Tuesday, October 26, 2010

GERIMIS ITU



Ingatkan aku, akan gerimis itu.
saat berdiri tanpa ternaungi
senja menggantung, tak lagi membayang
hanya kau . . . dan aku . . .

Ingatkah kau, akan gerimis itu.
saat angin meniupkan serat basahnya
membasahi langkah tak berjejak
hanya kau . . . dan aku . . .

Ingatkan aku, akan gerimis itu.
tatkala ucap teradu kata
hangat menyisir sunyi
hanya kau . . . dan aku . . .

Ingatkah kau, akan gerimis itu . . .

Friday, October 8, 2010

DANDELION


Aku ingin terbang bebas lepas
Layaknya dandelion yang tertiup angin
terbang tak tentu arah
tanpa tujuan, tanpa kepastian
terantar menuju situasi lain . . .

Salahkah bila aku ingin . . .
lari sejenak

Sungguh, aku rindu padamu
angin . . .

aku . . .
ingin terbang . . .
jauh . . .

Thursday, October 7, 2010

SETAHUN LALU, KALA ITU . . .

Setahun lalu, kala itu, memori saya masih lekat dengan masa remaja. Dengan pikiran tanpa batas, terutama saat hati saya masih sering terbentur dalam masalah klasik kedewasaan, saat saya saya tengah melangkah pada hidup baru, dan jiwa baru.

MASA PERALIHAN

Saya baru saja mengalami hal itu. Masa peralihan dari seorang siswa biasa saja, menuju seorang mahasiswa. Mahasiswa, sebuah kata yang bahkan masih asing di telinga saya, kala itu.

Ada banyak orang yang mempertanyakan "kewarasan" saya. Saya yang tadinya anak science, selalu bahagia dikelilingi rumus, tiba-tiba saja memilih jurusan yang jauh dari bayangan . .

"ILMU BUDAYA, SEJARAH"

Jujur, pertamakalinya saya memilih jurusan ini, ada rasa was-was yang terselip. Bagaimana dengan masa depan saya? Bagaimana dengan perasaan kedua orang tua saya yang selalu berharap lebih pada saya. Setiap orang tua, pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Begitu juga saya, saya ingin membahagiakan mereka.

Januari 2009. Saat itulah dimulai pencarian 'keinginan' hidup saya. Ingin jadi apa saya nanti. Bagaimana cara saya untuk memberikan yang terbaik. Saat itu, banyak ptn yang mulai membuka pendaftaran untuk para mahasiswa baru, dengan jalur PMDK dan Ujian Mandiri. Orang tua saya ingin agar saya masuk ke fakultas kedokteran. Ok, saya turuti, walaupun itu bertentangan dengan hati saya. Saya ingin memberikan 'sesuatu' terhadap bangsa ini. Dan saya kira, masih ada jalan menuju Roma.

Berkali-kali saya ikut ujian mandiri untuk menuju fakultas kedokteran. Berkali-kali pula saya gagal. Entah karena hati saya yang tidak begitu niat, atau karena level otak saya yang belum bisa menjangkau.

Saya ingat satu kegagalan saya, yang disebabkan satu kesalahan kecil namun fatal. Saya salah mengisi identitas di lembar jawab komputer. Padahal saya sudah yakin 85%, bahwa jawaban saya betul. Saya juga telah mendiskusikan soal-soal test itu dengan guru-guru saya di sekolah maupun di bimbelan. Namun, itu semua sia-sia. Jujur saja, walaupun saya tidak terlalu minat dengan kedokteran, tapi saya merasa terpuruk.

Saya sempat merasa gagal. Semenjak kegagalan itu, saya dan orang tua saya berbicara dari hati ke hati. And, finally, akhirnya saya mendapatkan restu untuk memilih sejarah. Yippiii . . . (seneng sedikit bolehkan :p).

Semenjak kecil saya suka membaca. Saya cinta Indonesia, saya cinta budayanya, saya cinta sejarahnya, dan saya cinta keanekaragamannya. Banyak orang yang menyindir saya. Kata mereka, "Ngapain masuk sejarah? Buang-buang tenaga saja. Mau jadi apa kamu nanti? Penjaga museum?"

Ada satu hal yang saya sayangkan. Begitu banyak orang yang menyepelekan sejarah. Sejarah bukanlah tentang mereka yang telah mati, namun sejarah adalah jejak-jejak kehidupan mereka, sebagai penuntun kita di masa depan.

Ada orang yang bilang, melangkahlah ke depan, jangan pernah menoleh ke belakang. Namun saya rasa, banyak yang salah kaprah dengan pepatah itu. Bagi saya, pepatah itu berkata bahwa majulah ke depan, dengan memperhitungkan segalanya, tanpa mengulang kesalahan yang telah dilakukan. Sejarah tetaplah penting, untuk hidup yang lebih baik.

Saya tidak takut, dengan masa depan saya nanti. Sekarang yang saya pikirkan, bukanlah apa yang negara dapat berikan untuk saya, tetapi apa yang bisa saya berikan untuk negara, bangsa ini, Indonesia . . .

Tuesday, October 5, 2010

QUOTE

Wat verschijhe, wat verdwijne, 't hangt niet aan eel los geval, in 't voorleden, ligt het heden, in het nu wat worden zal.

(Apa yang timbul, dan apa yang tenggelam,
tidak tercerai berai, melainkan berkesinambungan,
hari kemarin memangku hari sekarang,
dan hari sekarang menumbuhkan hari depan)


Willem Bilderdijk (1756-1831)