Friday, December 6, 2013

Untitled.

Saya pikir saya tidak akan merasa kehilangan yang begitu nyata, karena sudah sejak lama saya telah mempersiapkan diri jika waktunya telah datang.

Perpisahan.

Entah orang-orang yang pergi, atau memang saya yang meninggalkan. Toh saya memang telah memutuskan untuk pergi, mencoba mencari kehidupan baru. Saya takut terjebak pada kenangan yang hingga kini berhasil merubah sudut pandang saya. Bahkan terkadang saya seperti tidak mengenali diri saya sendiri, dan saya tak suka itu. Saya merasa asing.

Saya pikir, jika saya pergi nanti saya bisa menemukan diri saya yang (sempat) hilang. Tapi, untuk memulai semuanya dari awal lagi tidaklah mudah. Bukan masalah adaptasi, tapi saya pasti akan sendirian untuk beberapa waktu.

Walau bagaimanapun, meskipun saya ingin mengenal diri saya lagi, namun saya juga tak bisa bohong bahwa saya ingin meninggalkan bagian diri saya yang lain. Manusiawi kan, jika saya ingin membuang sisi "gelap" dari diri saya. Walau saya tak tahu, dengan itu apakah saya masih bisa mengenali diri saya nanti.

Yah, saya terlalu bertele-tele rupanya.

Tiba-tiba saya merasa takut, dengan perpisahan. Karena perpisahan hampir selalu meninggalkan bekas. Siap atau tidak siap, waktu untuk berpisah semakin mendekat.

Semoga saya baik-baik saja setelahnya.

Thursday, November 28, 2013

-duapuluhsatu-

Tiba-tiba aku berkeinginan, untuk tetap berada pada pertanda waktu duapuluhsatu. Pada bagian waktu dengan tanda yang tersamar. Aku tak ingin menjadi tua, tepatnya pikiranku yang tak mengizinkan. Karena perubahan waktu memiliki konsekuensi yang menakutkan.

Aku hanya ingin tetap berada pada duapuluhsatu. Tapi sepertinya aku terus dikalahkan oleh waktu.

Thursday, November 14, 2013

Done!

Alhamdulillah, setelah "mengandung" sekian lama :)


Dengan ini, tuntas sudah tanggung jawab saya sebagai Pimred Hawe. Rasanya campuran antara bahagia dan sedih...

Wednesday, November 13, 2013

SEMAR-BAYA

Jadi, beberapa minggu lalu ketika saya sedang di rumah, dengan tiba-tiba saya memutuskan untuk pergi ke luar kota. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali saya berpergian ke luar kota untuk liburan (biasanya buat liputan atau skripsi). Saya yang sedang suntuk berat langsung menghubungi salah satu teman untuk menemani saya di kota tujuan. Teman saya itu memang telah beberapa kali mengajak saya untuk berlibur di kotanya. Jadilah saya Jumat lalu berangkat, dari Semarang menuju Surabaya.

Saya yang kekurangan dana karena masih berstatus mahasiswa *blushing*, akhirnya memilih kereta ekonomi Kertajaya sebagai alat transportasi saya menuju Surabaya. Selain harga tiketnya yang 50% lebih murah dan waktu perjalanan 3-5 jam lebih singkat daripada bus, saya juga terhindar dari bahaya mabuk perjalanan. Tapi, tapi, perjalanan kereta harus saya tempuh di malam hari, yaitu jam 22.00-03.30 WIB. Takut? Mmh, sebenarnya nggak sih :D

Ya, karena saya sudah biasa, hehehe. Namanya juga mahasiswa pas-pasan tapi seneng jalan-jalan. Apapun caranya, yang penting bisa jalan, hehehe :D

Sebenarnya, kedatangan saya ke Surabaya bukan untuk pertama kali. Dulu saya pernah mampir ke kota itu, ketika dalam perjalanan mudik menuju Lombok bersama keluarga saya dengan menggunakan mobil pribadi. Tapi, karena cuma mampir sekaligus numpang lewat, saya tak benar-benar merasakan pernah ke Surabaya. Jadi, bisa dibilang kemarin adalah pertama kalinya saya keliling-keliling kota Surabaya.

Satu kesan saya saat pertama kali menginjakan kaki di Surabaya; PANAS. Padahal katanya Semarang sempat menjadi kota dengan suhu terpanas di Jawa. Ternyata, suhu Surabaya jauh lebih ganas *fiuhh*. Bahkan teman saya bilang kalau Surabaya pernah mencapai suhu 40 derajat celcius, errr.. -_____-"

Tak banyak tempat yang saya kunjungi di Surabaya, karena memang waktu kunjungan saya singkat. Tapi seperti biasa, bukan tujuannya saja yang menjadi poin utama. Bagi saya, terkadang hal terpenting adalah proses dari perjalanan itu sendiri. Dan seperti biasa pula, dalam proses perjalanan itu saya merenung mengenai banyak hal, tentang apa yang telah terjadi dan (mungkin) akan terjadi pada diri saya.

Anyway, saya tak menyesal dengan kepergian saya ke Surabaya (kayak pernah nyesel aja kalo jalan-jalan :D). Dan mungkin lain kali saya akan kembali ke kota itu, entah kapan. Lagipula, saya belum puas mengelilingi Surabaya. Tapi tak apa, setidaknya satu janji saya pada seorang teman telah tertuntaskan :)

Next destination? Mungkin ke luar Pulau Jawa, entah sendiri atau bersama teman. Semoga budget saya mencukupi :)

*numpang mejeng, hehehe*

Thursday, October 17, 2013

:)

Semakin lama, semakin saya menyadari apa yang salah dengan diri saya, walaupun prosesnya tidak mudah. Semoga saya bisa menjadi orang yang lebih ikhlas dan lebih mudah menerima segala hal. Semoga saya tidak menjadi orang yang menuntut terlalu banyak dan tidak menjadi orang yang terlalu ambisius. Semoga saya bisa menjadi orang yang lebih rendah hati tapi tidak rendah diri. Semoga saya bisa mendapatkan hikmah dan pembelajaran dari berbagai kesalahan saya. Semoga saya bisa menjadi orang yang lebih baik. Dan, semoga saya dapat membahagiakan orang-orang di sekitar saya.. :)

Aamiin.

Monday, October 7, 2013

Kebut!!!


Sedang dalam kecepatan tinggi. Semoga lekas terkejar yaa.. :)

Thursday, October 3, 2013

Uncover The Mask

"Seberapa pedulinyakah kau dengan pendapat orang lain?"

Dalam hidup, sulit untuk menjadi diri sendiri, tanpa adanya paksaan atau pengaruh dari orang lain. Hampir setiap orang memiliki topeng, berupa tindakan yang berasal bukan dari dirinya secara murni, melainkan tindakan yang ditujukan untuk dilihat orang lain. Bila benar-benar ada tindakan yang dilakukan sebagai keinginan sendiri, bisa jadi hal tersebut malah membuat orang menghakiminya sebagai orang yang egois.

Pada masa lalu saya, saya pernah terbiasa menjadi diri saya sendiri yang tak banyak orang mengerti, bahkan keluarga saya sendiri. Bukankah orang-orang cenderung lebih suka menghakimi daripada mencoba memahami? Saya pernah merasa begitu berbeda, dan rasanya sangat buruk. Saya merasa sendirian karena hampir tidak ada oang yang memahami saya. Hingga suatu hari saya memutuskan "pergi" dan berubah, menjadi orang lain.

Saya yang sekarang berbeda dengan saya yang dulu. Saya paham betul bahwa karakteristik seseorang berkaitan erat dengan pengalaman dan perlakuan yang didapatkannya semenjak kecil. Saya pun merasa sedikit "normal", tapi saya juga merasa ada bagian dari diri saya yang hilang. Well, I created my own mask for covering my real "face".

Ada orang yang mengatakan pada saya, "Jadilah dirimu sendiri," ketika saya sering kebingungan harus melakukan apa. Saya memang selalu bingung karena saya terlalu banyak memikirkan orang lain, tepatnya apa yang diinginkan orang lain. Hidup saya pun terasa seperti terbebani. Sementara beberapa orang terkadang menganggap saya payah karena tidak bisa mengikuti mereka. Yah, sesuatu yang dipaksakan tidak selamanya berakhir bagus, kan...

Bahkan ada teman saya yang mengatakan bahwa saya terlalu sering ingin campur atas urusan orang lain karena saya sering bertanya "kabar" orang lain. Ia mengatakan bahwa saya terlalu memikirkan diri sendiri karena saya seolah-olah menjaga zona aman saya dan diam-diam siap menusuk orang. Dia menyamakan saya dengan beberapa orang yang sempat ditemuinya, dan memang dia sering menyamakan saya dengan orang lain. Dia merasa kepedulian saya palsu, dan tidak menyadari bahwa saya benar-benar peduli. Karena saya tahu, bagaimana rasanya tidak dipedulikan. Jujur, saya sakit hati diperlakukan demikian, tapi setelah saya pikirkan kembali, mungkin inilah konsekuensi dari keinginan terpendam saya untuk berubah "sama" dengan orang lain, untuk merasa lebih "normal" dan tidak merasa jadi orang aneh.

Saya marah pada teman saya itu, terutama karena dia menggunakan kata-kata kasar pada saya, dan juga karena saya merasa dia menghakimi apa-apa yang ingin saya lakukan, tepatnya hal-hal yang benar-benar  ingin saya lakukan tanpa paksaan dari orang lain. Saya sakit hati, karena ketika saya benar-benar ingin melakukan keinginan saya yang murni dari diri saya sendiri, atau mempertahankan pemikiran saya sendiri, saya dihakimi dan disalahkan dengan menyebut bahwa saya telalu egois.

Sejak kecil saya sudah sering dikasari. Saya hanya tak bisa menerima perlakuan kasar itu, jika keluar dari seseorang yang saya anggap dekat dengan saya. Tapi, saya menyadari bahwa teman saya itu ada benarnya juga, meskipun permasalahan kami berakar pada sifat kami yang (mungkin) sama-sama keras kepala dan egois. Saya terlalu banyak kehilangan diri saya sendiri.

Pernah teman saya yang lain menanyakan apa keinginan terbesar dalam hidup saya. Saya menjawab bahwa saya ingin hidup dengan cara saya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Tapi saya tahu bahwa hal itu tidak mungkin terjadi, secara keseluruhan. Nyatanya pada sebagian hidup saya, saya telalu banyak memikirkan orang lain, tentang apa keinginan orang lain atau apa yang ingin orang lihat dari diri saya.

Dan mungkin teman saya benar, saat mengatakan bahwa saya telalu sering ingin berada pada zona aman. Entahlah, apakah dia tahu alasan sebenarnya atau tidak. Tapi saya tidak ingin terus-terusan merasakan sakit dan sendirian. Bukannya saya takut pada resiko atau apalah, but I've had enough of it.

Pertengkaran saya dengan teman saya itu membuat saya banyak berpikir ulang. Mungkin selama ini cara saya salah. Saya terlalu banyak berpikir dan mempedulikan apa kata orang lain. Saya juga merasa bersalah pada teman saya itu, walaupun saya tak bisa menjelaskan perasaan saya yang sebenar-benarnya pada dia secara langsung. Saya takut saya dihakimi lagi, tepatnya saya takut penghakiman itu semakin merubah diri saya.

Satu hal yang saya sesalkan. Saya takut pertengkaran saya dan teman saya itu menyebabkan kami menjadi "dingin". Bagaimanapun juga, dia telah jujur pada saya menghargai hal itu, walaupun saya tak bisa mengatakannya secara langsung padanya karena sempat tertutupi oleh kemarahan. Memang bukan salahnya jika dia menghakimi saya karena dia tidak benar-benar tahu alasan dari semua hal di diri saya. Hanya saja, saya tidak tahu apakah saya tahan dihakimi terus-terusan, apalagi untuk hal-hal yang datang dari dalam diri saya sendiri tanpa pengaruh dari orang lain. Saya, masih belum bisa terbiasa diperlakukan seperti itu, walaupun hal itu sudah sangat sering saya alami.

Mungkin, selama ini yang saya pikirkan adalah, saya ingin diperlakukan "normal", bahkan oleh keluarga saya sendiri. Tapi cara saya salah, dan teman saya itu sedikit banyak telah memberikan sedikit kesadaran pada saya. Entahlah, dia mengerti atau tidak. Urusan hati dan perasaan manusia itu bukan suatu hal yang dapat ditebak dengan mudah. Dan saya memang tak bisa membuktikan perasaan saya yang saya katakan padanya.
Tapi, kepada teman saya itulah saya ingin mengucapkan banyak kata maaf dan terimakasih, terutama karena telah mengingatkan saya pada diri saya yang sebenarnya.

Tapi, jika saya tidak suka terlihat "sama" dengan orang lain dan ingin kembali jadi diri saya sendiri yang sebenar-benarnya, akankah saya terus-terusan dihakimi?

Friday, September 27, 2013

Blurb!

Ada seseorang yang berulang kali mengatakan pada saya bahwa blog saya jelek. Ya, blog ini memang saya buat sebagai tempat saya "nyampah", tempat saya menulis hal-hal tidak jelas sesuka hati saya. Jadi, maaf-maaf saja ya bila isinya mengecewakan :)

Salam paling manis,

H.

Monday, September 23, 2013

Proses

Justru kepada mereka yang telah menyakiti saya sedemikian rupa, saya ingin berterima kasih.

Kenapa?

Karena dengannya saya belajar untuk memahami dan melihat segala hal dari sudut pandang yang lebih baik. Rasa sakit adalah sebuah proses.

The Reason

You were happened. That's the reason of everything...

Silly...

Y: I'm just a silly girl who fall in love with the wrong guy, a person who can't love me back. But, I feel grateful to know this kind of feeling.

X: Why are you grieving about the past? While the future holds happiness...

Y: Because women's heart can't be interpreted. If I could forget that feeling easily, is it really love?

Saturday, September 21, 2013

Short Message

"Life is too short for us to keep important words like "I love you" locked in our hearts. So, tell him."
- E. W.

Sunday, September 15, 2013

Alam Mimpi

Kemarin, salah satu teman saya bilang, bahwa dunia mahasiswa itu berada di alam mimpi. Teman saya itu beralasan, karena dunia mahasiswa tidak dirancang untuk menyatu dengan masyarakat umum. Saya pikir, ada benarnya juga. Selama ini saya rasa kehidupan mahasiswa pun terlihat seperti kehidupan sekelompok orang yang mengeksklusifkan diri, seolah peduli dengan kehidupan sosial masyarakat, padahal dibalik itu perhatian mahasiswa lebih terpusat pada eksistensi diri.

Kehidupan mahasiswa belum berada di alam nyata. Pada tingkat inilah seseorang mengalami masa mengawang-awang, dimana mimpi terlihat begitu nyata tanpa ingat dengan realitas yang harus dihadapi kemudian. Pada tingkat ini pulalah sebentuk pemikiran terbentuk, entah idealis, sosialis, ekonomis, atau "is" lainnya. Hanya saja, akankah pikiran-pikiran tersebut masih bertahan ketika seseorang telah mengakhiri kehidupan mahasiswanya?

Rata-rata, mahasiswa berada pada kelompok umur dengan cara berpikir yang masih labil, dapat berubah-ubah. Pada masa ini merupakan puncak dari proses segala pencarian. Saya sudah mengalami dan  menyaksikan banyak proses itu. Saya menyaksikan bagaimana beberapa mahasiswa dapat merubah pikirannya, pendiriannya, bahkan cara pandangnya akan hidup. Saya bahkan menyaksikan bagaimana beberapa mahasiswa bisa begitu mudahnya merubah suatu hal prinsipil yang sebelumnya ia pegang teguh, seperti menjual dirinya sendiri untuk hal-hal lain..

Jika sudah pada masanya saya keluar dari "alam mimpi", akankah diri saya berubah pula?
Akankah saya lupa pada bagaimana diri saya, seperti apa yang saya yakini saat ini?

Katanya...

Katanya,
bagi seorang perempuan, akan ada laki-laki yang tak pernah bisa dilupakannya, 
meskipun laki-laki tersebut tak pernah ada lagi untuk dirinya.

Katanya pula,
bagi seorang perempuan, akan ada laki-laki yang tak bisa ditinggalkannya, 
meskipun laki-laki tersebut telah menyakitinya hingga sedemikian rupa.

Entahlah, hati seorang perempuan, siapa pula yang bisa mengira-ngira...

Sunday, September 8, 2013

(Not Just an Ordinary) Wedding :)

Jadi, kemarin saya menghadiri pernikahan salah satu alumni LPM Hayamwuruk (Hawe). Namanya Mas Udin dan Mba Ida. Ada dua hal yang membuat saya excited pada hari itu, yaitu pernikahan dan kumpul-kumpul keluarga Hawe. Walaupun saya tahu saya bakal dicerca dengan pertanyaan "kapan wisuda?" dan "kapan majalah diluncurkan?" *sigh*.

Ternyata kemarin tidak sekadar menjadi suatu pernikahan yang biasa saja. Saya ketemu banyak teman lama yang rata-rata lebih tua dari saya. Senang rasanya menjadi orang yang lebih muda di antara orang yang "sudah tua", hehehe. Berhubung di kampus saya sudah termasuk mahasiswa akhir, untungnya belum menjadi mahasiswa bapuk. Tapi, tapi, ada satu orang yang berhasil membuat saya kaget dengan kedatangannya. Seorang teman lama yang cukup dekat dengan saya, atau mungkin hanya saya yang berpikiran seperti itu, haha. Saya terkejut dengan perubahan fisiknya. Dia yang dulu sangat kurus berubah menjadi jauh lebih berisi. Raut mukanya pun terlihat lebih segar. Kami sudah lama tidak bertemu, mungkin terakhir sekitar 7 bulanan yang lalu. Melalui pesan singkat, dia bilang tidak bisa datang. Selain itu, kami juga sempat bertengkar sedikit. Salah saya sih, karena saya sedang sedikit tertekan sehingga maunya menjadi egois.

Teman saya itu membawa seorang perempuan, sepertinya kekasihnya. Walaupun kaget dan bingung harus bersikap apa, tapi saya senang. Akhirnya dia sudah menemukan salah satu apa yang dia cari, mungkin. Tapi saya sedih juga dengan kehadiran teman saya itu, karena pada mulanya dia seperti menghindari saya dan menskip saya ketika bersalaman dengan keluarga Hawe. Saya tidak tahu alasannya, mungkin karena pertengkaran kami sebelumnya ya. Tapi beberapa waktu kemudian, suasana mencair dan dia bisa memperlakukan saya dengan "normal".

Pada akhirnya setiap orang sama-sama berjuang untuk mendapatkan kebahagiannya dalam bentuk yang berbeda-beda :)

Beberapa waktu lalu teman saya itu juga mengajak saya untuk naik gunung, dan ketika saya tanya kemarin, katanya dia serius. Jujur, saya sangat bersemangat sekaligus khawatir. Naik gunung, terutama Mahameru dan Rinjani, sudah menjadi mimpi saya sejak dulu. Tapi saya khawatir, karena saya belum bisa mengukur kemampuan fisik saya. Setelah kewajiban-kewajiban (skripsi dan majalah) saya selesai saya juga berencana untuk traveling lagi, walaupun saya belum tahu apakah saya mampu, terutama secara finansial. Tapi, mimpi itu bukan hanya sekadar untuk diucapkan kan? :)

Ah iya, kembai lagi ke pernikahan Mas Udin dan Mba Ida, semoga pernikahan mereka langgeng dan setia sampe tujuan :D. Dan semoga saya cepat menemukan orang yang tepat, orang yang dapat membuat saya yakin untuk mendampingi saya kelak, aamiin! :)

Wednesday, August 14, 2013

Untitled.

"Kebebasan yang sebenar-benarnya, memang tidak memiliki teman. Bebas, berarti siap untuk menjadi sendiri."





Jika kau masih yakin.

Saturday, July 6, 2013

Kota Kecil Saya

Berada di kota besar seperti sekarang, terkadang membuat saya kangen sama suasana di kota kecil saya. Walau sama-sama tidak begitu ramah, saya kepingin merasakan lagi suasana "dinginnya". Tapi kota kecil saya itu sekarang sudah berubah menjadi semerawut. Saya pikir ia hanya ingin sejajar dengan kota-kota besar yang lain, tanpa menyadari "kemampuannya". Nyatanya, kota kecil saya itu belum siap, dan pada akhirnya tumbuh menjadi "kota" yang dipaksakan, dengan kerlip lampu suram.

Dan saya memang tidak memiliki keinginan kuat untuk tinggal kembali di kota kecil saya itu. Mungkin pada akhirnya kota kecil itu hanya menjadi tempat pelarian saya untuk mengenang masa lalu. Karena kota kecil saya tak lagi ramah.

Prinsip?

Beberapa waktu ini menjadi hari-hari yang membingungkan buat saya. Saya sedang punya masalah dengan beberapa teman, tepatnya saya yang merasa bermasalah. Bukan bertengkar atau semacamnya sih, hanya saja saya sedang merasa tidak nyaman. Orang-orang memang berubah, pada akhirnya. Begitu juga dengan teman-teman saya itu. Saya bukannya tidak menerima perubahan itu, tapi saya hanya kesal saja karena teman saya itu seperti keluar dari jalur mengenai hal-hal yang ia yakini, hal-hal yang ia anggap sebagai prinsipnya. Pandangan saya terhadap dia langsung berubah, ternyata dia sama saja dengan sebagian orang lainnya, terlalu banyak omong tanpa ada pembuktian. Dan hal itu yang paling membuat saya kecewa.

Saya selalu kagum dengan orang-orang yang memiliki prinsip. Bagi saya, orang-orang seperti itulah yang benar-benar "hidup", karena dia punya keyakinan dan tujuan. Bukan asal hidup karena telah diberi umur. Orang yang memiliki prinsip menurut saya bukan orang yang plin-plan dan ikut-ikutan arus utama. Dia adalah sejenis orang yang memiliki arus sendiri yang menurutnya paling nyaman.

Tapi sayangnya, sekarang ini banyak sekali orang yang hanya merasa berprinsip, tanpa tahu apa-apa..

Monday, July 1, 2013

Kebebasan

Mungkin karena sedari kecil saya tidak diajarkan untuk memilih sendiri, membangun keyakinan dan belajar bertanggung jawab. Mungkin karena sedari kecil segala hal dalam hidup saya sudah diatur dan teratur.

Saya sering menyalahkan keadaan, karena saya terlalu takut. Saya tak punya keberanian mengambil resiko, karena saya terlalu terbiasa hidup dalam tujuan orang lain, dan saya dituntut harus menjadi begitu sempurna tanpa tahu bagaimana caranya. Padahal saya memiliki banyak kekurangan. Maka beginilah saya, begitu pemalu dan hanya memiliki sedikit kepercayaan diri. Saya sering merasa bahwa saya begitu buruk, karena begitu sulit untuk mencapai kesempurnaan. Saya sering dibanding-bandingkan dengan orang lain yang memiliki kelebihan, tanpa menyadari bahwa mereka pun memiliki kekurangan.

Dan lebih buruknya saya sering tidak tahu bagaimana cara untuk bersikap.

Tetapi pada akhirnya, saya memberontak. Saya ingin bebas dan menjalankan hidup dengan cara saya sendiri, dengan segala konsekuensinya. Setiap orang memang harus bertanggung jawab pada segala jalan yang ia pilih, kan.

Perlahan-lahan, saya membangun keberanian. Selama ini saya bukan apa-apa, dan sekarang saya juga tidak terlalu berusaha untuk menjadi "seseorang" di mata orang lain. Rasanya itu terlalu ambisius. Lagi pula, saya lelah untuk dituntut menjadi sempurna. Saya lelah menjadi orang lain. Saya ingin orang-orang melihat saya sebagai diri saya sendiri, dengan segala kekurangannya.

Tidak mudah, memang, untuk memutuskan dan melakukan banyak hal sendirian. Tapi dengan itu saya merasa hidup dan bebas.

Friday, June 21, 2013

Daily Babbling

"Udah, kalo bikin skripsi nggak usah susah-susah, nggak usah dibikin ribet. Skripsinya "dioplos" aja dari skripsi yang lain, di internet juga banyak tuh. Toh kasus di setiap tempat kan hampir mirip." Kata seorang ibu kepada saya. Saya hanya tersenyum mendengarnya, tetapi hati saya merasa miris. Pantas saja Indonesia tidak maju-maju, Rakyatnya saja banyak yang hanya mengandalkan copy-paste. Padahal ibu tersebut adalah seorang pegawai pemerintahan yang saya temui di kantornya.

Memang, urusan mengerjakan skripsi atau tugas akhir itu tidak mudah. Butuh penelitian dan observasi bagi orang sosial seperti saya, serta eksperimen bagi orang-orang sains. Tapi bukan berarti "mencatut" seperti itu dapat dibenarkan. Bagi saya, skripsi bukan hanya sebagai sebuah syarat kelulusan, tetapi juga karya. Dan saya tentu saja tidak mau karya saya jelek dan asal-asalan.

Saya mengambil skripsi tentang sejarah maritim. Bukan hal yang mudah membuat skripsi sejarah, apalagi yang bertemakan maritim. Awalnya terasa seperti "bunuh diri", karena sulit sekali untuk mendapatkan data-data primer. Di Indonesia sendiri sudah bukan rahasia lagi jika rakyatnya tidak terlalu menghargai arsip. Tetapi karena saya menyukai hal yang saya teliti, maka saya kira saya bisa bertahan dengan semua proses kerasnya.

Ah iya, lokasi penelitian saya di Palabuhanratu, sebuah daerah wisata di selatan Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Sukabumi. Jadi tidak salah kan jika saya menikmati proses pembuatan skripsi saya, karena saat mencari data saya seperti sedang setengah liburan. Walaupun terkadang terasa sepi juga, karena sudah jauh-jauh ke Palabuhanratu, tapi saya tidak ada teman untuk menikmati waktu "liburannya".

Sekarang bahkan saya sudah hampir lupa kapan terakhir kali saya ke luar kota benar-benar untuk liburan.. :|

Thursday, June 20, 2013

Happiness

.Pic taken from here.

Hidup itu penuh dengan emosi. Senang, sedih, bosan, semangat, dan rasa lainnya. Saya merasa bahagia saat ini, entah kenapa. Padahal masih banyak keinginan saya yang belum terpenuhi. Saya hanya menerima dan menikmati proses yang saya lalui. Tak mudah memang, namun hati saya tenang.

Seharusnya memang ketenangan itulah kebahagian yang hakiki, bukan?

Semoga ketenangan selalu menyelimuti saya dan orang-orang yang saya sayangi.
Semoga. Aamiin.. :)

Wednesday, June 19, 2013

Hangat

Seperti tersadarkan, perlahan saya paham kenapa hati saya terasa hangat.

Saya telah memutuskan untuk mencoba menerima segala hal, walau saya memiliki banyak pertanyaan akan banyak hal yang terjadi di sekitar saya. Saya hanya berusaha tulus, walaupun terkadang saya masih memiliki harapan lebih ketika melakukan sesuatu untuk orang lain. Saya masih berusaha untuk lebih tenang dan lebih menjadi diri saya sendiri dengan segala keanehan yang saya miliki, mungkin.

Saya hanya sedang belajar untuk peduli terhadap orang lain dengan tulus, untuk saya sendiri. Karena rasanya hangat, ketika bisa menjaga orang lain. Setidaknya hal itu yang bisa saya lakukan sekarang, sembari menunggu kehadiran orang yang mampu menjaga saya.

Tapi, diam-diam saya masih memiliki pertanyaan. Adakah ketulusan yang benar-benar murni?

Tuesday, June 11, 2013

Mengingat

Saya ingin lupa, walau untuk mendapatkannya saya harus tersaruk-saruk. Tapi bukankah hal yang paling menyedihkan adalah ketika tidak punya hal-hal lagi untuk diingat?

Terbata-bata, saya masih mengingat.

Friday, June 7, 2013

Untitled.

Seperti mimpi, pertemuan itu.

Dia datang lagi, membawa luka. Mungkin memang seharusnya pertemuan itu tak pernah ada. Ah, tapi bukankah luka telah menjadi bagian mutlak dari diri manusia?

Entah kenapa kenangan yang tertinggal terlalu menyesakkan dan tidak meninggalkan banyak udara kebebasan. Kini mengingat hanya menjadi pelampiasan yang semakin menumbuhkan gurat. Saya mau lupa, tetapi menginginkannya sama saja dengan berharap saya bisa terbang tanpa sayap.

Tuesday, June 4, 2013

Biasa - Tak Biasa

Hidup itu pakai hati, bukan pakai mulut buat ngeluh. Selama ini saya hanya melakukan hal-hal yang menurut saya benar, walaupun banyak orang yang (mungkin) menggunjing dan mencemooh saya di belakang. Tapi, saya cukup bahagia dengan hidup saya saat ini, walaupun masih banyak keinginan saya yang belum terwujud.

Sudah beberapa waktu ini, hati saya terasa hangat, entah kenapa. Mungkin karena saya sudah belajar untuk lebih mudah menerima, ikhlas, atas apa-apa yang saya alami dan miliki. Saya pun telah menguatkan hati untuk mencoba berusaha lebih keras tanpa mempedulikan omongan orang lain. Toh ini hidup saya. Saya selalu percaya, bahwa setiap manusia memang berjuang sendirian. Tidak secara harafiah, hanya saja saya pikir bukan orang lain yang akan mewujudkan mimpi saya, tapi diri saya sendiri. Karena orang lain pun punya hidup masing-masing, bukan.

Beberapa waktu ini ada beberapa teman saya yang terlihat "berbeda". Dari yang awalnya riang, berubah menjadi dingin. Memang, akhir-akhir ini kami dilimpahi banyak tanggung jawab yang jujur saja menguras banyak hal, termasuk waktu, pikiran, dana, hingga perasaan. Tetapi itu semua saya anggap sebagai suatu bentuk perjuangan. Dan saya percaya bahwa apa-apa yang saya korbankan akan terbayar oleh hasil yang kelak akan saya dapatkan. Tapi sepertinya beberapa teman saya itu tak sependapat. Saya pikir mereka lelah. Hanya saja yang menyebalkan adalah ketika mereka mengeluh atas "beban" mereka, padahal menurut saya apa-apa yang mereka lakukan itu belum seberapa dibandingkan dengan yang dilakukan oleh saya dan teman saya lainnya.

Memang daya tahan orang itu berbeda-beda, begitu pula dengan batas masing-masing. Tapi tetap saja saya kecewa. Saya pikir teman-teman saya itu memiliki pemikiran yang kuat, karena pada awalnya mereka "bicara banyak". Saya kini merasa dikhianati.

Saya memang tak pernah suka dengan orang yang "bicara banyak" pada awalnya, namun kemudian "mengeluh banyak" pada akhirnya tanpa benar-benar mencoba lebih keras. Ya, hidup ini tak mudah, dan apa-apa yang kita inginkan tak mungkin datang sendiri tanpa adanya perjuangan. Lalu, apakah orang lain bisa disalahkan jika keinginan itu tak tercapai? Tentu tidak, bukan.

Lelah itu biasa, menyerah juga biasa. Ya silakan kalau mau jadi orang yang biasa saja :)

Monday, June 3, 2013

Perjalanan-Perjalanan

Kemarin-kemarin saya melakukan beberapa perjalanan lagi. Tidak jauh-jauh, hanya ke beberapa tempat yang diantaranya mungkin menjadi kota tempat menetap saya nantinya. Entah kenapa saya memang tak begitu nyaman dengan kota tempat tinggal saya sekarang. Orang-orangnya terlalu kaku dan kurang ekspresif menurut saya. Membosankan. Apalagi saya pikir sudah tidak ada lagi orang yang "mampu" menahan saya untuk tetap tinggal di kota ini. Maka saya putuskan setelah lulus nanti, saya akan pindah. Kecuali memang ada hal-hal yang benar-benar memaksa saya untuk tetap tinggal.

Saya tidak tahu apakah kota yang baru nanti akan lebih menyenangkan atau tidak. Tapi mencoba masih lebih baik dari pada tetap diam menikmati kehidupan yang statis. Sampai saat ini juga saya masih ingin melakukan perjalanan lagi, mungkin karena saya masih mencari.

Banyak orang yang heran dengan saya. Saya perempuan, tapi saya seperti "nekat" jika saya memiliki keinginan, bahkan hingga seolah menghapus bias gender. Saya hanya ingin hidup dan bahagia dengan cara saya sendiri, walaupun untuk mencapai itu tidak mudah. Mungkin nanti akan ada saatnya saya akan berhenti melakukan "perjalanan", jika saya benar-benar telah menemukan apa-apa yang saya cari. Entah kapan.

Tuesday, May 28, 2013

Seandainya..

Terkadang yang paling membikin sesak bukan kehilangan seseorangnya, tapi rasa yang ikut terbawa. Seandainya melupakan jauh lebih mudah dari mengingat..






Seandainya...






~

Sunday, May 12, 2013

Feeling Guilty (?)

Saya sedang merasa bersalah pada beberapa orang, tetapi rasa-rasanya saya bukan berada dalam posisi yang patut dipersalahkan. Saya tak tahu harus berbuat apa sekarang..

Saturday, May 11, 2013

Orang yang Salah

*Pic taken from random googling*

Pernah pada suatu masa, saya bertemu dengan seorang laki-laki. Bisa dibilang ia menjadi salah satu orang yang begitu tulus pada saya. Selama beberapa lama saya tak melihatnya sebagai seorang "laki-laki". Bagi saya ia sama dengan teman saya lainnya. Namun selama itu ia hampir tak pernah melepas saya, dan selalu berusaha untuk menemani saya. Hingga akhirnya "hubungan" kami mulai mengendur. Setelah kami "berpisah", saya baru menyadari hal-hal apa saja yang telah ia lakukan untuk dan bersama saya. Saya kemudian sedikit menyesali perpisahan itu. Hanya saja yang paling saya sesalkan, saya tak pernah benar-benar membuat kenangan untuknya. Karena selama itu saya tak benar-benar meresapi kebersamaan kami. Hanya saja ia, yang pertama kali meninggalkan jejak bagi diri saya.

Pernah pada masa lainnya, saya dekat dengan seorang laki-laki. Kami saling "menggenggam" dan "menopang". Kami sama-sama memiliki kelemahan, namun kami juga sama-sama menguatkan. Hampir tak ada lagi rahasia diantara kami. Hingga pada akhirnya saya harus meninggalkan kota kami. Dan ia pun sempat mencetus ingin menyusul saya. Namun saya tak mau, karena ia sempat membuat suatu kesalahan yang tak bisa saya terima. Dan kini ia telah terikat secara sah dengan perempuan lain. Saya bahagia untuknya. Hanya saja kehadiran saya sebagai teman lama dianggap sebagai pengganggu bagi perempuannya kini. Ya, memang sudah saatnya kita berpisah bukan?

Pada masa berikutnya, ada seorang laki-laki yang datang ke kehidupan saya secara tak disengaja. Katanya, ia menganggap saya sebagai teman baiknya, dan melarang saya untuk jatuh hati padanya. Awalnya saya ingin tertawa, karena saya memang bukan orang yang mudah jatuh hati. Namun ternyata saya terlalu percaya diri saat itu. Ia berhasil meruntuhkan benteng yang sempat saya buat dengan caranya yang tak biasa. Selama itu pula, ia memperlakukan saya tak seperti sekadar seorang teman. Entahlah ia menganggap saya apa. Hanya saja saya rasa kami seperti saling mengorbit satu sama lain. Selama beberapa lama ia menguasai dunia saya. Ia membutuhkan saya dan saya membutuhkan dia. Bahkan dengannya, saya seperti menemukan diri saya yang sebenarnya. Namun hal yang paling menyesakkan adalah, saya menyadari bahwa saya baginya bukanlah orang yang tepat, dan ada banyak hal dalam dirinya yang tak bisa saya terima.

Selama beberapa waktu, ia berhasil membuat saya menangis. Ia bilang saya cengeng. Hanya saja ia tak tahu, bahwa saya memang sulit menahan diri ketika berurusan dengannya. Dalam pikiran terburuk saya, ia mungkin memang tak pernah benar-benar "memandang" saya. Dan pada akhirnya perpisahan hadir kembali. Saya menangis di depannya saat itu, karena saya merasakan kehilangan yang amat sangat. Saya berkata padanya bahwa saya tak bisa lupa padanya, walau betapa inginnya saya. Jika bisa pun, saya tak tahu, apakah saya masih bisa mengalami rasa sedalam itu terhadap orang lain..

Saya ingat, dia pernah berkata pada saya, urusan hati adalah urusan pribadi masing-masing orang..

Saya bukan orang yang tepat baginya, mungkin begitu pun dia bagi saya. Ia pernah bilang pada saya, suatu hari saya akan menemukan orang yang tepat, entah kapan. Dan saya pun sudah ikhlas dengan perpisahan itu. Pada akhirnya, saya harus bisa melepaskan, kan..

Tak Bebas?


*Pic taken from random googling*

"walau kemana pun kau ingin terbang, selamanya kau akan selalu terikat.."

Hai. Sudah cukup lama juga saya tidak menulis di jendela ini. Minggu-minggu kemarin saya terlalu sibuk dengan penelitian skripsi saya. Selain itu saya memang seperti ingin menghilang dulu, dengan menciptakan me-time yang sudah sekian lama tidak saya dapatkan.

Hanya saja saya menyadari suatu hal. Ketika saya sendiri itu rasanya begitu dingin. Pikiran saya tenang, hanya saja tidak untuk hati saya. Pada akhirnya setiap manusia memang membutuhkan teman, untuk saling bicara dan mendengar.

Pernah seorang teman bilang pada saya, bahwa ia ingin pergi, meninggalkan dan melupakan semuanya. Bahkan ia bilang bahwa saya juga termasuk salah satu bagian yang akan ia lupakan. Hal itu ia lakukan karena ia ingin hidup bebas, tanpa terikat dengan orang lain, kecuali dengan orang tuanya. Bahkan saya rasa, ia belum merasa bebas dengan ikatan pada tanah yang dipijaknya.

Saya tak mengerti, namun saat itu saya mengagumi cara pandangnya akan hidup. Karena saya pun ingin bebas, setelah sekian lama hidup terikat. Akan tetapi, apakah saya siap untuk benar-benar hidup sendirian?

Orang-orang datang, orang-orang pergi. Baginya sesederhana itu.

Andai saja memang sesederhana itu. Hingga kini saya masih sangat ingin melupakan banyak hal, banyak kenangan. Karena kenangan-kenangan itu yang mengikat saya, dan menjadikan saya tak terbebas, terutama oleh masa lalu. Memang pada akhirnya saya tak bisa lupa, dan (mungkin) itu yang menjadikan saya lebih manusiawi.

Dan yang saya yakini kini, tak ada manusia yang benar-benar bebas, begitu pun dengan teman saya. Selama manusia memiliki hati, ia tak akan pernah bebas..

Tuesday, April 30, 2013

Perempuan

"apa lagi yang bisa dilakukan perempuan saat berada di titik terendah tanpa benar-benar memiliki seseorang.."

Ada kalanya, setangguh apa pun perempuan, ia tetap berakhir menangis. Karena terkadang, sebuah tangisan dapat memberikan kekuatan. Hanya saja tak banyak orang yang paham akan hal itu.

Ada kalanya, seorang perempuan memiliki hati yang lebih keras dari batu. Karena terkadang, dengan mengeraskan hati menjadi satu-satunya tameng yang menutupi lemahnya perempuan.

Hanya saja, dunia perempuan begitu rumit. Tak perlu dimaknai maupun diartikan. Cukup dipahami, bahwa kami perempuan, memiliki hati dan keyakinan yang sulit ditemukan batasnya.

Jadi, selamat memahami kami.. :)

Monday, April 22, 2013

Tak Terikat

Pernah ada suatu masa dimana kita bersama.Kau dan aku duduk bersisian, saling berdiam diri. Pikiran kita terlalu sibuk mencerna keramaian yang melintas berdampingan dengan kita. Tapi kita sama-sama tahu, malam itu sama dinginnya dengan malam-malam sebelumnya.

Tak pernah aku kira bahwa kehilangan itu begitu menyesakkan dan meninggalkan gurat. Aku tak pernah menyesal dan tak akan pernah lupa. Pada akhirnya memang setiap manusia berakhir sendiri. Kau dan aku, dengan jalan yang tak lagi bersinggungan.

Pernah aku berpikir bahwa aku ingin menjadi anak kecil saja, yang masih sanggup bermimpi tanpa terikat dengan realitas.

Friday, April 19, 2013

Kepastian

Tahu nggak, bisa-bisanya saya sekarang kangen sama matematika, hahaha. Saya kangen hitung-hitungan dan mendapatkan jawaban yang benar-benar tepat. Saya kangen ilmu pasti, dimana yang saya tahu hanyalah dua hal: jawaban benar atau salah. Berbeda dengan ilmu sosial yang rata-rata hanya memiliki jawaban yang mendekati kebenaran.

Saya hanya kangen dengan kenyamanan yang ditawarkan oleh kepastian, itu saja.

Sunday, April 14, 2013

Berbicara Jodoh

Beruntunglah mereka yang telah menemukan pasangan hidupnya masing-masing. Nyatanya menemukan orang yang tepat untuk menjadi pasangan hidup itu tidak mudah. Tidak hanya cinta yang dibutuhkan, tetapi juga pengertian dan kesiapan untuk menerima segala konsekuensi. Karena hidup bersama itu sama saja dengan kehilangan sebagian kebebasan yang dimiliki.

Saya kenal seseorang yang begitu ingin bebas. Mungkin baginya pernikahan itu tidak penting, karena justru hal itu malah akan mengikat dia. Saya sempat kagum dengan jiwa bebasnya, dan memang saya sempat "terjatuh" padanya. Tapi saya rasa saya tidak bisa seperti dia. Saya juga ingin bebas, tapi itu bukan tujuan utama saya. Ya, semoga dia bisa mencapai tujuannya, begitu juga saya.

Saya bukan lagi seorang remaja tanggung, bohong rasanya jika dibilang saya tidak memikirkan kehidupan saya mendatang. Soal pasangan hidup juga menjadi salah satu hal yang saya pikirkan. Saya masih sendiri hingga kini. Banyak yang bilang saya keras kepala, tapi bagi saya mencari pasangan itu bukan hal yang main-main. Tidak seperti memilih pernak-pernik di etalase kaca yang indah secara visual namun rapuh. Yang saya butuhkan adalah orang yang kuat untuk dirinya sendiri, dan mampu menguatkan saya.

Mungkin saya juga bukan orang yang mudah, bukan untuk ditaklukan, tetapi dipahami. Selama ini pun saya seringnya ketemu dengan orang yang "salah". Ada yang main-main, perangainya buruk, hingga orang yang hanya mementingkan fisik. Yang terakhir itu yang paling menyebalkan. Dulu waktu saya SMA, saya pernah direndahkan seseorang karena fisik saya yang mungkin baginya tidak rupawan. Selain itu, penampilan saya dulu memang sembarangan, tomboi. Dan akibatnya dalam sekali, karena hingga sekarang saya masih trauma dan seringkali merasa minder dengan fisik saya.

Dulu saya juga pernah bertemu dengan seseorang yang menurut saya tepat. Dan dia juga menyukai saya apa adanya. Hanya sayang, kami tidak bisa bersama akibat kesalahanya sendiri. Saya pun kembali sendiri.

Seorang teman pernah bilang, jika saya belum menemukan pasangan hidup yang pas, yakinlah bahwa jodoh saya juga sedang berusaha keras untuk mencapai saya, jadi saya harus bersabar. Yang harus saya lakukan adalah mencari dan menunggu, serta berdoa tentunya. Semoga saya bisa segera bertemu dengannya.

Thursday, April 11, 2013

Random

"Siapa yg tahu akan masa depan? Maka siapa kau, berani mengusik jalan yang saya pilih."

Sunday, March 24, 2013

Akar dan Tanah

Sudah beberapa hari ini saya berada di rumah orang tua saya, di tanah dimana saya tak sempat menumpang lahir. Jadi saya tak tahu, apa kota kecil tempat saya tumbuh ini dapat saya katakan sebagai kampung halaman? Saya sendiri terkadang merasa bahwa saya tak layak.

Saya terlahir dengan akar yang berasal dari moyang yang berbeda. Saya kira darah saya terdiri dari campuran, yang karenanya saya tak tahu apakah saya harus bangga atau sedih. Hampir seumur hidup, saya tinggal dengan orang-orang yang memiliki budaya dan bahasa ibu yang berbeda, sehingga di rumah saya dan keluarga terbiasa menggunakan sebuah lingua franca sebagai penengah. Hasilnya, saya tak terlalu memahami bahasa ibu ataupun ayah, bahkan saya nyaris tak pernah diperkenalkan dengan kebudayaan mereka masing-masing. Saya kemudian tumbuh dengan budaya yang saya cari dan pelajari sendiri.

Saya sering merasa, hidup dengan keluarga yang memiliki kebudayaan berbeda yang sama-sama kuat itu sedikit tidak menyenangkan. Saya tak pandai berbahasa daerah, logat saya aneh, bahkan saya tak begitu tahu mengenai adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Terkadang saya merasa seperti alien, orang asing yang tak tahu apa-apa. Ketika saya sendiri akhirnya terjun pada bidang budaya, saya semakin menyadari bahwa saya memang tak banyak mengerti, bahkan pada hal-hal kecil seperti mitos-mitos yang banyak didengungkan oleh orang-orang tua.

Bukannya ibu saya tak pernah mengenalkan budaya daerah pada saya. Hanya saja karena keluarga saya merantau, maka budaya yang sekilas diperkenalkan ibu saya tak terlalu meninggalkan bekas. Saya hidup dengan dongeng-dongeng yang saya temukan dalam buku-buku ataupun yang saya ciptakan sendiri. Pada akhirnya saya memiliki dunia sendiri yang terkadang, saya akui, memisahkan saya dari dunia nyata. Bukan, saya bukan pengkhayal. Hanya saja saya merasa dunia saya berbeda.

Dari dulu saya merasa berbeda, namun bukan berbeda dalam arti yang baik atau kebalikannya. Saya hanya merasa seperti tak mengikuti aturan setempat, aturan tak tertulis atau terkatakan mengenai apa-apa yang seharusnya dilakukan dan dipahami. Bahkan terkadang saya merasa terpenjara dalam dunia yang saya tak mengerti. Saya masih kecil saat itu, belum banyak memahami apa-apa, tapi saya tahu bahwa ada yang salah dengan diri saya. Saya merasa tak terikat dengan tanah tempat saya tumbuh ini. Saya merasa seperti tanah ini bukan rumah saya, bukan tempat saya untuk pulang. Entahlah.

Kemarin saya berkumpul dengan teman-teman lama saya. Entah kenapa saya merasa semakin jauh, seakan bahwa dunia kami berbeda. Saya tak tahu dan jujur saja, saya merasa sedih. Terkadang saya ingin mengeratkan ikatan saya dengan tanah ini dan mengakuinya sebagai kampung halaman saya. Tapi bahkan saya tak mengerti akar dari tanah ini. Itu sebabnya saya merasa tak layak. Maka beginilah saya, tak jelas dan masih berusaha mencari tanah yang bisa saya kenali akarnya.

Jadi, apakah salah jika saya tak memiliki ambisi yang kuat untuk kembali pada tanah ini?

Terkadang saya merasa seperti pengkhianat.

Monday, March 18, 2013

Random

Saya (mencoba) baik-baik saja kok, kalau kamu mau tahu..

Sunday, March 10, 2013

Selfnote..

Kalau sedang musim hujan seperti ini, biasanya tingkat kerinduan saya terhadap banyak hal semakin bertambah. Seperti saat ini, saya sedang memendam rindu yang tak mungkin tersampaikan. Ah, bukan tak mungkin tepatnya, hanya saja memang tak bisa. Karena rasa rindu itu hanya akan saling menyakiti. Jadi saya pikir lebih baik begini, rindu secara diam-diam.

Ah, melantur lagi..

Sekarang saya sudah semester delapan, semester dimana seharusnya saya sedang sibuk-sibuknya menyusun skripsi. Oke, sebenarnya sih belum. Kuliah saya sudah habis, tapi saya masih saja berkutat pada pembuatan proposal skripsi. Bukannya saya malas, tapi memang menyusun skripsi sejarah itu nggak gampang. Apalagi saat menentukan topik apa yang ingin dibahas, belum lagi memikirkan ketersediaan arsip dan sumber primer lain. Jadi hasilnya, di jurusan saya ini jarang sekali mahasiswa yang bisa lulus tepat waktu. Dalam jangka empat tahun maksudnya. Sementara orang tua saya sudah memaksa saya untuk lulus cepat. Saya juga penginnya sih lulus cepat, semoga bisa.

Umur saya sudah 21 tahun, dan di akhir tahun nanti umur saya naik kelas ke 22 tahun. Kalau kata orang, umur segini ini sudah waktunya untuk memikirkan pernikahan. Secara jujur saya juga sudah memikirkannya. Hanya saja saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat. Mencarikah, atau menunggukah. Tapi yang jelas, yang saya lakukan sekarang adalah mempersiapkan diri dan mencoba untuk memantaskan diri.

Pernah saya bertemu dengan seseorang, yang pada akhirnya menjadi beberapa orang, kemudian saya berpikir bahwa dialah orang yang tepat. Saya memang tidak menerapkan kriteria yang berlebihan. Saya hanya ingin bersama dengan orang yang mampu menuntun saya, membimbing dan melindungi. Tapi ternyata perkiraan saya terhadap beberapa orang itu salah. Bukannya dia tidak memenuhi kriteria saya, hanya saja memang bukan dia orangnya. Sehingga secara perlahan, saya dan dia berpisah secara baik-baik.

Namun perpisahan yang baik-baik saja pun terkadang menyisakan luka yang begitu dalam. Karena baik-baiknya itu, maka tidak ada rasa sakit hati yang mampu membantu saya untuk melupakan. Entah kapan saya bisa lupa. Maka jadinya saya seperti ini, menyimpan rindu yang tak bisa disampaikan.

Mungkin saya bisa lupa saat saya sudah bertemu dengan orang yang tepat. Semoga saat itu segera datang...

Friday, March 8, 2013

Seperti Bayangan

Pernah ada seseorang yang berkata pada saya, "...emang kau yang ga berani menciptakan realitas, tapi ga mau ngejalanin realitas yang dibuat orang lain. Pesanku, jangan terlalu hobi nyalahin orang lain..."
Saat itu, saya menjawab bahwa saya takut. Saya takut dengan banyak hal, hingga bahkan terkadang saya takut dengan realitas yang ada. Saya selama ini berusaha untuk keluar dari realitas yang telah dibentuk oleh lingkungan saya, keluarga saya. Saya ingin mandiri dan memiliki otonomi sendiri terhadap diri saya. Intinya, saya ingin bebas.

Tapi terkadang saya berpikir, saya seperti menyalahi aturan yang ada. Jika saya ingin bebas, maka saya akan menyalahi hal-hal yang mungkin bagi banyak orang dianggap penting. Ketika itu saya merasakan ketakutan dalam pikiran saya. Saya ingin bebas, tapi saya sendiri belum bisa untuk melepaskan ikatan.

Saya seperti bayangan, abu-abu, tidak jelas.

Perlahan-lahan, saya mulai menyalahkan keadaan. Saya beranggapan bahwa saya sekarang ini adalah hasil bentukan dari orang lain. Padahal teman saya itu mencoba meyakinkan saya bahwa walaupun diri saya ini adalah hasil bentukan, nyatanya saya sendiri yang memang tidak pernah melawan. Jadi semuanya salah siapa? Menurut teman saya itu, sayalah yang salah.

Saya masih takut, dan hingga kini belum menemukan jawaban. Jika saya benar-benar ingin bebas, sanggupkah saya untuk menerima seluruh konsekuensi yang ada?

Saya rasa, sebagai manusia normal jawabannya adalah tidak.

Random

Yang telah pergi biarlah berlalu. Cukup menyimpannya menjadi kenangan, bukan. Hanya saja saya masih mencoba untuk menata kembali.
Saya rasa terkadang pura-pura itu perlu.

Ah, sudahlah.

Aku..

Aku jatuh cinta, padanya yang berada di seberang.
Ia seperti bintang jatuh, hanya sekelebat bayangannya yang mampu ku lihat.
Ia begitu bebas, begitu kekal dalam kebekuan.
Sementara aku di sini terjebak pada masa yang tak terikat,
pada sahara yang menyesatkan dan terkadang begitu memuakkan.
Ia seperti hiasan yang terpajang pada etalase kaca di pertokoan pinggir jalan.
Dengan harga yang aku tahu tak mungkin sanggup aku eja.
Aku serupa penonton, penikmat dari jauh.
Penonton yang hanya sanggup menikmati keberadaannya tanpa ada ekspektasi.
Aku hanyalah kenyataan yang tersamarkan.

Friday, February 15, 2013

Sepi...

"Memang dalam suatu hubungan itu pasti mengenal perpisahan. Seperti umur dan cuaca, tak ada yang kekal."

Perpisahan itu masih meninggalkan jejak yang tak mengenal waktu. Tetapi saya rasa memang harus begitu. Memang setiap manusia akan saling meninggalkan. Namun tetap saja akan datang orang-orang baru yang akan mengisi kekosongan, walaupun dengan cara yang berbeda-beda. Saya harap begitu...

Akhir-akhir ini saya merasa sepi. Bukan rasa sepi karena tidak ada teman atau orang-orang di dekat saya. Rasa sepi ini berbeda. Rasanya kosong. Mungkin psikis saya yang merasa kesepian, karena sejujurnya akhir-akhir ini saya hanya mendapatkan pengalaman dan kepuasan dalam batas fisik.

Akhir-akhir ini juga saya sedang senang kembali pada kebiasaan lama; berjalan-jalan sendirian. Entah kenapa suasana kota malam hari kembali menarik saya untuk mempererat ingatan pada lintasan-lintasan kenangan. Saya menatapi lampu-lampu kota dengan pikiran melayang-layang sembari membelah keramaian yang menurut saya tak biasa. Hanya satu yang tak ingin saya ingat, tetapi justru hal itulah yang mendominasi pikiran saya akhir-akhir ini.

Memang, terkadang memori yang paling ingin dilupakan itu justru menjadi memori yang paling teringat...

Kali ini saya menyadari betapa sepinya hidup saya saat ini. Tidak datar ataupun stagnan, hanya saja sudah lama saya tak merasakan euforia maupun aliran katarsis. Saya sedang jenuh, mungkin.

Setiap orang memiliki rasa sepi. Itu hanya menjadi bagian dari babak kehidupan, kan?

Malam hari, dengan rasa sepi yang dingin.

Thursday, February 14, 2013

Kau, Aku dan Dua Perempuan Lainnya

Aku tak habis pikir, bagaimana bisa aku bisa jatuh pada seseorang seperti kamu. Mungkin aku terlampau kagum pada pribadimu yang tak pedulian itu. Ah, sepertinya perlu aku tegaskan lagi. Pribadimu yang tak peduli pada perkataan orang lah yang membuatku kagum.

Kau pernah berkata bahwa aku berada di dunia antara. Di satu sisi aku ingin bebas, namun di sisi lain aku tak bisa lepas dari ikatan sosial dengan manusia lain. Nyatanya hidupku memang seperti boneka dan terlalu beraturan. Aku mendamba kebebasan namun tak tahu cara untuk menggapainya, Aku terlalu takut pada akibat-akibat yang akan timbul jika aku memaksakan untuk bebas. Sementara kamu telah terbiasa untuk tak mempedulikan hal-hal seperti itu. Bagiku, kau telah mendapatkan kebebasanmu sendiri.

Aku jatuh padamu, namun sayangnya kau tidak. Sebelum bertemu denganku, kau telah lebih dulu terjatuh pada dua orang yang entah bagaimana memiliki suatu hal yang saling mengkaitkan, dan sialnya begitu pula denganku. Kami bertiga memiliki suatu hal serupa. Suatu hal yang dulu aku banggakan, namun kini aku benci. Menurutmu, hal itu adalah kutukan. Kutukan, karena pada akhirnya kami harus berurusan dengan kau.

Berurusan denganmu meninggalkan banyak hal, namun selalu berakhir dengan satu hal; rasa sesak. Ya, diantara kami bertiga memang aku lah yang datang paling terakhir, namun sayangnya aku tidak menjadi yang terakhir. Begitu pula dengan dua perempuan lainnya. Sayangnya kau tak memilih dan memang tak dipilih, bahkan aku pun tak mau meskipun aku telah semakin dalam jatuh padamu. Aku merasa aku tak memiliki hak apapun karena aku hanyalah pendatang, mungkin juga pengusik. Dan mungkin kau memang orang yang salah bagiku.

Tolong doakan saja, semoga lain kali aku bisa menemukan orang yang tepat. Orang yang tak meninggalkan luka terlalu dalam sepertimu.

Kenangan...

Dulu kau pernah berkata bahwa suatu saat kau akan pergi, menghilang dan melupakan. Bagimu masa lalu tak pernah penting dan kau memang tak ingin menyimpan kenangan. Yang telah lalu tak akan pernah berulang dan kau tak ingin mengingatnya. Bagimu kehidupan adalah saat ini dan masa depan.

Kau kerap memperolok aku dengan kegandrunganku terhadap masa lalu. Bagiku menelusuri jejak kehidupan manusia adalah suatu hal yang menarik, namun bagimu hal tersebut sungguh tidak berguna dan membosankan. Terkadang kupikir kau menganggap bahwa masa lalu adalah luka dan kau tak ingin mengenangnya, sedangkan aku kau anggap begitu senang mengungkit-ungkit masa lalu. Nyatanya kau dan aku memang berbeda.

Aku teringat dengan pertemuan terakhir kita di sudut kamarmu yang selalu kau biarkan berantakan. Setiap aku bertanya kenapa, kau selalu berkata bahwa keadaan kamarmu yang seperti itu membuatmu nyaman. Kau tak suka diintervensi oleh orang lain dan lebih suka berbuat semau hati. Aku masih teringat dengan obrolan kita di suatu malam. Kau berkata bahwa kau lebih memilih untuk dijauhi oleh orang lain namun kau tetap menjadi dirimu sendiri dan berbuat semau-maumu. Kau tidak ingin menjadi palsu dan menuruti keinginan orang jika itu tidak sesuai dengan hatimu.

"Aku tidak mengerti."

"Kau memang tidak akan pernah mengerti..."

Kau ingin melupakan dan mungkin juga dilupakan. Tetapi kau tahu, bahwa aku tak akan pernah lupa. Dan hingga kini pun aku tetap tak bisa berhenti mengingat, bahkan hingga waktu-waktu setelah kau pergi.

Semoga kau baik-baik saja, dan semoga kau bahagia. Selamat menempuh jalan masing-masing. Terimakasih, untuk telah memcipta kenangan bersamaku.

Monday, January 28, 2013

Semoga Baik-Baik Saja

Yang menyebalkan dari kenangan adalah ketika tak bisa terlupa, namun tetap tak mungkin terjadi lagi . .

Kau sering bilang kalau saya cengeng, karena saya beberapa kali menangis di depanmu. Kau hanya tidak tahu, bahwa kau adalah alasan terbesar dari setiap tangisan saya itu. Saya bukan orang yang mudah menangis, hingga kemudian muncul alasan yang begitu mengusik saya terlalu dalam. Kau tak pernah tahu, atau mungkin tak mau tahu ataupun peduli . . .

Saya kira dengan mencipta jarak akan membuat saya lebih tenang. Tapi ternyata saya tak sekuat itu. Saya hanya perempuan aneh yang terus mencoba membohongi diri. Bohong bila saya bilang tak peduli kamu. Dan saya tak bisa lupa, tak kan pernah bisa lupa, pada segala kenangan yang telah mengubah kita.

Dan bahkan setelah kau pergi pun saya masih bisa membauimu di udara, merasakan berkas-berkas kehadiranmu. Saya tak bisa lupa, saya bisa apa . . .

Jaga diri baik-baik ya. Semoga saya dan kamu tetap baik-baik saja.

Wednesday, January 23, 2013

SELAMAT MENJADI ASING

.Pic taken from random googling.

Memang sudah guratnya jika manusia berteman baik dengan keterasingan. 
Satu-satunya hal yg tak sempat terasing hanya pikiran. 
Maka disitulah kau bebas . . .

Sudah berkali-kali saya menulis tentang kehilangan, tentang apa yang saya rasakan saat beberapa orang yang dekat dengan diri saya pergi. Saya selalu merasa terganggu jika ada orang terdekat saya pergi, entah pergi karena berbagai alasan. Rasanya seperti diri saya terbagi-bagi, dan salah satu bagian itu perlahan memudar, menghilang. Dan yang tersisa hanyalah kekosongan yang sulit untuk terisi kembali.

Saya telah banyak kehilangan orang, baik dalam konteks saya maupun orang-orang itu yang meninggalkan. Ah, bukankah setiap orang memang akan saling meninggalkan? Karena sejak awal manusia memang sudah ditakdirkan untuk sendiri.

Mungkin sudah saatnya kita menemui jarak dan berteman baik dengan waktu yang tak mengenal tunggu. Ada baiknya kita tak lagi menengok ke belakang, membicarakan masa lalu yang tak lagi akan terjadi. Kita akan baik-baik saja meskipun kita sama-sama menjelma menjadi asing. Pada akhirnya kamu hanyalah sekilas kenangan dalam pikiran yang terus berubah. Hanya jejak yang kau tinggalkan, namun kau telah membawa satu bagian retak dari diri saya. Tapi saya baik-baik saja, setidaknya kita tidak saling menyakiti satu sama lain lagi.


Selamat menjadi asing, untukmu dan untuk saya.

*Bahkan, sebelum kau pergi pun saya telah merasa asing . . .

Wednesday, January 2, 2013

RESOLUSI

Keinginan saya tidak macam-macam untuk tahun 2013. Saya hanya ingin mendapatkan kemudahan dalam memenuhi seluruh tanggung jawab saya, sehingga saya bisa cepat lulus kuliah dan (mungkin) meninggalkan kota mimpi. Saya tidak ingin muluk-muluk, ketemu jodoh di tahun 2013 itu bonus. Bukan berarti saya tidak ingin cepat-cepat ketemu, hanya saja saya sedang lelah, sehingga saya lebih suka membiarkan alur pertemuan itu mengalir seperti air, menunggu saat yang tepat. Tidak terlalu terburu-buru dan memaksakan, yang penting itu saya bisa cepat-cepat terbebas dari "ikatan" seseorang di tahun 2012. Saya ingin bebas.