Sunday, September 30, 2012

SEMINAR

.Pic taken from random googling.
 
Karena saya begitu mencintai laut . . .

Saya lagi pengin cerita nih, tentang salah satu penggalan masa kuliah saya di semester tujuh. Jadi, ada satu momok yang paling menakutkan saat memasuki semester tujuh di jurusan saya, yaitu SEMINAR. Seminar ini berupa proposal skripsi yang terdiri dari bab 1. Kelihatannya sih gampang, cuma bab 1 saja kan. Tapi syarat utama dari seluruh penelitian sejarah adalah sumber, terutama sumber primer. Begitu pula dengan proposal skripsi yang juga harus termuat sumber-sumber primer. Nah, sulitnya disini adalah, sumber primer itu sebagian besar berupa arsip tertulis yang untuk mendapatkannya membutuhkan usaha lebih dan (menurut saya) juga pengorbanan yang besar. Bagaimana tidak, untuk mencari arsip-arsip tersebut, saya harus pergi ke berbagai tempat, dari Jakarta, ibu kota provinsi, hingga ke lokasi penelitian saya. Belum lagi saya juga harus memperhatikan unsur temporal (waktu) yang saya pilih. Lalu, apakah hanya itu bebannya? Tidak.

Untuk seminar di semester tujuh ini, saya sempat bingung untuk memilih judul. Kebingungan saya itu disebabkan oleh banyak hal, seperti kekuatiran saya akan minimnya sumber, finansial, lingkup spasial (tempat, lokasi) dan temporal yang harus dipilih, bahkan hingga kesanggupan saya sendiri untuk menghadapi konsekuensi atas setiap keputusan yang saya ambil. Tetapi, saya pun semakin menguatkan diri dan mencoba untuk yakin, karena saya percaya bahwa bila saya berkeinginan kuat dan berani, saya akan bisa dan harus bisa. Maka dengan modal nekat saya pun menetapkan satu judul, berlokasi di luar Jawa yaitu Lombok dengan tema sejarah maritim.

Padahal di Jawa saja, untuk kajian sejarah maritim terdapat berbagai kendala yang siap menghadang, terutama adalah keterbatasan sumber. Karena kebanyakan mindset orang Indonesia adalah daratan, yang notabene berada pada lingkup agraris, sehingga pemusatan perhatian pada unsur maritim sangat kurang. Apalagi saya, yang dengan pedenya ambil lokasi di Lombok, dimana data-data lebih sulit dicari. Ya saya hanya berharap semoga keputusan yang saya ambil ini bukan keputusan bunuh diri.

Lalu, kendala apa lagi setelah itu? Jawabannya adalah orang tua saya. Orang tua saya bereaksi tepat seperti yang saya duga saat saya memberitahukan rencana judul saya. Ya, mereka cenderung keberatan dengan alasan sulitnya akses dan minimnya data. Bahkan mereka cenderung memaksa saya untuk berganti haluan dan mengambil lokasi di Jawa. Hal tersebut sempat membuat saya gamang dan berpikir ulang selama beberapa minggu. Tetapi kini saya malah semakin yakin dengan keputusan saya tersebut, walaupun saya tahu segala resiko yang akan saya hadapi. Saya hanya mencoba untuk yakin pada pilihan saya, pada hati saya.

Bukannya saya tidak punya pilihan. Saya juga punya beberapa judul lain. Masalahnya adalah, hati saya tidak tertambat disitu. Sudah lama saya menyukai laut dan kehidupan di sekitarnya. Maka tidak salah kan bila saya memilih maritim sebagai topik utama saya. Dan sudah lama juga saya ingin keluar dari area Jawa, membuktikan bahwa di luar sana masih banyak kisah yang perlu diceritakan.

Ya, semoga saja kekuatan yang saya miliki cukup. Semoga itu cukup.

Friday, September 28, 2012

RANDOM

.Pic taken from random googling.
Saya ingin menjadi senja, menjadi penengah antara siang dan malam yang tak pernah bersua.

Saya lagi kangen nih, nggak tau sama siapa. Karena bahkan saya tidak mengerti dengan diri saya sendiri. Nggak tau kenapa . . .

Tadi malam saya sedikit ribut dengan seorang teman yang (mungkin) saya anggap sebagai seorang kakak dan sudah beberapa bulan ini jadi tempat saya bercerita. Dia merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan saya yang mungkin dia anggap sensitif. Sempat terjadi salah paham, entah dia yang tidak memahami saya atau saya yang tak bisa memahaminya. Yah, saya hanya peduli dan mungkin kepedulian saya sedikit salah dimengerti olehnya, atau oleh orang lain yang menganggap apa yang saya lakukan aneh. Ya sudah, biarlah. Saya mencoba tidak peduli.

Teman saya itu bilang kalau saya egois. Terkadang saya seperti tenggelam dalam masalah saya, dan ketika ditanya saya hanya menjawab "Tidak apa-apa". Karena nyatanya memang saya tidak siap untuk melibatkannya dalam masalah saya. Masalah yang sebagian besar justru berputar pada diri saya sendiri, pada hal-hal yang belum saya mengerti. Mungkin saya terlalu banyak berpikir dan merenung. Tapi ternyata diri saya yang seperti itu membuat teman saya sedikit tidak nyaman. Ya mungkin memang benar saya egois, terima kasih sudah mengingatkan.

Saya hanya butuh ditemani untuk beberapa saat, karena saya tak tahu apa yang akan terjadi saat saya sendirian. Saya hanya lelah, mungkin.

Katanya saya aneh. Nyatanya memang dari dulu saya aneh. Tapi jujur saja segala hal yang saya rasakan saat ini berujung pada kebingungan. Saya bingung harus bersikap bagaimana, rasanya seperti kehilangan kendali. Saya tidak terlalu menyukai ide untuk menjadi aneh. Tetapi saya juga tidak mau untuk menjadi biasa, untuk menjadi sama. Saya hanya ingin terlihat seperti saya, bukan saya yang mirip siapa atau apa. Saya hanya suka dikenali sebagai saya.

Tadi malam selepas perdebatan itu teman saya bilang kalau saya mirip dengan seorang teman saya yang lain. Katanya sifat kami mirip, amat mirip untuk beberapa hal. Dan saya tidak suka. Rasanya disamakan dengan orang lain itu sangat menyebalkan. Seperti ada versi lain dari diri saya, entah itu lebih baik atau lebih buruk. Sekilas saya merasa tidak asli. Sementara saat ini tujuan utama saya adalah untuk menjadi diri saya sendiri, menyukai diri saya apa adanya tanpa perlu ada topeng atau dinding pemisah dalam diri saya.

Ya, saya sedang berproses untuk mencapai tujuan-tujuan saya. Dan sedikit banyak teman saya itu turut berpengaruh dalam proses diri saya. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih, entah dia menyadari atau tidak, untuk segala hal, untuk segala obrolan panjang di malam hari. Setidaknya obrolan-obrolan itu berhasil membuat saya tetap berjejak di tanah, tidak terlalu mengawang-ngawang lagi.
"Terima kasih untuk segala kejujuran yang telah kau berikan ya."

Tuesday, September 25, 2012

DEAR GOD

Tuhan, bahagia itu sederhana, kan. Sesederhana memakan semangkuk sup ayam rumahan di kala hujan, atau senikmat teh-tubruk-manis-hangat di pagi hari.

Tuhan, bahagia itu sederhana, kan. Sesederhana penerimaan dan kesadaran.

Tuhan, terima kasih atas kesadaran yang telah muncul itu. Ya, memang sesederhana itu, bagi orang-orang yang mengerti. Dan saya mengerti Tuhan, terima kasih. Terima kasih pula atas kelapangan hati yang muncul setelahnya. Tak lagi kosong, karena kelegaan telah memperluas hati itu, melapangkannya, dan bersiap untuk menampung memori-memori baru.

Tuhan, saya masih suka duduk di atas genting, memandangi langit. Mungkin awalnya saya kira bisa menemukanMu dalam wajah-wajah langit. Ah, saya rindu, Tuhan.

Terima kasih, atas segala kejelasan itu. Terima kasih, untuk membuat saya lebih mengerti, Tuhan.

Sunday, September 16, 2012

BROKEN

Tuhan, kali ini saya patah . . .

Saya tak tahu seberapa parah, tapi rasanya sesak sekali. Sesak hingga ingin muntah rasanya.

Saya mengalami hari yang buruk tadi. Saya kembali sakit, sendirian, dan disaat saya benar-benar butuh seseorang saya tidak menemukan satu pun yang bisa mengerti. Jadi, yang saya lakukan hanyalah memacu kecepatan, mencoba melarikan diri lagi. Tetapi kemanapun saya pergi, hati saya tidak akan berubah. Saya kali ini patah.

Dan semua terasa tidak sama lagi.

Malam ini saya menggigil. Rasanya seperti demam. Seperti ada yang tercerabut paksa, entah apa. Ya, tidak penting. Tidak ada yang peduli, bahkan mungkin kehadiran saya memang tidak penting.

Saya lelah.

BODOH

Tuhan, saya kalah . .

Begini ya rasanya kehilangan, kosong. Ada ruang menganga yang ditinggalkan, dan tak akan bisa kembali seperti semula.

Bodoh . . .