah. Itu semua tidak mudah untuk membangun kembali tanpa pondasi.

Saya ingin melupakan diri saya yang dulu tak tahu apa-apa, dan dengan polosnya mencoba menatap dunia. Saya belajar dan melakukan segalanya hampir sendirian, bukan karena saya ingin, tetapi lebih karena saya terpaksa sehingga menjadi kebiasaan. Saya dulu membayangkan, dengan pindah dan mencoba mencuci hati saya, saya tidak akan sendiri lagi. Sendirian itu tidak mudah dan sangat melelahkan. Namun ternyata hidup baru ini tak serupa ekspektasi, hambar.

Dan saya lupa bahwa saya belum tentu cocok dengan orang-orang baru. Walau begitu saya ternyata bisa sedikit beradaptasi, meski terkadang saya merasa masih belum nyaman. Mungkin sekarang saya sedang memasuki titik jenuh. Saya sedang ingin pergi lagi.

Pada awalnya saya kira hidup di tempat baru akan memberikan warna lain selain hitam dan putih, warna pada masa lalu saya. Saya memang mendapat warna baru, abu-abu. Suram ya, haha *menghibur diri.

Ah, tapi tidak juga kok. Saya terkadang menemukan warna merah dan kuning yang tidak sengaja terselip. Terutama saat saya melihat ke dalam matanya. Mata sewarna malam, namun biasnya mampu memberikan warna lain. Walaupun pindah ternyata bukan jalan yang terbaik, namun ada satu sisi baiknya. Bila saya tidak pindah, saya tidak akan pernah menemukan mata sewarna malam itu.
"Cobalah berpikir positif na, di tempat baru pasti ada cerita baru kan. Adventure is out there . . ."
*Menyemangati diri

Thursday, November 24, 2011

:(



"Ayo Na, kau harus kubur semuanya"

*menggali lubang di hati . . .


HATI YANG TERBOLAK-BALIK

Mungkin saya masih terlalu banyak bermimpi ya. Saya yang begitu terpengaruh dengan dunia imaji dalam film dan buku-buku yang saya temukan. Dunia terlihat sempurna bila dilihat dari balik cermin, hingga saya lupa bahwa dunia asli tidak selalu sama dengan yang diharapkan.

Dunia yang terlalu sempurna membuat saya kesulitan untuk menjejak, terlalu terbuai dengan janji-janji kosong. Ah, baru semalam saya terbolak-balik dengan urusan cinta, sampai tadi saya diterpa kenyataan bahwa perempuan dan laki-laki tidaklah sama.

Urusan hati adalah suatu hal yang sangat sakral bagi seorang perempuan. Tetapi begitukah juga dengan laki-laki? Sementara ketika saya tadi sengaja bertanya pada seorang teman laki-laki, saya mendapat jawaban, yang jujur saja, cukup membuat saya tertegun lama.
"Laki-laki itu terkadang tidak begitu peduli dengan hati atau kebaikan yang tersimpan dalam diri seorang perempuan. Mereka lebih peduli pada faktor fisik, tentang apa yang bisa mereka lihat secara kasat mata . . . "
Benarkah begitu?

Begitu rendahnyakah perempuan di mata laki-laki, ketika penilaian hanya dijatuhkan berdasarkan faktor fisik belaka . . .

Saya jadi teringat dengan perkataan teman saya,
"Na, dari pada kamu bingung dengan masa depan, mending kita buka salon kecantikan yuk? Perempuan-perempuan di masa depan nanti pasti akan menghabiskan sebagian besar waktunya demi perawatan kecantikan. Masjid-masjid akan sepi, karena para laki-lakinya pun akan sibuk memilih-milih perempuan dengan kadar kecantikan yang tinggi."
Padahal kecantikan itu hanya sebuah topeng yang pandai menipu. Ah, ini hanya pandangan subjektif saja . . .

Wednesday, November 23, 2011

TENTANG DIA


Hi D. Entah mengapa urusan cinta itu begitu membingungkan. Dulu, saya sering mentertawakan orang yang begitu berlebihan saat bertemu dengan cinta, mentertawakan betapa cinta dapat menciptakan kekonyolan di siang bolong. Tetapi kini saya mengerti, betapa seriusnya urusan cinta itu.

Sudah beberapa bulan ini saya kebingungan D, saya seperti orang linglung yang tak tahu berekspresi. Saya lelah D, bahkan untuk tersenyum pun saya membutuhkan banyak perjuangan. Dapatkah cinta menghilangkan senyuman D? Bukankah kata orang cinta justru menghadirkan kehangatan . . .

D, saya bingung dengan rasa yang baru pertama kali saya jumpai. Kali ini serius D, sangat serius hingga bahkan mampu membolak-balik dunia saya.

Sudah beberapa minggu ini saya rutin menyibak jendelanya D. Mengendap-endap, meskipun saya tahu itu percuma karena dia tidak akan menyadari keberadaan saya. Melihatnya dari jauh memberi kekuatan tersendiri bagi saya. Namun saya tidak bisa membohongi hati saya D, saya juga ingin melihat dia lebih dekat, dalam jarak yang mungkin lebih rapat dari sekedar sepelemparan batu . . .

D, tidak apa-apa kan bila saya menambah satu lagi catatan isi hati saya. Sebetulnya saya ingin sekali bercerita langsung padamu, mungkin kapan-kapan ya. Entah mengapa saya sedang merasa ditinggalkan. Saya merasa sedang tidak punya siapa-siapa untuk berbagi cerita, atau untuk mencari jawaban atas seluruh hal absurd yang hingga kini tidak mudah saya mengerti.

Salah satu teman karib saya menyuruh saya untuk jujur padanya D. Tetapi saya terlalu takut. Saya mungkin seorang pengecut yang terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Saya tidak tahu harus bagaimana, sedangkan dalam pikiran saya telah terbangun tembok-tembok pembatas yang memilah-milah ruang urusan hati itu.

Tidak mudah untuk jujur D. Betapa sulitnya untuk menjadi diri saya sendiri saat saya menyadari kehadirannya melalui ekor mata saya. Dia serupa matahari D, dengan terik yang begitu menyilaukan sehingga mampu membuat saya terpaku padanya. Bahkan saya sampai lupa dengan kehadiran sang bayang, sebuah realitas yang telah terbiaskan oleh mimpi.

Saya tidak memiliki apa-apa untuk menarik perhatiannya D. Yang saya punya hanyalah bayangan masa lalu, yang kini hanya menyisakan trauma. Betapa kuatnya pengaruh trauma itu D, bahkan hingga kini perasaan pahit akibat rasa takut itu masih dapat tercecap . . .

Dia berbeda sekali dengan saya. Dia seperti memiliki sayap. Dan saya yang masih menjejak tanah terus mencoba berlari, takut kehilangan kelebat kepakannya. Tetapi bukankah perbedaan itu indah D? Perbedaan yang dapat saling melengkapi, saling menyempurnakan.

Haruskah saya bilang padanya D? Memuntahkan seluruh endapan rasa yang memberatkan pikiran saya. Tolong, jangan biarkan saya untuk menoleh ke belakang, ke arah jejak-jejak yang sempat kau tinggalkan. Saya takut tidak bisa kembali lagi, karena hati saya masih terpaut dengan waktu yang sudah berlari jauh denganmu.

Rasa takut itu masih belum hilang D. Dunia saya masih terjebak dalam kotak . . .

Monday, November 21, 2011

RAGU SESAAT

Kata orang jodoh itu ada di tangan Tuhan, apa kamu percaya? Takdir memang ada di tangan Tuhan. Kehidupan, kematian, bahkan hingga pasangan hidup. Terkadang saya berpikir, bila jodoh memang berada di tangan Tuhan, bagaimana dengan mereka yang menikah tanpa berlandaskan cinta? Saya semakin bingung dengan hakikat jodoh itu sendiri. Jodoh itu apakah seseorang yang akan menjadi pendamping hidup, atau seseorang yang kita pilih untuk dicintai.

Cinta dan kehidupan memang dua hal absurd yang sulit dideskripsikan ya . . .

Kata orang, cinta itu tidak bersyarat. Lalu bagaimana dengan mereka yang jatuh hati karena rupa?
"Aku mencintainya karena dia cantik dan menarik", Kata banyak orang.
Saya jadi semakin meragu, apakah masih ada cinta karena Allah. Jadi, bagaimana sebenarnya hakikat cinta itu?

Sunday, November 20, 2011

SUKUH - CETHO

Ini saya dan teman saya, di Candi Sukuh

Saya ingin bercerita mengenai perjalanan saya minggu lalu. Sebenarnya saya sering jalan-jalan, pergi ke berbagai tempat, karena salah satu hobi saya adalah traveling. Tetapi saya saja yang sering malas menulis catatan jalan-jalan saya itu. Minggu lalu saya pergi ke Karanganyar, tepatnya ke Candi Sukuh dan Cetho di kaki gunung Lawu dalam rangka Study Budaya, acara tahunan di kampus saya. Tahun lalu juga saya menjadi panitia dari Study Budaya di Dieng, Wonosobo-Banjarnegara. Tetapi kali ini saya tidak datang sebagai panitia, melainkan datang sebagai tamu senior.

Saya bersama teman-teman jurusan saya berangkat dari Semarang dengan menaiki motor. Pada awalnya, kami sepakat untuk bertemu di pom bensin depan Gedung Serba Guna Undip jam 3 sore. Tetapi ternyata, ngaret memang sudah menjadi budaya di Indonesia. Sampai jam saya menunjuk angka 4 pun masih ada saja teman saya yang belum datang.

Awalnya saya ragu untuk ikut, karena saya tidak ada teman tebengan, sementara saya hanya punya si Ujang --motor saya: Beat hitam F2257YI-- (ok, saya akui saya aneh karena saya menamai motor saya). Saya ragu untuk membawa si Ujang karena katanya, jalan ke Sukuh-Cetho itu sangat curam. Saya takut Ujang tidak kuat, sementara saya hanya seorang perempuan yang tidak terlalu mahir mengendarai motor. Namun akhirnya ada seorang teman laki-laki saya yang bisa membawa Ujang dan membonceng saya.

Kami berangkat jam setengah 4 sore. Di perjalanan, ada saja hal yang menjadi gangguan. Dari teman saya yang nyasar, hujan yang turun tiba-tiba, hingga kecelakaan yang menimpa dua orang teman saya. Alhamdulillah, teman saya tidak apa-apa. Perjalanan pun bisa dilanjutkan kembali. Rute yang kami ambil dari Semarang, Salatiga, Boyolali, Solo, dan terakhir Karanganyar. Kami tiba di Solo sekitar jam 8-9an. Kami yang kelaparan pun segera mencari tempat untuk makan. Namun lucunya, entah kami yang sedang sial atau apa, setiap tempat makan yang kami datangi sudah kehabisan makanan. Akhirnya setelah mencari lagi, kami menemukan angkringan yang masih buka. Angkringan memang sudah lama menjadi sahabat bagi para mahasiswa.

Setelah mendekati kawasan Candi Sukuh-Cetho, jalanan semakin sepi dan gelap. Tiba-tiba saja jalanan mendaki tinggi. Kami yang tidak tahu dan tidak siap pun kaget dan sempat panik. Saya sendiri merasa sangat takut, karena ternyata jalannya memang curam sekali, sedangkan di sisi jalan terdapat jurang gelap. Si Ujang seperti sudah merayap. Bahkan ada salah satu motor senior saya yang tidak kuat naik. Di setiap tikungan tajam saya memejamkan mata karena takut, dan mencengkram jaket teman saya kuat-kuat. Namun akhirnya, kami sampai di kompleks Candi Sukuh pada jam 11 malam.

Keesokan harinya saya memiliki sedikit waktu untuk berjalan-jalan sebentar di Candi Sukuh. Candi ini unik, bangunannya berbentuk seperti bangunan di Suku Maya, dan memiliki relief yang sangat jelas. Selain itu, saya sebenarnya penasaran dengan kata-kata dosen saya. Katanya, Candi Sukuh-Cetho ini vulgar. Dan ternyata benar saja, saya menemukan yoni-lingga yang persis bentuknya dengan kemaluan perempuan dan laki-laki. Saya yang melihatnya jadi jengah sendiri.

Ternyata, jalanan menuju Candi Sukuh belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Candi Cetho. Pada Sabtu siang, saya diajak oleh teman saya untuk mengunjungi kebun teh Kemuning. Saya sih oke-oke saja. Saya pun pergi dengan membawa Ujang dan membonceng salah satu teman perempuan saya. Namun ternyata, senior saya malah mengarahkan motor menuju Candi Cetho. Teman saya yang melihat saya ragu-ragu akhirnya menyuruh saya untuk dibonceng oleh teman laki-laki saya.

Tanjakan menuju Candi Cetho sangat curam, sampai-sampai salah satu motor teman saya tidak kuat. Teman saya yang diboncengnya pun terpaksa turun dan naik dengan berjalan kaki. Saya yang melihatnya geli sendiri, dan meledek teman saya yang terpaksa berjalan kaki itu. Dan ternyata saya terkena karma. Saat di tanjakan yang sangat curam, teman saya tidak sengaja mengarahkan Ujang ke suatu lubang, sehingga Ujang tidak bisa maju. Saya pun terpaksa turun dan berjalan kaki. Namun, semuanya terbayar ketika saya sampai di Candi Cetho. Akhirnya saya dan Ujang bisa juga sampai ke Cetho, hehe :D

Sebenarnya jalan menuju Candi Cetho sangat indah. Kita akan disuguhi pemandangan spektakuler berupa bukit-bukit kebun teh. Aduh, berasa pulang deh saya. Alam Indonesia memang kaya ya. Tidak rugi rasanya saya mampir ke Cetho, walaupun jalannya menakutkan, karena hanya berupa jalan kecil curam dengan banyak kelokan tajam dan bersisian dengan jurang. Tetapi jujur saja, saya malas kalo disuruh ke Cetho lagi, apalagi dengan membawa si Ujang. Ujang kan motor ompong, mana punya gigi. Lebih enak ke Sukuh-Cetho dengan membawa motor gigi, atau motor gede sekalian, jadi kan tidak usah takut motornya tidak kuat.

Perjalanan ke Sukuh-Cetho merupakan salah satu momen yang berharga buat saya. Bukan karena perjalanannya, tetapi lebih kepada kekompakan dan kebersamaan saya dengan teman-teman saya. Semoga kita akan selalu akur seperti ini ya . . .

Thanks to Fajri, yang mau membonceng saya bolak-balik Semarang-Solo dan tak lupa mengajak saya untuk berdoa bersama saat akan naik ke Sukuh-Cetho :)

Saya dan tiga teman saya di pinggir jalan perbukitan kebun teh Kemuning

INTROSPEKSI


Tidak ada manusia yang benar-benar sempurna. Tidak ada juga orang yang benar-benar disukai oleh semua orang. Ada kalanya seseorang tersebut, walau sebaik apapun dirinya, memiliki teman yang ternyata tidak tulus. Dunia ini tidak hanya berwarna putih saja. Kehidupan itu tidak seperti dunia mimpi, dengan komposisi warna yang mudah diatur.

Saya merasa ada beberapa pihak yang tidak menyukai saya. Wajar, karena saya memang tidak sempurna. Tetapi saya paling sebal jika ada seseorang yang membicarakan saya di belakang, sementara di depan saya dia tersenyum manis. Saya suka bila saya dikritik langsung, walau seburuk apapun itu, karena dengan kritik itu saya bisa introspeksi dan berubah ke arah yang lebih baik. Saya juga lebih suka diberi saran-saran membangun, bukan kata-kata penyalahan yang malah memojokkan saya.

Setidaknya dengan begitu saya merasa masih ada orang yang peduli dengan saya, memperhatikan saya, dan ingin saya berubah ke arah yang lebih baik.

Saya yang dulu berbeda dengan sekarang. Entahlah, saya tidak tahu, apakah perubahan ini baik atau buruk. Yang saya tahu, saya harus beradaptasi dengan lingkungan baru, membiasakan diri dengan norma-norma tentang baik dan buruknya. Apa yang baik di lingkungan lama, belum tentu baik di lingkungan baru. Hanya saja terkadang saya merasa terkekang. Saya pun ingin bebas menjadi diri sendiri, tetapi saya merasa terjegal.

Ah, saya tidak boleh begitu. Saya harus memperbaiki diri saya. Saya harus bisa lebih dewasa. Namun lucunya, kedewasaan di sini terkadang malah dianggap tidak bagus. Ya, bukan hanya saya saja yang berubah, setiap manusia juga berubah. Terkadang untuk menjadi berbeda itu malah tidak indah ya . . .

Saya bingung, saya harus berubah menjadi seseorang yang menurut saya lebih baik, atau seseorang yang menurut mereka lebih baik. Terkadang saya merasa sebagian dari diri saya semakin memudar.

Ah, sepertinya saya harus introspeksi diri lagi . . .

Wednesday, November 16, 2011

SURAM


Beberapa hari ini saya benar-benar sedang kalut. Kalau bahasa gaulnya sih galau. orang Jawa bilang, suwung. Entahlah, sindrom galau ini sudah meracuni otak saya, sampai saya megap-megap hanya karena urusan hati.

Saya bingung, cukup bingung untuk membuat mulut saya membisu. Saya seperti orang patah hati yang sedang sakit gigi, berjalan dengan tatapan kosong dan ingin sekali marah pada seseorang. Apakah saya masih labil? Ah, saya memang belum dewasa ya . . .

Saya (lagi-lagi) tersandung banyak masalah, baik itu urusan kuliah, organisasi, pertemanan, bahkan hingga urusan hati . . .
Karena hati tak serupa dengan kain perca, yang mudah kau robek-robek dan jahit kembali. Urusan hati tak seperti dadu, yang kau lempar-lempar dan hanya mengandalkan keberuntungan untuk menemukan nomor yang tepat . . .
Jatuh hati itu ternyata tidak menyenangkan ya, karena tidak saja dapat membuat hati terjatuh. Hidup saya pun seperti terjatuh, seperti tak ada lagi hal lain yang lebih penting dari pada urusan hati itu. Saya lelah terkurung dalam penantian tentang ketidakpastian. Saya lelah terjebak dalam imaji yang terlalu membius. Dan saya lelah untuk berharap . . .

Rasa mual akibat terlalu banyak unek-unek yang terpaksa saya telan ini hampir tidak dapat saya tahan. Saya hampir meledak kemarin, dengan mencoba mengguratkan unek-unek saya di dinding orang lain. Tetapi urusan hati itu terlalu absurd, dan setiap orang memiliki sudut pandang yang berlainan. Tidak mudah bagi saya untuk bercerita kepada orang lain, sedangkan mereka memiliki pendapat yang berbeda dan terkadang malah memojokkan saya.

Saya merasa seperti kura-kura itu, yang terjebak dalam kurungan tempurung. Saya hanya bisa merayap, sedangkan tujuan saya masih berada di seberang sana.

Saya kira saya butuh banyak obat penyemangat, yang bisa menghindarkan saya dari rasa suwung ini. Atau sedosis besar kata-kata menenangkan dari seseorang yang saya percaya. Mungkin dengan berbicara dengan kamu D, saya bisa lebih tenang . . .

Saya rindu untuk bernyanyi lagi denganmu, mengalunkan melodi yang berasal dari hati. Setidaknya denganmu saya merasa bebas, tak terbebani, tak terdikte . . .



P.S. Saya harus bagaimana D,
semua (masih) terasa salah . . .

Tuesday, November 15, 2011

KEMANA

Kemana rintik itu akan bergulir,
Di atas atap rapuh yang berderit,
atau mungkin di atas pagar-pagar berduri.
Tanah merah menguar bau keheningan
di bawah mata sewarna malam.
Kemana kau berlari
saat tersandung nisan tak bersayap
merangkak

Kemana rintik itu akan bergulir
di sela-sela kaki malam itu.
Atau mungkin rintik itu,
masih
diam
mem
basah
sunyi
di celah mata sewarna malam

LOVE


LOVE
Love is like the rain. It always has greyish cloud in the morning, turning into hard rain, and in the afternoon you'll see the amazing rainbow, as a beautiful ending.
It always hard in the beginning. It has many obstacles, and you'll have to get rid of it.
Love is the warmest thing in this world. You never be able to see it. Just feel it, with all of your heart.
Love is like the wind. If it blows too hard, it will destroys everything.
Love is always giving. Love is a miracle.
Love is YOU . . .
Hi D.

Baru kemarin kita bertemu, tetapi rasanya sudah bertahun-tahun. Kemana kamu hari ini? Saya rindu.

Saya masih mengiri pada bayangmu, yang tak pernah lepas terikat dengan langkahmu.

Thursday, November 10, 2011

BLUE SKY COLLAPSE


As I walk to the end of the line
I wonder if I should look back
To all of the things that were said and done
I think we should talk it over

Then I noticed the sign on your back
It boldly says try to walk away
I go on pretending I’ll be ok
This morning it hits me hard that

Still everyday I think about you
I know for a fact that’s not your problem
But if you change your mind you’ll find me
Hanging on to the place
Where the big blue sky collapse

As I stare at the wall in this room
The cracks they resemble your shadow
When everyday I see time goes by
In my head everything stood still

I’m waiting for things to unfreeze
Till you release me from the ice block
It’s been floating for ages washed up by the sea
And it’s drowning, thought you should know that

You see people are trying
To find their way back home
So I’ll find my way to you

Wednesday, November 9, 2011

PERTEMUAN

Dan pertemuan itu tak serupa ekspektasi, hambar.
Aku yang mungkin sulit bersikap semanis perkiraanmu, atau kamu yang masih terlalu kaku.
Aku tak tahu, mengapa kata-kata itu begitu sulit terlontar. Bahkan untuk sebuah sapaan, "Hai, apa kabar?"
Padahal aku di sini sudah menanti terlalu lama.

Kau memainkan jemarimu, menatapku lamat-lamat, sementara tanganku yang tak mau diajak berkompromi sibuk meremas-remas ujung kemeja, memilinnya hingga kusut tak beraturan.
"Bagaimana keadaanmu?" Tiba-tiba kamu bertanya.
"Baik . . ."
Padahal aku sedang tidak baik-baik saja. Aku masih belum terbiasa dengan kesendirian ini. Sesungguhnya aku ingin berteriak, menangis, mengadu. Semuanya terasa tidak baik-baik saja, ketika di malam hari aku terduduk menatap langit-langit kamar, dan hanya hening yang terdengar.

Aku ingin mengadu bahwa terkadang aku merasa aku tidak diterima. Kata-kata itu telah sampai diujung lidah, namun tetap saja sulit untuk dikatakan. Dan akhirnya tangisan itu pecah, maaf . . .

Mungkin aku tidak sama lagi dengan aku yang dulu. Aku kini lebih rapuh, seperti kapur, yang mudah hancur bila terinjak. Tetapi kau berhasil membuatku tertegun, saat kau mulai berkata-kata . . .
"Ada apa? Ceritakanlah." Tersenyum kau menguatkanku.
Terimakasih ya, untuk seluruh waktu yang terbuang. Terimakasih, karena telah mendengarkan cerita yang mengisak itu. Terimakasih, karena telah mengerti . . .

FORGIVE ME


Ada kalanya saya merasa tak sanggup menemui kamu, karena saya merasa memiliki banyak kesalahan, hingga terkadang untuk mengingatnya saja saya tak sanggup. Banyak tingkah laku dan ucapan yang tak sengaja terlontar, yang mungkin menyinggung dirimu. Benturan karena perbedaan kita, besarnya ego masing-masing, dan untuk konflik yang terkadang menjadi penghalang di antara kita . . .
Saya minta maaf ya,
dari hati yang terdalam . . .
Saya tak tahu, apakah kata maaf saja sudah cukup. Saya hanya ingin berharap, semoga tidak ada lagi diam itu . . .

Saturday, November 5, 2011

SELAMAT PAGI :)

Saya ingin mengucapkan selamat pagi pada dunia :)

Saya sedang di perjalanan pulang. Bis yang saya tumpangi masih menyusuri jalanan basah bekas hujan tadi malam. Kami terkungkung kabut tipis, khas dataran tinggi. Bahkan dari balik balutan jaket, saya bisa merasakan udara dingin pagi hari kota kecil saya.

Akhirnya mata saya bisa bermanja-manja dengan hamparan yang masih hijau itu. Tak ada lagi merah yang menyakitkan mata. Rasa penat setelah duduk lebih dari 10 jam pun mulai memudar. Rasanya saya ingin berguling-guling, menghirup bau rumput d pagi hari, dan memetik rumpun bunga. Nanti bisa saya jadikan mahkota, seperti yang sering saya lakukan saat masih kanak-kanak dulu.

Ah, tidak ada salahnya kan bila saya ingin lari sejenak, menghilang . . .

Wednesday, November 2, 2011

SEMPURNA



Lagu ini punya arti yang dalam untuk saya, sepotong kenangan akan masa saat saya SMA, masa-masa bahagia yang dipenuhi dengan kejadian lucu, sedih, hingga konyol, dengan pelaku cerita yang masih menyisakan sifat kekanak-kanakan. Tiba-tiba, saya ingin bernostalgia sejenak, mengumpulkan kembali serpihan-serpihan kenangan yang sempat terlupakan . . .

CORETAN HARI INI (PART 2)

Saya masih punya unek-unek. Sebenarnya saya hanya merasa agak sedikit kacau. Metabolisme tubuh saya sedang tidak baik, ditambah dengan mood saya yang memang dari kemarin tidak begitu bagus.

Saya bingung harus melakukan apa. Saya terbiasa dengan kesibukan. Saya yang kini tengah merasa jenuh dan ingin lari dari rutinitas, justru sekarang bingung hendak melakukan apa. Yasudah, saya buka jendela maya saya saja. Toh fisik saya juga sedang tidak fit, jadi mau ke luar juga agak malas. Apalagi langitnya itu lho, terlalu kelabu.

Seharian ini saya teringat kamu. Mungkin karena saya tidak ada kegiatan, sehingga rasa kesendirian ini hadir begitu kuatnya. Entah sampai kapan cangkir-cangkir kenangan saya terisi oleh ingatan tentang kamu, sementara hati saya seperti kaca retak, yang meski ditambal berulang-ulang, takkan pernah kembali menjadi sama.

Saya ingin berdamai dengan waktu, mencoba melupakan berbagai hal yang telah lalu. Karena saya tidak ingin hidup dengan dibayangi masa lalu. Masa lalu itu seperti hantu, bahkan terkadang membuat saya ketakutan. Saya takut saya masih terjebak dalam kehidupan masa lalu itu, sehingga untuk menentukan pilihan-pilihan kehidupan masa depan pun saya tak bisa.

Entah mengapa saya sedang ingin bermanja-manja. Mungkin sebuah pelukan dan secangkir susu coklat hangat sudah cukup menyenangkan untuk saya sekarang.

Betapa sulitnya membaca hati, sementara perasaan saya sendiri semakin mengabur. Perasaan saya masih serupa dengan daun itu, yang tertiup angin entah kemana.

Ah, saya semakin melantur hari ini. Perasaan saya masih tercampur aduk. Masih pekat. Sementara keadaan fisik saya tak kunjung membaik. Batuk-batuk kecil itu masih ada.

Langit di luar semakin kelabu. Padahal saya sedang ingin menyapa matahari senja sebagai pembatas hari saya. Mungkin lain kali ya . . .

P.S. I wish you were here . . .

CORETAN HARI INI

Entahlah, saya bingung dengan rasa apa yang harus saya ekspresikan. Saya ingin bercerita, entah pada siapa, bahwa kemarin-kemarin saya menjalani hari yang berat. Malah mungkin akan berlanjut hingga minggu-minggu ke depan. Feeling saya merasa kebiruan, mungkin dengan sedikit campuran abu-abu, seperti langit yang menggantung di depan jendela, mendung.

Langit november terlalu kelabu, dan tanpa sengaja menelusup mempengaruhi mood saya secara diam-diam. Tetapi bahkan bila matahari mampu mengintip di antara gumpalan awan-awan kelabu itu, tetap saja tidak bisa membuat saya nyaman, terlalu panas untuk kulit saya yang sudah cukup gelap.

Saya ingin mengeluh sedikit. Mungkin inilah nasib mahasiswa di perantauan, yang bahkan di awal bulan tidak memiliki asupan dana. Jangankan untuk berjalan melihat dunia di luar sana, kadang untuk urusan perut pun hati saya harus meronta. Cuaca pun tidak terlalu bersahabat untuk saya. Baju-baju saya yang basah terabaikan sudah terlalu menumpuk. Bahkan kemarin saya terpaksa menginap di tempat seorang teman, mengganggunya yang sedang serius belajar untuk ujian hari ini. Mau bagaimana lagi, hujan memaksa saya untuk pulang terlalu malam, sementara kosan saya memiliki peraturan ketat mengenai jam malam.

Entah bagaimana mulanya, saya merasa sendirian. Keadaan fisik saya yang sedang lemah, bahkan sakit itu masih tetap saja betah berdiam di kepala dan badan saya. Fisik saya sudah mencapai titik maksimal, dan akhirnya saya pun demam. Berbaring adalah satu-satunya kegiatan yang ingin saya jalani, tetapi tetap saja tidak bisa. Terlalu banyak tanggung jawab, terlalu banyak gangguan. Saya ingin rehat sejenak dari tekanan yang terus mengikuti saya.

Ah, ternyata ekspektasi saya terhadap awal november ini tidak banyak terbukti ya. Saya kira keadaan saya akan menjadi lebih baik. Sebenarnya saya tidak ingin mengeluh, tetapi saya ingin mengurangi beban di hati saya dengan bercerita. Saya terlalu lelah berbohong dengan senyuman itu. Keadaan saya sedang tidak baik, sungguh.

Sepertinya hari ini saya hanya akan berdiam di samping jendela. Memandangi kelabu, berjaga-jaga siapa tahu hujan datang lagi, yang dengan teganya menambah daftar baju-baju basah saya. Ingin keluar pun hendak kemana, dan pertanyaan terbesarnya, sama siapa. Sementara teman saya pasti mengajak ke tempat itu-itu saja, tempat ramai yang penuh dengan hiburan semu.

Saya rindu rumah, saya rindu kota kecil saya, dengan cuaca dingin dan hamparan kebun tehnya. Saya harap akhir minggu ini saya bisa pulang untuk menghilang sejenak. Ah, tampaknya cuaca hati saya hari ini tidak terlalu baik ya, sama seperti langit yang menggantung di atas jemuran-jemuran saya.

Sunday, October 23, 2011

TWO SIDES

Saya tak tahu harus bagaimana, dan saya tak tahu harus bercerita pada siapa. Saya kira, hanya di sini saya bisa lepas, melepaskan suka dan duka lewat tulisan, karena mereka tak mengerti, tak bisa . . .

Tadi, teman saya datang berkunjung. Dia bercerita bagaimana saya diomongkan oleh orang-orang, yang merupakan teman-teman saya, di belakang saya. Orang-orang itu berkata, bahwa saya terlalu . . . mendominasi, baik dalam kelompok maupun organisasi. Mungkin saja iya, mungkin saja tidak. Setiap cerita memiliki dua sisi yang berbeda.

Saya termasuk tipe orang yang perfeksionis. Saya ingin segalanya teratur, karena saya memiliki satu ketakutan terbesar yang hingga kini belum bisa saya atasi. Saya takut gagal. Dari dulu saya terbiasa dituntut untuk menjadi sempurna. Karena apa? karena saya butuh sebuah pembuktian. Pembuktian bahwa saya ada, bahwa saya berguna. Masa lalu saya tidak begitu indah. Saya sempat merasakan bagaimana dikucilkan oleh keluarga sendiri, dihina,orang lain, karena saya berbeda. Oleh karena itu, telah tertanam dalam diri saya, saya harus bisa sendiri, harus bisa, karena saya memang sudah terbiasa melakukan segalanya sendiri.

Saya pun tumbuh menjadi seseorang yang mungkin terlihat mandiri. Saya bukannya tidak butuh orang lain, hanya belum ada orang yang mengerti saya. Saya butuh pegangan, karena tetap saja, saya tidak bisa menopang semuanya dalam bahu saya sendiri. Saya butuh bahu orang lain, untuk berbagi beban. Tetapi mereka tetap tidak mengerti.

Begitu takutnya saya dengan kegagalan, saya pun berusaha keras. Dalam lubuk hati saya yang terdalam, saya tak mau mengecewakan orang lain, saya tak mau dikucilkan lagi. Saya melakukan banyak hal untuk orang lain, karena saya juga mau dipedulikan, saya ingin dilihat. Karena tetap saja, saya tak bisa sendiri.

Tetapi mereka tak mengerti. Mungkin menurut mereka saya terlalu perfeksionis. Saya terbiasa untuk menyelesaikan hal yang belum selesai, belum sempurna, walaupun itu bukan tanggung jawab saya. Saya hanya berusaha untuk berbuat maksimal, bukan berarti saya turut campur dalam pekerjaan mereka. Toh bila mereka memang bisa mengerjakan, saya tidak akan ikut-ikutan. Bila mereka butuh bantuan, saya siap menjadi orang pertama yang mengulurkan tangan. Tetapi mereka tidak mengerti, mereka bilang saya terlalu mendominasi.

Mereka bilang saya lebih mendominasi dari pada laki-laki.

Mungkin kesalahan saya juga, yang tidak tahan melihat ketidakberesan. Tetapi bagaimana kasusnya, jika mereka sendiri yang meminta bantuan. Bagaimana jika mereka memang tidak paham dan tidak bisa menyelesaikan tugas. Apa salah, jika kemudian saya melakukan segalanya yang saya bisa? Ah, memang, setiap kejadian itu memiliki dua sisi yang berbeda, dua sudut pandang yang tak bisa diabaikan, untuk melihat kebenarannya.

Saya tidak marah pada mereka yang membicarakan saya di belakang saya. Saya justru bersyukur, akhirnya saya tahu. Itu termasuk sebuah kritikkan untuk saya, agar saya bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. Saya sangat berterima kasih. Namun saya sedih, mereka menghakimi saya dan hanya melihat dari satu sisi. Mereka tidak pernah tau alasannya. Bila saya beri tahu, mungkin mereka kira saya sedang membela diri. Yasudahlah.

Mungkin saya harus berubah ya. Apa saya harus menjadi orang yang lebih "diam" lagi? Tetapi terkadang, mereka sendiri yang mencari saya. Saya bingung. Saya tak tahu, saya harus bagaimana . . .

Mereka tak tahu, betapa batin saya menagis. Buat apa saya menjelaskan, karena mereka tidak pernah (mau) tahu alasan sebenarnya. Mereka hanya melihat dari satu sisi, sudut pandang personal yang mereka anggap paling benar . . .

Bahkan saya pun butuh pemimpin, penunjuk jalan, karena saya bosan sendiri . . .

Terkadang saya ingin menjadi sama, agar saya bisa lebih diterima. Tetapi tetap saja . . . saya berbeda . . .

SMILE BOY

Saturday, October 22, 2011

TERLAMPAU WAKTU

Mungkin bila memang telah tiba saatnya, tatapan kita akan beradu.
Kemungkinan-kemungkinan itu masih ada, untuk menepis jarak kita yang terlampau.
Saya tak tahu, apakah waktu itu akan menjadi sebegitu lama, sehingga mampu mendinginkan sapaan ini.
Yang saya tahu, saya masih akan menunggu.
Menunggu itu bukan hal yang menjenuhkan, bila itu untuk satu orang.
Untuk kamu.
Karena kamu, saya bersedia untuk berdiri di sudut jalan ini, berjaga-jaga jika kamu berjalan melawan arah dan sedikit tersesat.
Hanya kamu, yang menjadi alasan saya untuk mengulurkan tangan, menjaga agar kamu tidak limbung, kemudian terjatuh.
Karena kamu, saya bersedia memberikan sepercik cahaya, berharap dapat sedikit menerangi gelapnya masa depan, yang membayangi.
Hanya untuk kamu, saya bersedia, karena kamupun begitu . . .

bukan?

Friday, October 21, 2011

KE HATIMU, BOLEH?



Me: "Aku ingin pulang . . ."
You: "Kemana?"
Me: "Ke hatimu, boleh?"

Karena di hatimulah saya merasakan rumah.

Entah bagaimana mulanya, saya tak tahu. Jejak kita beradaptasi dengan waktu, semakin berjarak. Lalu bagaimana lagi saya bisa pulang?

Bahkan kini saya telah kehilangan kunci itu, satu-satunya penghubung antara jemari kita yang tak pernah terpaut.

Masihkah saya harus mengendap-endap untuk mencoba menyusup dalam jendela hatimu? Ataukah saya harus menyusun kembali serpih-serpih kaca itu, yang kata orang hanyalah sepotong mimpi . . .

Ya, mungkin saya memang harus mencari rumah lain untuk dihinggapi . . .

Thursday, October 20, 2011

LOVE


Everyone says that love hurts, but that's not true.
Loneliness hurts. Rejection hurts. Losing someone hurts.
Everyone confuse these things with love.
But in reality, love is the only thing in this world that covers up all the pain and makes us feel wonderful again . . .

Sunday, September 25, 2011

BBB

BlackBerry + Behel.

Sepertinya sudah lama menjadi trend ya. Di daerah saya dulu, BBB sudah lama menjadi trend, bahkan sepertinya semenjak saya masih duduk di bangku SMA (saya angkatan 2009). Tetapi anehnya, di tempat saya sekarang malah baru ramai, haduh!

Saya bukannya suka dengan trend semacam itu. Terkadang sebal malah. Demi mengikuti trend, kebanyakan orang, terutama bagi mereka yang sering disebut-sebut orang ababil, rela berbuat apa saja. Ya, tidak semuanya ababil sih. Ada juga orang yang kepribadiannya saya nilai sudah dewasa, tetapi ternyata terpengaruh juga. Budaya "nampang" di Indonesia ini ternyata sudah begitu mengakar kuat ya.

Tidak usah jauh-jauh, contohnya sebagian dari teman saya. Dia begitu ingin nampangnya, sehingga apapun yang sedang menjadi trend, akan dia usahakan untuk diikuti. Trend BB, dia juga ikut-ikutan dengan cara usaha mengumpulkan uang. Dari meminta kepada orang tua, menabung, hingga ikut beasiswa. Ketika BB sudah di tangan, dia pun asik dengan dunianya sendiri, seakan dunia hanya milik dia dan BB-nya.

Sebenarnya bukan masalah bagi saya jika teman saya suka mengikuti trend semacam itu. Tetapi saya sebal, jika trend tersebut membawa pengaruh buruk. Contohnya, saat kuliah, seringkali terdengan bunyi atau getar BBM yang masuk. Perhatian teman saya pun 70% tercurah pada BB-nya. Suara dan getar BB itu sering mengganggu saya dan mahasiswa lain yang datang ke kampus dengan niat untuk kuliah, bukan cuma sekedar nyetor muka saja. Kasihan juga kan dosennya, yang sudah ngomong panjang lebar tetapi tidak didengarkan. Kebanyakan pikiran mereka, kuliah yang penting absen, jadi bisa ikut ujian. Toh, ujian bisa mencontek. Hah, apa jadinya bangsa ini, jika penerusnya saja punya kebiasaan berbuat curang. Tak heran para koruptor di negeri ini sulit diberantas, karena sudah terlanjur menjadi budaya.

Rata-rata para pengguna BB menggunakan BB untuk meningkatkan status sosial mereka. Tetapi anehnya, bila di sms, selalu susah untuk dibalas. Saya saja kadang kesal sendiri karena sms saya jarang dibalas. Setelah saya tanyakan, ternyata mereka sayang untuk mengeluarkan pulsa, mending pulsanya buat BBMan. Ya ampun, katanya punya uang, katanya ingin status sosialnya dipandang tinggi, tetapi untuk menjawab sms saja pelitnya bukan main. Susah ya beli pulsa? Oh iya saya lupa, kan uangnya sedang dihemat ya, untuk membeli barang satu lagi yang sedang menjadi trend. Ya, apalagi kalau bukan Behel.

Saya heran, apa bagusnya sih behel. Bukannya fungsi utamanya untuk merapikan gigi ya. Maaf ya, bukan menjelek-jelekan, tetapi saya lihat para pengguna behel yang "maksa" itu bukannya semakin cantik, tetapi malah semakin aneh dengan bibirnya yang semakin maju. Ya, itulah kekuatan trend, sesuatu yang aneh pun bisa menjadi incaran siapa saja. Ini pendapat saya sendiri lho. Mungkin di luar sana banyak orang yang menganggap behel keren, khususnya para pengikut trend.

Sebagai contoh, teman saya lagi deh. Dia mati-matian menabung supaya bisa membeli behel. Setiap jalan-jalan, dia sering mupeng melihat orang-orang yang memakai behel. Kata dia sih behel bagus, karena warna-warni. Ya, anggap saja sebagai perhiasan gigi. Menurut saya, behel itu tidak bagus bila dipakai oleh orang bergigi sehat dan rata. Fungsi utama behel kan untuk memperbaiki gigi. Saya malah heran, kok banyak orang yang mau ya memakai behel, bukannya itu sakit? Malah katanya terkadang gigi sehat harus ada yang dicabut, dan bila sial, ada juga yang harus dioperasi. Ya ampun, saya sih tidak mau.

Ya, saya bukan mendiskreditkan BB dan Behel. Saya hanya tidak suka dengan tingkah laku orang-orang yang terlalu fanatik dengan kedua barang mahal ini. Mengikuti trend sah-sah saja, tetapi tidak usah berlebihan juga kan.

Thursday, August 18, 2011

SANG PAHLAWAN

Mereka itulah sang pahlawan sejati, yang mengorbankan seluruh jiwa dan raganya demi satu-dua reguk harapan kemerdekaan, harapan akan kehidupan yang lebih layak, bagi generasi berikutnya.

Mereka itulah sang pahlawan sejati, yang mengorbankan seluruh jiwa raganya demi mengibarkan sang saka, pusaka bangsa, sang merah putih, sebagai refleksi identitas bangsa.

Mereka itulah sang pahlawan sejati, yang mengorbankan seluruh jiwa raganya, bahkan hingga mengorbankan segalanya, karena harta yang sesungguhnya itu adalah kemerdekaan, sebuah harga yang pantas dibayar oleh jutaan nyawa.

Negeri ini, negeri yang dibangun dari berjuta tetes darah dan air mata, yang berpondasikan semangat keteguhan dan perjuangan orang-orang terdahulu, kini mulai rapuh . . .

Negeri ini bahkan hampir kehilangan pondasi . . .

Lihatlah, bahkan untuk menghargai ketulusan para pejuang dalam membela negara saja sulit. "Ah, negeri ini sudah bobrok,"kata mereka, "Penjahat dimana-mana, koruptor merajalela, bahkan peraturan pun dilanggar oleh sang pembuat peraturan . . ."

Hai Bung! Tak usahlah kau terus mencela tanpa berbuat apa-apa. Sudahkan kau menengok ke sisi kanan kirimu? ke masa lalu, dan juga dalam hatimu?

Ya, lihatlah, di sisi kanan kirimu, lihatlah penderitaan mereka, para manusia yang tidak seberuntung kalian, yang terlahir dengan kekurangan. Apakah kalian peduli dengan mereka? Ah, bahkan hanya segelintir orang yang mampu peduli, dan sebagian besar lainnya bagaimana? Mungkin hanya melayangkan pandangan kasihan, atau bahkan acuh tak acuh.

Lihatlah ke masa lalu itu, saat orang-orang bersatu padu, demi satu tujuan, memerdekakan bangsanya, merebut kembali 'tanah'nya. Apakah pernah terbersit di benak kalian, apakah kalian pernah merenunginya? Berbagai penderitaan itu, bahkan tak terbayang . . .

Ah iya, tengoklah ke dalam hatimu. Tolong renungi lagi, resapi lagi, apa makna kemerdekaan itu sesungguhnya . . .

Ironis. Bahkan kini sang pahlawan itu tak terlalu dipedulikan. Satu hal yang masih sulit saya temukan jawabannya, apa yang telah diperbuat bangsa ini kepada para pahlawan yang telah membesarkan nama bangsa itu?

Ah, sayang, bangsa ini (masih) belum berhasil merdeka, karena kemerdekaan itu hanyalah milik orang-orang yang telah mengorbankan segalanya demi memperjuangkannya . . .

Hai Pahlawan, semoga hatimu selalu merdeka . . .





P.S. Tulisan ini dibuat bukan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Saya hanya merasa sedih, melihat nasib para pahlawan itu, para veteran dan pahlawan-pahlawan lainnya, yang bahkan hingga kini belum mendapatkan kehidupan yang layak. Semoga kemerdekaan selalu menyertai hatimu, hai pahlawan. Terima kasih, karena telah berjuang untuk kami . . .

Monday, June 27, 2011

SEPERCIK RINDU

Ok, saya sedang galau.

Ah, lihatlah, sore ini cerah, namun saya tidak memiliki semangat untuk keluar . . .

Sepertinya penghujung semester ini akan berakhir tidak terlalu baik. Terlalu banyak masalah yang saya hadapi. Saya tidak pernah mencari masalah, tetapi entah mengapa masalah selalu menemukan saya . . :(

Saya rindu rumah. Saya rindu akan kebebasan yang saya rasakan di rumah, rindu akan udara dinginnya, kasih sayangnya, hingga kepulan uap hangat di mangkuk berisi sup itu. Sup rumahan biasa, namun sangat saya rindukan. Saya bahkan rindu pada genting-genting rumah saya yang keabuan, tempat di mana saya merenung di kala senja, sambil sesekali memetik buah rambutan yang memerah.

Ah, tak terasa sudah lima bulan saya belum pulang.

Saya rindu dengan teman-teman lama saya, rindu akan kebersamaan itu, rindu akan hangatnya senyuman dan genggaman yang kita bagi bersama. Ah iya, saya juga rindu dengan langkah-langkah kecil kaki kita saat menyusuri trotoar di sepanjang jalan. Dan juga saya rindu untuk bernyanyi dan bermain musik bersama kalian. Ah, saya rindu untuk bereuni dengan kalian. Bereuni dengan momen indah saat bersama-sama kita menyusuri pematang itu.

Saya rindu untuk memeluk kalian . . .

Dan kini apa lagi yang bisa saya peluk, selain mimpi-mimpi untuk bertemu dengan kalian lagi.

Tahukah kalian? Bahkan saya di sini tidak dapat bermain nada . . .

Wednesday, June 22, 2011

TAK INGATKAH KAU

Saya lelah . . .

Tak tahukah kau akan segala rasa yang ada, di sini, di lubuk ini. Saya lelah, lelah untuk berusaha menggenggam bayanganmu. Tak bisa, karena bayanganmu selalu membias pada sela jemari, tak tergenggam.

Tak ingatkah kau akan masa itu, masa lalu. Saat di sore hari kau menggenggam tangan ini, menyusuri jalan, terbelai angin.
Tak ingatkah kau akan ilalang itu, ilalang keemasan yang menyapu langkah kaki kita, mengubur semua kenangan, tentang kita.
Tak ingatkah kau akan melodi itu, segenggam nada yang kita mainkan bersama. Saya bersama tuts dan kau bersama senar.
Tak ingatkah kau?
Ah, mungkin kau merasa terbebani dengan ingatan kecil itu. Tak apalah.

Kenangan itu, istimewa bagi saya, apa bagimu juga demikian?

Masih ingatkah kau akan janji itu, janji yang terpancar melalui genggaman hati itu . . .

Namun bayanganmu ternyata masih semu. Harus saya apakan untuk bisa menjadi nyata?

Tolong, beritahu saya. Saya lelah . . .



P.S. Hi D . . . saya rindu . . .