Friday, January 27, 2012

KOTAK HITAM

Ada sebuah kotak hitam yang langsung menarik perhatian saya ketika saya membuka pintu rumah untuk pertama kalinya pada tahun ini. Bahkan ketika pertama kali saya melihatnya, bibir saya secara tak sengaja menyelipkan sebuah decak emosi. Kotak hitam itu terletak di tengah-tengah rumah saya, agak merapat ke dinding yang masih mengkilat oleh cat baru. Secara halus saya meraba kotak hitam tersebut, membelainya dengan mesra seolah-olah ia adalah sebuah adikarya dari seorang seniman hebat. Ya, bagiku saat itu ia adalah sebuah adikarya.

Dan kotak hitam nan seksi itu adalah sebuah televisi.

Ok, saya terlalu berlebihan. Kenyataannya saya tidak se-lebay itu kok saat melihat televisi di ruang keluarga rumah saya. Tetapi walau bagaimanapun juga saya sempat senang, karena sudah lebih dari 2 bulan saya tidak ketemu TV. Entah siapa yang tega menuangkan gula-gula dalam TV saya yang ada di kost, sehingga TV saya dipenuhi semut-semut hitam putih.

Saya bukan tipe orang yang suka nonton TV, apalagi sampai ketergantungan. Bahkan sebenarnya saya tidak terlalu terganggu dengan rusaknya TV kecil saya di kost. Untuk hiburan, saya lebih suka membaca buku, main internet, atau pergi ke luar. Bagi saya, kost adalah sebuah tempat singgah dan tempat untuk beristirahat. Bisa dibilang saya baru ada di kost paling cepat saat waktu maghrib tiba. Bahkan terkadang saya baru pulang diatas jam 8 malam. Walaupun saya sering pulang agak malam, bukan berarti saya tipe perempuan yang sering main-main dan bersenang-senang. Saya lebih suka menghabiskan waktu saya di tempat lain selain di kost saya, karena ketika saya berada di kost, saya merasa menjadi orang yang useless, karena kerjaan saya terkadang hanya berkisar antara main internet, nonton film di laptop, atau membaca buku yang sudah pernah saya baca. Dari pada begitu, lebih baik saya keluar dan melakukan sesuatu yang lebih berguna kan.

Ok, back to topic. Mengenai TV, walaupun saya tidak merasa ada masalah dengan rusaknya TV saya, tetapi saya agak merasa terganggu juga karena tidak bisa melakukan ritual pagi dan malam saya, yaitu menonton berita. Saya jadi merasa paling terbelakang ketika teman-teman saya mulai membicarakan berita tadi malam, sedangkan saya terlalu sibuk bertanya ada apa. Satu-satunya akses berita yang saya miliki adalah melalui internet, sementara untuk melihat berita di koran agak sulit, dengan terbatasnya dana hidup saya di tanah rantau.

Sekarang di rumah, saya bebas untuk menonton TV sesuka hati saya. Ternyata sudah agak banyak perubahan ya. Banyak artis-artis pendatang baru, hingga menjamurnya girlband-boyband yang meniru-niru gaya korea, serta munculnya berbagai acara TV yang (masih) tidak menarik perhatian saya. Bagaimana saya bisa tertarik, kalau acara TV banyak diisi oleh materi-materi yang tidak mendidik. Terkadang malah saya merasa menjadi orang bodoh ketika menonton acara TV yang "membodohi". Apalagi ketika melihat tingkah laku para artis yang semakin hari kian aneh dan menjadi-jadi, padahal mereka adalah role model bagi banyak orang. Yah kalau begitu, tidak aneh kan bila zaman sekarang banyak orang yang aneh-aneh.

Saya semakin miris dengan banyaknya acara TV yang tidak mendidik bagi generasi baru Indonesia (sebut saja mereka anak-anak). Menurut saya (dan saya kira akan banyak teman-teman seangkatan saya yang setuju), masa kecil paling bahagia adalah masa-masa saya, pada tahun 90-an. Ketika itu acara TV masih ter-filter dengan baik, serta banyak acara mendidik yang memang dikhususkan untuk anak-anak. Dan saya masih ingat kelebihan TV zaman dulu, banyak lagu-lagu yang memang dikhususkan untuk anak kecil. Ya, masa-masa kecil generasi saya memang masa anak kecil yang paling membahagiakan.

Tuesday, January 24, 2012

KOTA SAYA

Sudah berminggu-minggu saya tak menengok jendela buram saya. Bukan apa-apa, minggu-minggu kemarin saya sedang memasuki masa ujian, sehingga saya tidak sempat untuk bercerita. Apalagi saya sempat ditimpa musibah yang cukup membuat pikiran saya kosong berhari-hari. Saya jadi terlalu sibuk untuk menata hati dan mengalihkan pikiran.

Besok saya pulang, pulang ke rumah lama saya dan juga ke masa lalu saya. Besok saya pulang, kembali menjumpai diri saya yang lama, yang jejaknya sempat hilang dalam perjalanan saya di perantauan. Besok saya kembali menelusuri waktu lampau saya, yang berjejak di sepanjang bangunan-bangunan tua dan sela-sela toko kelontong di pinggiran kota saya. Atau mungkin jejak-jejak itu bisa saya temukan dalam lumpur-lumpur pematang. Ah, saya tak tahu . . .

Ah, bahkan kota saya mungkin tak layak disebut kota. "Kota" ini hanyalah sebuah kabupaten kecil, yang bahkan banyak orang lupa akan keberadaannya. Tetapi kota inilah yang menjadi alasan saya untuk kembali, karena saya hidup dari masa lalu.

Tidak, kau salah paham. Saya hidup bukan "untuk masa lalu", melainkan "dari masa lalu". Masa lalu itu yang membuat saya berani untuk memutuskan pergi. Ya, saya pergi, agar saya bisa memiliki kesempatan untuk merasakan kebahagiaan dengan kembali, pulang.

Entah kenapa, langit di kota lama saya selalu nampak berbeda. Lebih biru, lebih bening, lebih memikat, dan lebih damai. Langit di kota lain terasa terlalu menyilaukan, dan saya tidak suka. Saya suka dengan kota lama saya, dengan orang-orang yang lebih ramah, dan lebih bisa menerima hidup. Ah, bukankah hidup lebih damai dengan melihat senyum gratis yang ditebar dimana-mana.

Saya rindu dengan kota lama saya.

Monday, January 2, 2012

TOLONG HARGAI SEDIKIT

Saya saat ini sedang sangat kesal. Bila dilihat mungkin muka saya sudah kusut bertekuk-tekuk dengan bibir cemberut. Mood saya benar-benar sedang buruk dan hati saya benar-benar sedang diliputi rasa sebal yang berlebihan. Banyak hal dan kejadian hari ini yang membuat hati saya lelah, padahal saya kira hari ini adalah hari yang menyenangkan.

Saya ingin marah, tetapi tidak baik juga bila saya melampiaskan amarah saya pada orang lain. Jadi lebih baik saya begini saja, diam di kamar sambil mengetik sampah unek-unek saya dalam post ini. Saya benar-benar merasa menjadi orang paling useless hari ini. Omongan saya tidak didengar, dan jujur saja, banyak yang butuh saya tetapi mereka tidak menghargai saya. Bukannya saya bermaksud tinggi hati, tetapi itulah kenyataannya.

Tadi saya rapat, dan dengan sukses saya meninggalkan rapat itu setelah melontarkan kata-kata yang cukup sinis. Ok, saya memang salah dengan bersikap seperti anak kecil. Tetapi saya benar-benar sedang kesal dan saya tidak suka untuk mengikuti rapat dengan keadaan hati yang tidak tenang. Salah satu alasan kekesalan saya adalah ketika saya tidak ada saya dicari, tetapi ketika ada saya tidak ditanggapi. Mereka meminta pendapat saya tetapi ketika saya berpendapat, mereka berteriak pada saya dan berdebat seperti anak kecil. Padahal ujung-ujungnya pendapat saya dibenarkan juga. Saya hanya tidak suka dengan orang yang tidak punya prinsip, yang hanya mengikuti arus dan mudah disetir. Apalagi orang tersebut berbicara selayaknya dia adalah orang yang paling penting padahal dia tidak mengerti apa-apa. Sebenarnya tidak baik juga bila saya berkata-kata seperti itu. Saya bukannya orang yang gila hormat. Saya hanya capek merasa tidak dihargai.

Bukan hanya masalah rapat itu saja. Saya juga sedang sebal dengan teman-teman saya yang meminta bantuan saya. Namanya teman meminta tolong pasti saya usahakan untuk bantu, walaupun saya juga kerepotan dengan urusan saya sendiri. Saya sudah berusaha untuk menyempatkan waktu saya untuk teman saya itu, tetapi mereka malah melanggar janji yang mereka buat sendiri. Saya pun akhirnya membuang-buang waktu percuma untuk hal yang tidak penting. Dan ini bukan untuk pertama kalinya saya seperti itu. Tidak mengertikah mereka bahwa saya juga punya urusan lain yang terpaksa saya tinggalkan hanya demi membantu mereka.

Bukannya apa-apa, minggu-minggu ini saya benar-benar sedang sibuk dan mempunyai banyak masalah. Besok saya mulai UAS, dengan setumpuk tugas yang belum sempat saya kerjakan. Selain itu, saya juga beban banyak di luar masalah perkuliahan. Saya lelah, namun sepertinya tidak ada yang peduli.

Saya lelah dengan pesan-pesan tidak penting yang pada intinya sama, "Hari ini kuliah jam berapa?", "Dosennya siapa?", "Tugas apa aja ya?", "Besok ujiannya apa?", dll. Kesannya mereka hanya menghubungi saya bila sedang butuh saja. Dan saya lelah dengan pesan-pesan tidak penting seperti itu yang sering mampir di pagi hari saya. Padahal saya sangat tidak suka bila pagi-pagi sudah diganggu oleh hal-hal semacam itu. Tetapi mau bagaimana lagi, bila tidak saya jawab, pasti saya dianggap sombong.

Saya lelah. Tidak mengertikah mereka akan batas-batas yang saya miliki? Tolong, hargai saya sedikit . . .