Monday, June 27, 2011

SEPERCIK RINDU

Ok, saya sedang galau.

Ah, lihatlah, sore ini cerah, namun saya tidak memiliki semangat untuk keluar . . .

Sepertinya penghujung semester ini akan berakhir tidak terlalu baik. Terlalu banyak masalah yang saya hadapi. Saya tidak pernah mencari masalah, tetapi entah mengapa masalah selalu menemukan saya . . :(

Saya rindu rumah. Saya rindu akan kebebasan yang saya rasakan di rumah, rindu akan udara dinginnya, kasih sayangnya, hingga kepulan uap hangat di mangkuk berisi sup itu. Sup rumahan biasa, namun sangat saya rindukan. Saya bahkan rindu pada genting-genting rumah saya yang keabuan, tempat di mana saya merenung di kala senja, sambil sesekali memetik buah rambutan yang memerah.

Ah, tak terasa sudah lima bulan saya belum pulang.

Saya rindu dengan teman-teman lama saya, rindu akan kebersamaan itu, rindu akan hangatnya senyuman dan genggaman yang kita bagi bersama. Ah iya, saya juga rindu dengan langkah-langkah kecil kaki kita saat menyusuri trotoar di sepanjang jalan. Dan juga saya rindu untuk bernyanyi dan bermain musik bersama kalian. Ah, saya rindu untuk bereuni dengan kalian. Bereuni dengan momen indah saat bersama-sama kita menyusuri pematang itu.

Saya rindu untuk memeluk kalian . . .

Dan kini apa lagi yang bisa saya peluk, selain mimpi-mimpi untuk bertemu dengan kalian lagi.

Tahukah kalian? Bahkan saya di sini tidak dapat bermain nada . . .

Wednesday, June 22, 2011

TAK INGATKAH KAU

Saya lelah . . .

Tak tahukah kau akan segala rasa yang ada, di sini, di lubuk ini. Saya lelah, lelah untuk berusaha menggenggam bayanganmu. Tak bisa, karena bayanganmu selalu membias pada sela jemari, tak tergenggam.

Tak ingatkah kau akan masa itu, masa lalu. Saat di sore hari kau menggenggam tangan ini, menyusuri jalan, terbelai angin.
Tak ingatkah kau akan ilalang itu, ilalang keemasan yang menyapu langkah kaki kita, mengubur semua kenangan, tentang kita.
Tak ingatkah kau akan melodi itu, segenggam nada yang kita mainkan bersama. Saya bersama tuts dan kau bersama senar.
Tak ingatkah kau?
Ah, mungkin kau merasa terbebani dengan ingatan kecil itu. Tak apalah.

Kenangan itu, istimewa bagi saya, apa bagimu juga demikian?

Masih ingatkah kau akan janji itu, janji yang terpancar melalui genggaman hati itu . . .

Namun bayanganmu ternyata masih semu. Harus saya apakan untuk bisa menjadi nyata?

Tolong, beritahu saya. Saya lelah . . .



P.S. Hi D . . . saya rindu . . .

Monday, June 20, 2011

MEREKA (KATANYA) 'MAHASISWA'

Mereka (katanya) Mahasiswa.
bangga memakai almamater. Berjalan pongah membusungkan dada. Berdiri berjajar dan berseru, "Benahi perekonomian negeri! Kurangi impor beras! Turunkan harga! Bila perlu, turunkan presiden!"

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Lantang berbicara, memprotes, dan berpikir (sok) idealis. Nyatanya, sebagian besar dari mereka yang turun ke jalan itu jiwanya telah terbeli, atau bahkan mereka mungkin hanya sekedar ikut-ikutan saja.

Mereka (katanya) Mahasiswa.
"Maha"siswa. Siswa yang berada di strata tertinggi. Nyatanya, bahkan dalam ujian pun mereka rela menukar idealismenya dengan sebuah nilai. Dan bagi mereka yang gagal dalam mendapatkan nilai itu, masih mencoba untuk (sok) berpikir idealis. "Ah, apalah arti nilai itu, Sesungguhnya jumlah IPK tidak berpengaruh pada pekerjaan kita nanti." Hai kawan, itu mungkin benar. Tapi mengapa kalian masih saja menyisipkan selembar kertas penuh coretan pada bawah bangku kalian saat ujian berlangsung? Atau bahkan mungkin mencari-cari kesempatan untuk melirik kiri kanan. Ah, mumpung pengawas tidak terlalu awas.

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Mereka berseru kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan rakyat kecil. Ah, tapi bahkan untuk memberikan recehan mereka pada pengemis pun jarang. Sayang katanya, lebih baik untuk membeli buku, yang kebanyakan hanya menjadi pajangan saja, sebagai pertanda, "Ini lho saya, Mahasiswa."

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Benci sekali pada koruptor busuk. Ikut organisasi dan banyak kegiatan kampus. Membuat proposal untuk acara macam-macam. Ah iya jangan lupa, jumlah dananya ditambah. Nanti untuk kuitansi SPJ bisa manipulasi kok, yang penting kita untung. Siapa tahu saja setelah acara selesai bisa pesta-pesta kita.

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Punya tugas menumpuk, deadline di esok hari. "Oh, kami mana sempat," katanya. Gampang, tinggal buka internet, cari data, ctrl+C, ctrl+V, edit, rename, selesai. Oh, mudah sekali untuk membuat tugas. Oh iya jangan lupa, copy juga daftar pustakanya, biar terlihat bagus sekali.

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Pewaris bangsa, calon pemimpin negara. Nyatanya, hampir tiap hari nongkrong dan berkumpul, ditemani rokok dan segepok kartu. Atau mungkin main Play Station. Hey bung, kami juga butuh hiburan!

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Lepas dari orang tua, oh, kami sudah dewasa. Sibuk memadu kasih di sana-sini. "Mumpung masih muda". Bahkan terkadang hingga kelewat batas dan beranak pinak.

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Omong besar ingin ini itu. Ah, yang penting terlihat hebat dulu. Masalah pembuktian dan tanggung jawab, bilang saja, "Saya lagi sibuk, tak bisa mengurusi itu."

Mereka (katanya) Mahasiswa.
Ironis.

P.S. Tulisan ini saya buat atas realita yang saya lihat sendiri. Saya tidak menghakimi golongan tertentu, hanya sebagiannya saja. Bukan berarti semua mahasiswa jelek. Masih ada mahasiswa yang benar-benar idealis dan jujur. Saya sendiri agak tersindir dengan tulisan saya di atas. Ya, mau bagaimana lagi, saya juga seorang mahasiswa.

Thursday, June 9, 2011

HAI MALAM

Saya, yang merindumu malam. Rindu akan kehadiran sang hening. Saya merindukan kesendirian itu. Bukan, bukannya saya tidak mau ditemani. Hanya saja saya sudah terlalu lelah berada di hiruk pikuk ocehan-ocehan tak jelas.

Bahkan hati saya pun sudah terlalu ramai.

Mungkin saya akan menemuimu lagi malam, hingga batas dini hari itu. Hingga siluet keemasan itu menghapus kebersamaan kita.

Ah, saya selalu suka dengan senja, karena itu merupakan gerbang pembuka pertemuan kita, malam.

Malam, akankah pesan itu tersampaikan. Padanya yang sulit untuk dijangkau. Atau mungkin sang "nya" memang tak bisa dijangkau.

Dia seumpama bintang, malam. Terlalu indah, namun juga terlalu jauh. Bahkan untuk bermimpi bisa menggapainya pun saya tak sanggup. Salahkah saya bila mencinta sang "nya", malam?

Mungkinkah kau mengulur-ulur waktumu malam, karena saya sedang ingin berbaikan dengan hening. Saya ingin berdamai dengan gelap, agar saya leluasa melamunkan akan "nya".

Malam, satu hal yang masih mengkacaukan pikiran saya, tentang kadudukan saya dalam hati "nya". Akankah memori tentang saya terhapus, tenggelam dalam sudut recycle bin yang kemudian hanya tinggal menunggu perintah delete. Atau mungkinkah saya akan tersimpan dalam history "nya", sehingga memori tentang saya akan selalu tersimpan, dan bahkan mungkin di klik ulang agar terulang kembali, menjadi suatu memori yang manis . . .

Ah, saya terlalu berharap . . .

Siapalah saya malam, hanyalah sebuah file usang yang menunggu nasib . . .

Saturday, June 4, 2011

KEMBALI, TERHITUNG WAKTU

Kemarin, saya mendengar kabar duka lagi.

Salah satu kerabat dekat saya meninggal dunia. Beliau (ya, beliau, karena beliau adalah seseorang yang saya hormati) menghembuskan nafas terakhir dengan begitu mudahnya, tanpa ada pertanda, namun sayangnya juga tanpa kata. Semua terasa begitu cepat, bahkan tidak ada orang yang sempat memprediksi. Mengapa? Karena beliau adalah salah satu orang paling bugar yang saya kenal. Ya, tentu saja, beliau memang sudah tua, sudah termakan oleh waktu, namun tak lapuk tergerus zaman.

Kematian. Kehidupan. Takdir.

Dan kehidupan itu tak seperti jam pasir, yang berulang ketika diputarbalikkan. Apa yang lebih nyata, lebih pasti dalam kehidupan, selain kematian. Bahkan kehidupan itu sendiri adalah suatu hal yang fana, bahkan mungkin hanya bersifat fatamorgana, hanyalah sebuah refleksi, dan realitas sesungguhnya hadir setelah kematian. Maka, dapatkah disebutkan bahwa kematian itulah sang pembuka, sang akhir yang kemudian menjadi awal dari segalanya?

Maka semua yang hidup pasti akan mati. Semua yang bernafas akan kehilangan udaranya. Semua yang berpijak akan kehilangan penopangnya. Semua yang datang, pasti akan kembali. Kembali, terburu, terhitung waktu . . .