Friday, September 26, 2014

Memandang Langit

Saya suka sekali memandangi langit, terutama langit sore, saat cahaya matahari telah menjadi ramah bagi mata saya. Saat itu adalah salah satu masa dimana saya bisa merasa sedikit bebas, lupa sejenak terhadap berbagai hal.

Saya suka menikmati sore dalam kesendirian, menikmati waktu yang saya ciptakan untuk diri saya sendiri tanpa perlu bertemu dengan orang lain. Tapi dengan itu bukan berarti saya antisosial. Saya hanya belum menemukan "teman" yang tepat untuk mengerti akan keindahan dan kedamaian dari sudut pandang yang serupa.

"Diam itu terkadang indah, sunyi itu terkadang damai. Sendiri belum tentu berarti sepi.."

Saya sering bertanya-tanya, apakah ukuran dari kebahagian? Sementara kebahagiaan tidak selalu berarti tawa. Toh tinggal sewa pelawak saja untuk menghadirkan tawa, sementara pelawak bukan pencipta kebahagian. Lalu, saya pun merenung dan berpikir, bahwa bahkan pemenuhan tujuan manusia pun belum tentu berakhir pada kebahagiaan. Bukankah manusia terkadang terlalu tamak, sehingga akan menciptakan tujuan-tujuan lain yang lebih besar?

Maka, setelah sekian lama, saya memutuskan bahwa kebahagiaan bagi saya adalah letak dimana saya menempatkan sudut pandang pada hidup. Saya sendiri adalah "penentu" bagi kebahagiaan saya.

Sore ini, saya kembali memandangi langit, dengan matahari yang belum kehilangan keganasannya. Saya pun masih mencoba untuk memahami, kebahagiaan seperti apa yang saya inginkan...

Wednesday, September 24, 2014

Orang Itu

"Orang itu, secara tak sengaja, telah membuat saya melupakan diri saya yang sebenar-benarnya. Maka, dengan sengaja, saya kini melupakan dirinya yang sebenar-benarnya.."

Adaptasi Baru

Tujuan, atau obsesi, kah?
Entahah, saya hanya mencoba menjalani hidup saya dengan sebaik-baiknya cara menurut subjetivitas saya.

Saya seperti mengawang-awang, lupa daratan. Lupa pada diri saya sendiri. Sudah satu bulanan ini saya disibukkan dengan aktivitas baru saya sebagai mahasiswa program magister sejarah. Sibuk kah? Mungkin. Tapi untuk kesekian kalinya saya merasa seperti melayang-layang dalam berbagai dunia.

Ada satu hal yang saya rasakan ketika memasuki sebuah rutinitas baru, tapi saya tidak tahu bagaimana menamakannya. Mungkin bisa dibilang rasa itu merupakan perpaduan dari rasa takut, tidak percaya diri, maupun rasa lain yang terkadang meninggalkan rasa mual di perut saya. Ada kenyamanan dan ketidaknyamanan baru yang saya temui, tapi saya rasa kondisi tersebut sangat manusiawi.

Kami bersepuluh, dalam dunia baru yang tak baru. Tak baru, karena memang masing-masing dari kami memiliki latar belakang pendidikan yang hampir sama, tapi dengan pengalaman yang berbeda-beda. Mungkin hanya saya yang justru paling tidak berpengalaman. Nyatanya, dalam hampir dua tahun terakhir ini saya seakan melupakan dunia sejarah dan tenggelam dalam dunia yang saya ciptakan sendiri. Hasilnya, saya terseok-seok.

Jujur, saya merasa malu, ketika melihat sembilan orang selain saya yang (mungkin) begitu mencintai sejarah dan menerimanya sebagai dunia utama. Bukan berarti saya tidak mencintai sejarah, hanya saja pikiran dan hati saya terbagi dengan berbagai hal lain yang juga saya cintai. Saya merasa seperti peselingkuh, ketika pikiran saya terbagi-bagi seperti saat ini.

Apakah saya bisa survive? Harus bisa. Saya memang harus banyak belajar lagi, mengejar ketertinggalan saya dan meraih kembali apa-apa yang tak sengaja saya lupakan. Dunia saya berubah lagi, kini. Tapi dengan tujuan pencarian yang masih sama.

Tapi kini saya seperti kehilangan waktu untuk memenuhi "keegoisan" saya, sebagai suatu bentuk pemenuhan "rasa haus" dalam diri saya. Dilematis memang, tapi itu adalah konsekuensi yang saya sadar betul, akan saya alami ketika saya mengambil keputusan mengenai hidup yang saya jalani kini.

Memang, ada banyak hal yang masih tak dapat terkatakan. Dan hal-hal tersebut seakan begitu meluap-luap dalam diri saya. Ah, yang saya butuhkan saat ini adalah adaptasi dan penyamaan persepsi, agar saya tidak merasa menjadi "orang lain" lagi. Saya masih harus belajar untuk segala hal, dan kembali fokus untuk menjalankan segala konsekuensi (baik atau buruk) dari keputusan saya.

Wednesday, September 17, 2014

Bebas?

Semakin lama, saya semakin kehilangan rasa percaya terhadap kebebasan. Tapi dengan itu, semakin kuat pula keinginan saya untuk mencapainya...