Friday, February 15, 2013

Sepi...

"Memang dalam suatu hubungan itu pasti mengenal perpisahan. Seperti umur dan cuaca, tak ada yang kekal."

Perpisahan itu masih meninggalkan jejak yang tak mengenal waktu. Tetapi saya rasa memang harus begitu. Memang setiap manusia akan saling meninggalkan. Namun tetap saja akan datang orang-orang baru yang akan mengisi kekosongan, walaupun dengan cara yang berbeda-beda. Saya harap begitu...

Akhir-akhir ini saya merasa sepi. Bukan rasa sepi karena tidak ada teman atau orang-orang di dekat saya. Rasa sepi ini berbeda. Rasanya kosong. Mungkin psikis saya yang merasa kesepian, karena sejujurnya akhir-akhir ini saya hanya mendapatkan pengalaman dan kepuasan dalam batas fisik.

Akhir-akhir ini juga saya sedang senang kembali pada kebiasaan lama; berjalan-jalan sendirian. Entah kenapa suasana kota malam hari kembali menarik saya untuk mempererat ingatan pada lintasan-lintasan kenangan. Saya menatapi lampu-lampu kota dengan pikiran melayang-layang sembari membelah keramaian yang menurut saya tak biasa. Hanya satu yang tak ingin saya ingat, tetapi justru hal itulah yang mendominasi pikiran saya akhir-akhir ini.

Memang, terkadang memori yang paling ingin dilupakan itu justru menjadi memori yang paling teringat...

Kali ini saya menyadari betapa sepinya hidup saya saat ini. Tidak datar ataupun stagnan, hanya saja sudah lama saya tak merasakan euforia maupun aliran katarsis. Saya sedang jenuh, mungkin.

Setiap orang memiliki rasa sepi. Itu hanya menjadi bagian dari babak kehidupan, kan?

Malam hari, dengan rasa sepi yang dingin.

Thursday, February 14, 2013

Kau, Aku dan Dua Perempuan Lainnya

Aku tak habis pikir, bagaimana bisa aku bisa jatuh pada seseorang seperti kamu. Mungkin aku terlampau kagum pada pribadimu yang tak pedulian itu. Ah, sepertinya perlu aku tegaskan lagi. Pribadimu yang tak peduli pada perkataan orang lah yang membuatku kagum.

Kau pernah berkata bahwa aku berada di dunia antara. Di satu sisi aku ingin bebas, namun di sisi lain aku tak bisa lepas dari ikatan sosial dengan manusia lain. Nyatanya hidupku memang seperti boneka dan terlalu beraturan. Aku mendamba kebebasan namun tak tahu cara untuk menggapainya, Aku terlalu takut pada akibat-akibat yang akan timbul jika aku memaksakan untuk bebas. Sementara kamu telah terbiasa untuk tak mempedulikan hal-hal seperti itu. Bagiku, kau telah mendapatkan kebebasanmu sendiri.

Aku jatuh padamu, namun sayangnya kau tidak. Sebelum bertemu denganku, kau telah lebih dulu terjatuh pada dua orang yang entah bagaimana memiliki suatu hal yang saling mengkaitkan, dan sialnya begitu pula denganku. Kami bertiga memiliki suatu hal serupa. Suatu hal yang dulu aku banggakan, namun kini aku benci. Menurutmu, hal itu adalah kutukan. Kutukan, karena pada akhirnya kami harus berurusan dengan kau.

Berurusan denganmu meninggalkan banyak hal, namun selalu berakhir dengan satu hal; rasa sesak. Ya, diantara kami bertiga memang aku lah yang datang paling terakhir, namun sayangnya aku tidak menjadi yang terakhir. Begitu pula dengan dua perempuan lainnya. Sayangnya kau tak memilih dan memang tak dipilih, bahkan aku pun tak mau meskipun aku telah semakin dalam jatuh padamu. Aku merasa aku tak memiliki hak apapun karena aku hanyalah pendatang, mungkin juga pengusik. Dan mungkin kau memang orang yang salah bagiku.

Tolong doakan saja, semoga lain kali aku bisa menemukan orang yang tepat. Orang yang tak meninggalkan luka terlalu dalam sepertimu.

Kenangan...

Dulu kau pernah berkata bahwa suatu saat kau akan pergi, menghilang dan melupakan. Bagimu masa lalu tak pernah penting dan kau memang tak ingin menyimpan kenangan. Yang telah lalu tak akan pernah berulang dan kau tak ingin mengingatnya. Bagimu kehidupan adalah saat ini dan masa depan.

Kau kerap memperolok aku dengan kegandrunganku terhadap masa lalu. Bagiku menelusuri jejak kehidupan manusia adalah suatu hal yang menarik, namun bagimu hal tersebut sungguh tidak berguna dan membosankan. Terkadang kupikir kau menganggap bahwa masa lalu adalah luka dan kau tak ingin mengenangnya, sedangkan aku kau anggap begitu senang mengungkit-ungkit masa lalu. Nyatanya kau dan aku memang berbeda.

Aku teringat dengan pertemuan terakhir kita di sudut kamarmu yang selalu kau biarkan berantakan. Setiap aku bertanya kenapa, kau selalu berkata bahwa keadaan kamarmu yang seperti itu membuatmu nyaman. Kau tak suka diintervensi oleh orang lain dan lebih suka berbuat semau hati. Aku masih teringat dengan obrolan kita di suatu malam. Kau berkata bahwa kau lebih memilih untuk dijauhi oleh orang lain namun kau tetap menjadi dirimu sendiri dan berbuat semau-maumu. Kau tidak ingin menjadi palsu dan menuruti keinginan orang jika itu tidak sesuai dengan hatimu.

"Aku tidak mengerti."

"Kau memang tidak akan pernah mengerti..."

Kau ingin melupakan dan mungkin juga dilupakan. Tetapi kau tahu, bahwa aku tak akan pernah lupa. Dan hingga kini pun aku tetap tak bisa berhenti mengingat, bahkan hingga waktu-waktu setelah kau pergi.

Semoga kau baik-baik saja, dan semoga kau bahagia. Selamat menempuh jalan masing-masing. Terimakasih, untuk telah memcipta kenangan bersamaku.