Wednesday, November 30, 2011

SKYSCRAPER



Skies are crying, I am watching
Catching tear drops in my hands
Only silence, as it's ending
Like we never had a chance

Do you have to make me feel like
So there's nothing left of me?

You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper
Like a skyscraper

As the smoke clears, I awaken
And untangle you from me
Would it make you, feel better
To watch me while I bleed?

All my windows still are broken
But I'm standing on my feet

You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper
Like a skyscraper

Go run, run, run
I'm gonna stay right here, watch you disappear
Go run, run, run
Yeah, it's a long way down
But I am closer to the clouds up here

You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper
Like a skyscraper


Seberapapun beratnya hidup, sejatuh apapun saya, walaupun tekanan itu menghimpit, saya tidak akan menyerah, karena saya yakin saya bisa. Walau begitu kuatnya tekanan yang kalian berikan untuk menjatuhkan saya, saya akan berusaha untuk tetap bertahan, dan tidak berusaha untuk lari lagi.

Terima kasih atas semua tekanan yang telah kalian berikan, karena walaupun berat, tetapi itu semua telah membantu saya untuk menjadi semakin dewasa. Terima kasih juga atas hari-hari berat itu, saat-saat dimana saya merasa benar-benar sendirian. Terima kasih karena telah menjadikan saya lebih kuat.

Saya ingin melesat lebih jauh, meninggalkan kalian yang terlalu sibuk menghalangi dan menjadi beban orang lain. Terima kasih ya, untuk mengajari saya arti hidup yang sebenarnya . . .
Terima kasih Tuhan, karena sepagi ini Kau telah menyapa dengan segelas hangat air mata . . .

Monday, November 28, 2011

TINGGALKAN


Tinggalkan semuanya, dan bangkit, mudah kan? Setidaknya itu lebih mudah daripada murung tidak jelas di siang bolong. Saya tidak ingin hidup dengan jiwa yang setengah hidup. Mengapa saya tidak memilih untuk hidup? Melupakan seluruh masalah, tidak lagi memikirkan kesedihan (atau kesialan) lagi. Melihat masalah dari sudut pandang berbeda, dan menjadikannya sebagai lelucon yang mudah ditertawakan.

Mengapa saya harus mengharapkan kehadiran orang lain, sementara orang itu belum tentu bersedia untuk memberikan tangannya untuk saya.
Kamu tinggal bangkit Na, bisa kan? Setidaknya kamu harus mencoba menghidupkan hidup . . . :)

*Sebuah postingan singkat di tengah gundukan tugas. Bahagianya masih memiliki tugas, setidaknya saya masih punya tujuan dan kesibukan :)

Sunday, November 27, 2011

BAD DAY


Saya sedang merasa jatuh. Fisik saya yang sedang lemah karena beberapa hari ini saya memang sedang sakit, hati yang masih kacau, serta pikiran saya yang buntu semakin memperburuk keadaan saya. Saya ingin beristirahat, tidur sejenak, namun tugas memaksa saya untuk terjaga. Tugas yang saya tidak tahu harus saya apakan, dan selama dua minggu ini selalu saya pikirkan, bukan dikerjakan. Padahal deadline-nya besok *murung.

Dan parahnya, hari Minggu begini saya harus ke kampus, mengikuti agenda yang katanya bisa sampai larut malam. Lalu bagaimana nasib tugas saya??? :'(

Oia, ini tanggal tua ya? Haha *ketawa suram.

Tiba-tiba saya ingin mengubah mindset saya. Saya ingin mencoba merubah diri saya ke arah yang lebih baik, menghilangkan trauma dan ketakutan saya, serta melihat seluruh masalah dari sisi yang berbeda. Saya juga ingin sekali berpikir positif, mengurangi beban dengan menerapkan asas praduga tak bersalah. Saya ingin berhenti menyalahkan orang lain. Saya tidak ingin keadaan berubah menjadi semakin buruk, tetapi itu semua ternyata susah ya.

Saya ingin bermimpi lagi, dan berjuang untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Saya sering tertegun lama ketika memandangi coretan daftar mimpi saya yang saya tempel di dinding kamar. Betapa mudahnya dulu saya bermimpi dan membayangkan kehidupan bahagia di masa depan, saat saya menggapai mimpi-mimpi itu. Tetapi, semakin saya tumbuh dewasa, ternyata saya semakin terjebak pada realita.
D, kau tahu tidak, semua semakin terasa sulit, karena saya sendirian. Saya butuh kamu sebagai penyemangat saya, karena kamulah sahabat terbaik saya, orang spesial yang pernah hadir dalam buku kehidupan saya. Saya tahu, kamu tidaklah hadir untuk menjadi bagian awal dari narasi cerita, sebuah prolog yang tak terselesaikan. Kamu itu tokoh penting D, yang mampu mempengaruhi jalan cerita hidup saya. Kehilanganmu menyisakan halaman kosong yang tak tahu harus saya apakan, sementara saya tak sanggup mengisi halaman kosong itu dengan kehadiran tokoh lain. Karena mereka bukan kamu D, yang memahami saya dengan begitu detail. Tolong berikan lagi segelas kepercayaan itu . . .
Saya ingin menghilang, setidaknya untuk hari ini saja. Saya sedang sangat ingin beristirahat . . .

Friday, November 25, 2011

TAK SERUPA EKSPEKTASI


Dulu saya kira keputusan saya untuk pindah adalah pilihan terbaik yang bisa saya ambil. Saya ingin melupakan semua, membiarkan cangkir-cangkir hati saya kosong kembali, dan menumpahkan seluruh kenangan dalam jejak masa lalu. Saya ingin bertransformasi menjadi orang baru dan memulai lagi dari titik terendah. Itu semua tidak mudah untuk membangun kembali tanpa pondasi.

Saya ingin melupakan diri saya yang dulu tak tahu apa-apa, dan dengan polosnya mencoba menatap dunia. Saya belajar dan melakukan segalanya hampir sendirian, bukan karena saya ingin, tetapi lebih karena saya terpaksa sehingga menjadi kebiasaan. Saya dulu membayangkan, dengan pindah dan mencoba mencuci hati saya, saya tidak akan sendiri lagi. Sendirian itu tidak mudah dan sangat melelahkan. Namun ternyata hidup baru ini tak serupa ekspektasi, hambar.

Dan saya lupa bahwa saya belum tentu cocok dengan orang-orang baru. Walau begitu saya ternyata bisa sedikit beradaptasi, meski terkadang saya merasa masih belum nyaman. Mungkin sekarang saya sedang memasuki titik jenuh. Saya sedang ingin pergi lagi.

Pada awalnya saya kira hidup di tempat baru akan memberikan warna lain selain hitam dan putih, warna pada masa lalu saya. Saya memang mendapat warna baru, abu-abu. Suram ya, haha *menghibur diri.

Ah, tapi tidak juga kok. Saya terkadang menemukan warna merah dan kuning yang tidak sengaja terselip. Terutama saat saya melihat ke dalam matanya. Mata sewarna malam, namun biasnya mampu memberikan warna lain. Walaupun pindah ternyata bukan jalan yang terbaik, namun ada satu sisi baiknya. Bila saya tidak pindah, saya tidak akan pernah menemukan mata sewarna malam itu.
"Cobalah berpikir positif na, di tempat baru pasti ada cerita baru kan. Adventure is out there . . ."
*Menyemangati diri

Thursday, November 24, 2011

:(



"Ayo Na, kau harus kubur semuanya"

*menggali lubang di hati . . .


HATI YANG TERBOLAK-BALIK

Mungkin saya masih terlalu banyak bermimpi ya. Saya yang begitu terpengaruh dengan dunia imaji dalam film dan buku-buku yang saya temukan. Dunia terlihat sempurna bila dilihat dari balik cermin, hingga saya lupa bahwa dunia asli tidak selalu sama dengan yang diharapkan.

Dunia yang terlalu sempurna membuat saya kesulitan untuk menjejak, terlalu terbuai dengan janji-janji kosong. Ah, baru semalam saya terbolak-balik dengan urusan cinta, sampai tadi saya diterpa kenyataan bahwa perempuan dan laki-laki tidaklah sama.

Urusan hati adalah suatu hal yang sangat sakral bagi seorang perempuan. Tetapi begitukah juga dengan laki-laki? Sementara ketika saya tadi sengaja bertanya pada seorang teman laki-laki, saya mendapat jawaban, yang jujur saja, cukup membuat saya tertegun lama.
"Laki-laki itu terkadang tidak begitu peduli dengan hati atau kebaikan yang tersimpan dalam diri seorang perempuan. Mereka lebih peduli pada faktor fisik, tentang apa yang bisa mereka lihat secara kasat mata . . . "
Benarkah begitu?

Begitu rendahnyakah perempuan di mata laki-laki, ketika penilaian hanya dijatuhkan berdasarkan faktor fisik belaka . . .

Saya jadi teringat dengan perkataan teman saya,
"Na, dari pada kamu bingung dengan masa depan, mending kita buka salon kecantikan yuk? Perempuan-perempuan di masa depan nanti pasti akan menghabiskan sebagian besar waktunya demi perawatan kecantikan. Masjid-masjid akan sepi, karena para laki-lakinya pun akan sibuk memilih-milih perempuan dengan kadar kecantikan yang tinggi."
Padahal kecantikan itu hanya sebuah topeng yang pandai menipu. Ah, ini hanya pandangan subjektif saja . . .

Wednesday, November 23, 2011

TENTANG DIA


Hi D. Entah mengapa urusan cinta itu begitu membingungkan. Dulu, saya sering mentertawakan orang yang begitu berlebihan saat bertemu dengan cinta, mentertawakan betapa cinta dapat menciptakan kekonyolan di siang bolong. Tetapi kini saya mengerti, betapa seriusnya urusan cinta itu.

Sudah beberapa bulan ini saya kebingungan D, saya seperti orang linglung yang tak tahu berekspresi. Saya lelah D, bahkan untuk tersenyum pun saya membutuhkan banyak perjuangan. Dapatkah cinta menghilangkan senyuman D? Bukankah kata orang cinta justru menghadirkan kehangatan . . .

D, saya bingung dengan rasa yang baru pertama kali saya jumpai. Kali ini serius D, sangat serius hingga bahkan mampu membolak-balik dunia saya.

Sudah beberapa minggu ini saya rutin menyibak jendelanya D. Mengendap-endap, meskipun saya tahu itu percuma karena dia tidak akan menyadari keberadaan saya. Melihatnya dari jauh memberi kekuatan tersendiri bagi saya. Namun saya tidak bisa membohongi hati saya D, saya juga ingin melihat dia lebih dekat, dalam jarak yang mungkin lebih rapat dari sekedar sepelemparan batu . . .

D, tidak apa-apa kan bila saya menambah satu lagi catatan isi hati saya. Sebetulnya saya ingin sekali bercerita langsung padamu, mungkin kapan-kapan ya. Entah mengapa saya sedang merasa ditinggalkan. Saya merasa sedang tidak punya siapa-siapa untuk berbagi cerita, atau untuk mencari jawaban atas seluruh hal absurd yang hingga kini tidak mudah saya mengerti.

Salah satu teman karib saya menyuruh saya untuk jujur padanya D. Tetapi saya terlalu takut. Saya mungkin seorang pengecut yang terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Saya tidak tahu harus bagaimana, sedangkan dalam pikiran saya telah terbangun tembok-tembok pembatas yang memilah-milah ruang urusan hati itu.

Tidak mudah untuk jujur D. Betapa sulitnya untuk menjadi diri saya sendiri saat saya menyadari kehadirannya melalui ekor mata saya. Dia serupa matahari D, dengan terik yang begitu menyilaukan sehingga mampu membuat saya terpaku padanya. Bahkan saya sampai lupa dengan kehadiran sang bayang, sebuah realitas yang telah terbiaskan oleh mimpi.

Saya tidak memiliki apa-apa untuk menarik perhatiannya D. Yang saya punya hanyalah bayangan masa lalu, yang kini hanya menyisakan trauma. Betapa kuatnya pengaruh trauma itu D, bahkan hingga kini perasaan pahit akibat rasa takut itu masih dapat tercecap . . .

Dia berbeda sekali dengan saya. Dia seperti memiliki sayap. Dan saya yang masih menjejak tanah terus mencoba berlari, takut kehilangan kelebat kepakannya. Tetapi bukankah perbedaan itu indah D? Perbedaan yang dapat saling melengkapi, saling menyempurnakan.

Haruskah saya bilang padanya D? Memuntahkan seluruh endapan rasa yang memberatkan pikiran saya. Tolong, jangan biarkan saya untuk menoleh ke belakang, ke arah jejak-jejak yang sempat kau tinggalkan. Saya takut tidak bisa kembali lagi, karena hati saya masih terpaut dengan waktu yang sudah berlari jauh denganmu.

Rasa takut itu masih belum hilang D. Dunia saya masih terjebak dalam kotak . . .

Monday, November 21, 2011

RAGU SESAAT

Kata orang jodoh itu ada di tangan Tuhan, apa kamu percaya? Takdir memang ada di tangan Tuhan. Kehidupan, kematian, bahkan hingga pasangan hidup. Terkadang saya berpikir, bila jodoh memang berada di tangan Tuhan, bagaimana dengan mereka yang menikah tanpa berlandaskan cinta? Saya semakin bingung dengan hakikat jodoh itu sendiri. Jodoh itu apakah seseorang yang akan menjadi pendamping hidup, atau seseorang yang kita pilih untuk dicintai.

Cinta dan kehidupan memang dua hal absurd yang sulit dideskripsikan ya . . .

Kata orang, cinta itu tidak bersyarat. Lalu bagaimana dengan mereka yang jatuh hati karena rupa?
"Aku mencintainya karena dia cantik dan menarik", Kata banyak orang.
Saya jadi semakin meragu, apakah masih ada cinta karena Allah. Jadi, bagaimana sebenarnya hakikat cinta itu?

Sunday, November 20, 2011

SUKUH - CETHO

Ini saya dan teman saya, di Candi Sukuh

Saya ingin bercerita mengenai perjalanan saya minggu lalu. Sebenarnya saya sering jalan-jalan, pergi ke berbagai tempat, karena salah satu hobi saya adalah traveling. Tetapi saya saja yang sering malas menulis catatan jalan-jalan saya itu. Minggu lalu saya pergi ke Karanganyar, tepatnya ke Candi Sukuh dan Cetho di kaki gunung Lawu dalam rangka Study Budaya, acara tahunan di kampus saya. Tahun lalu juga saya menjadi panitia dari Study Budaya di Dieng, Wonosobo-Banjarnegara. Tetapi kali ini saya tidak datang sebagai panitia, melainkan datang sebagai tamu senior.

Saya bersama teman-teman jurusan saya berangkat dari Semarang dengan menaiki motor. Pada awalnya, kami sepakat untuk bertemu di pom bensin depan Gedung Serba Guna Undip jam 3 sore. Tetapi ternyata, ngaret memang sudah menjadi budaya di Indonesia. Sampai jam saya menunjuk angka 4 pun masih ada saja teman saya yang belum datang.

Awalnya saya ragu untuk ikut, karena saya tidak ada teman tebengan, sementara saya hanya punya si Ujang --motor saya: Beat hitam F2257YI-- (ok, saya akui saya aneh karena saya menamai motor saya). Saya ragu untuk membawa si Ujang karena katanya, jalan ke Sukuh-Cetho itu sangat curam. Saya takut Ujang tidak kuat, sementara saya hanya seorang perempuan yang tidak terlalu mahir mengendarai motor. Namun akhirnya ada seorang teman laki-laki saya yang bisa membawa Ujang dan membonceng saya.

Kami berangkat jam setengah 4 sore. Di perjalanan, ada saja hal yang menjadi gangguan. Dari teman saya yang nyasar, hujan yang turun tiba-tiba, hingga kecelakaan yang menimpa dua orang teman saya. Alhamdulillah, teman saya tidak apa-apa. Perjalanan pun bisa dilanjutkan kembali. Rute yang kami ambil dari Semarang, Salatiga, Boyolali, Solo, dan terakhir Karanganyar. Kami tiba di Solo sekitar jam 8-9an. Kami yang kelaparan pun segera mencari tempat untuk makan. Namun lucunya, entah kami yang sedang sial atau apa, setiap tempat makan yang kami datangi sudah kehabisan makanan. Akhirnya setelah mencari lagi, kami menemukan angkringan yang masih buka. Angkringan memang sudah lama menjadi sahabat bagi para mahasiswa.

Setelah mendekati kawasan Candi Sukuh-Cetho, jalanan semakin sepi dan gelap. Tiba-tiba saja jalanan mendaki tinggi. Kami yang tidak tahu dan tidak siap pun kaget dan sempat panik. Saya sendiri merasa sangat takut, karena ternyata jalannya memang curam sekali, sedangkan di sisi jalan terdapat jurang gelap. Si Ujang seperti sudah merayap. Bahkan ada salah satu motor senior saya yang tidak kuat naik. Di setiap tikungan tajam saya memejamkan mata karena takut, dan mencengkram jaket teman saya kuat-kuat. Namun akhirnya, kami sampai di kompleks Candi Sukuh pada jam 11 malam.

Keesokan harinya saya memiliki sedikit waktu untuk berjalan-jalan sebentar di Candi Sukuh. Candi ini unik, bangunannya berbentuk seperti bangunan di Suku Maya, dan memiliki relief yang sangat jelas. Selain itu, saya sebenarnya penasaran dengan kata-kata dosen saya. Katanya, Candi Sukuh-Cetho ini vulgar. Dan ternyata benar saja, saya menemukan yoni-lingga yang persis bentuknya dengan kemaluan perempuan dan laki-laki. Saya yang melihatnya jadi jengah sendiri.

Ternyata, jalanan menuju Candi Sukuh belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Candi Cetho. Pada Sabtu siang, saya diajak oleh teman saya untuk mengunjungi kebun teh Kemuning. Saya sih oke-oke saja. Saya pun pergi dengan membawa Ujang dan membonceng salah satu teman perempuan saya. Namun ternyata, senior saya malah mengarahkan motor menuju Candi Cetho. Teman saya yang melihat saya ragu-ragu akhirnya menyuruh saya untuk dibonceng oleh teman laki-laki saya.

Tanjakan menuju Candi Cetho sangat curam, sampai-sampai salah satu motor teman saya tidak kuat. Teman saya yang diboncengnya pun terpaksa turun dan naik dengan berjalan kaki. Saya yang melihatnya geli sendiri, dan meledek teman saya yang terpaksa berjalan kaki itu. Dan ternyata saya terkena karma. Saat di tanjakan yang sangat curam, teman saya tidak sengaja mengarahkan Ujang ke suatu lubang, sehingga Ujang tidak bisa maju. Saya pun terpaksa turun dan berjalan kaki. Namun, semuanya terbayar ketika saya sampai di Candi Cetho. Akhirnya saya dan Ujang bisa juga sampai ke Cetho, hehe :D

Sebenarnya jalan menuju Candi Cetho sangat indah. Kita akan disuguhi pemandangan spektakuler berupa bukit-bukit kebun teh. Aduh, berasa pulang deh saya. Alam Indonesia memang kaya ya. Tidak rugi rasanya saya mampir ke Cetho, walaupun jalannya menakutkan, karena hanya berupa jalan kecil curam dengan banyak kelokan tajam dan bersisian dengan jurang. Tetapi jujur saja, saya malas kalo disuruh ke Cetho lagi, apalagi dengan membawa si Ujang. Ujang kan motor ompong, mana punya gigi. Lebih enak ke Sukuh-Cetho dengan membawa motor gigi, atau motor gede sekalian, jadi kan tidak usah takut motornya tidak kuat.

Perjalanan ke Sukuh-Cetho merupakan salah satu momen yang berharga buat saya. Bukan karena perjalanannya, tetapi lebih kepada kekompakan dan kebersamaan saya dengan teman-teman saya. Semoga kita akan selalu akur seperti ini ya . . .

Thanks to Fajri, yang mau membonceng saya bolak-balik Semarang-Solo dan tak lupa mengajak saya untuk berdoa bersama saat akan naik ke Sukuh-Cetho :)

Saya dan tiga teman saya di pinggir jalan perbukitan kebun teh Kemuning

INTROSPEKSI


Tidak ada manusia yang benar-benar sempurna. Tidak ada juga orang yang benar-benar disukai oleh semua orang. Ada kalanya seseorang tersebut, walau sebaik apapun dirinya, memiliki teman yang ternyata tidak tulus. Dunia ini tidak hanya berwarna putih saja. Kehidupan itu tidak seperti dunia mimpi, dengan komposisi warna yang mudah diatur.

Saya merasa ada beberapa pihak yang tidak menyukai saya. Wajar, karena saya memang tidak sempurna. Tetapi saya paling sebal jika ada seseorang yang membicarakan saya di belakang, sementara di depan saya dia tersenyum manis. Saya suka bila saya dikritik langsung, walau seburuk apapun itu, karena dengan kritik itu saya bisa introspeksi dan berubah ke arah yang lebih baik. Saya juga lebih suka diberi saran-saran membangun, bukan kata-kata penyalahan yang malah memojokkan saya.

Setidaknya dengan begitu saya merasa masih ada orang yang peduli dengan saya, memperhatikan saya, dan ingin saya berubah ke arah yang lebih baik.

Saya yang dulu berbeda dengan sekarang. Entahlah, saya tidak tahu, apakah perubahan ini baik atau buruk. Yang saya tahu, saya harus beradaptasi dengan lingkungan baru, membiasakan diri dengan norma-norma tentang baik dan buruknya. Apa yang baik di lingkungan lama, belum tentu baik di lingkungan baru. Hanya saja terkadang saya merasa terkekang. Saya pun ingin bebas menjadi diri sendiri, tetapi saya merasa terjegal.

Ah, saya tidak boleh begitu. Saya harus memperbaiki diri saya. Saya harus bisa lebih dewasa. Namun lucunya, kedewasaan di sini terkadang malah dianggap tidak bagus. Ya, bukan hanya saya saja yang berubah, setiap manusia juga berubah. Terkadang untuk menjadi berbeda itu malah tidak indah ya . . .

Saya bingung, saya harus berubah menjadi seseorang yang menurut saya lebih baik, atau seseorang yang menurut mereka lebih baik. Terkadang saya merasa sebagian dari diri saya semakin memudar.

Ah, sepertinya saya harus introspeksi diri lagi . . .

Wednesday, November 16, 2011

SURAM


Beberapa hari ini saya benar-benar sedang kalut. Kalau bahasa gaulnya sih galau. orang Jawa bilang, suwung. Entahlah, sindrom galau ini sudah meracuni otak saya, sampai saya megap-megap hanya karena urusan hati.

Saya bingung, cukup bingung untuk membuat mulut saya membisu. Saya seperti orang patah hati yang sedang sakit gigi, berjalan dengan tatapan kosong dan ingin sekali marah pada seseorang. Apakah saya masih labil? Ah, saya memang belum dewasa ya . . .

Saya (lagi-lagi) tersandung banyak masalah, baik itu urusan kuliah, organisasi, pertemanan, bahkan hingga urusan hati . . .
Karena hati tak serupa dengan kain perca, yang mudah kau robek-robek dan jahit kembali. Urusan hati tak seperti dadu, yang kau lempar-lempar dan hanya mengandalkan keberuntungan untuk menemukan nomor yang tepat . . .
Jatuh hati itu ternyata tidak menyenangkan ya, karena tidak saja dapat membuat hati terjatuh. Hidup saya pun seperti terjatuh, seperti tak ada lagi hal lain yang lebih penting dari pada urusan hati itu. Saya lelah terkurung dalam penantian tentang ketidakpastian. Saya lelah terjebak dalam imaji yang terlalu membius. Dan saya lelah untuk berharap . . .

Rasa mual akibat terlalu banyak unek-unek yang terpaksa saya telan ini hampir tidak dapat saya tahan. Saya hampir meledak kemarin, dengan mencoba mengguratkan unek-unek saya di dinding orang lain. Tetapi urusan hati itu terlalu absurd, dan setiap orang memiliki sudut pandang yang berlainan. Tidak mudah bagi saya untuk bercerita kepada orang lain, sedangkan mereka memiliki pendapat yang berbeda dan terkadang malah memojokkan saya.

Saya merasa seperti kura-kura itu, yang terjebak dalam kurungan tempurung. Saya hanya bisa merayap, sedangkan tujuan saya masih berada di seberang sana.

Saya kira saya butuh banyak obat penyemangat, yang bisa menghindarkan saya dari rasa suwung ini. Atau sedosis besar kata-kata menenangkan dari seseorang yang saya percaya. Mungkin dengan berbicara dengan kamu D, saya bisa lebih tenang . . .

Saya rindu untuk bernyanyi lagi denganmu, mengalunkan melodi yang berasal dari hati. Setidaknya denganmu saya merasa bebas, tak terbebani, tak terdikte . . .



P.S. Saya harus bagaimana D,
semua (masih) terasa salah . . .

Tuesday, November 15, 2011

KEMANA

Kemana rintik itu akan bergulir,
Di atas atap rapuh yang berderit,
atau mungkin di atas pagar-pagar berduri.
Tanah merah menguar bau keheningan
di bawah mata sewarna malam.
Kemana kau berlari
saat tersandung nisan tak bersayap
merangkak

Kemana rintik itu akan bergulir
di sela-sela kaki malam itu.
Atau mungkin rintik itu,
masih
diam
mem
basah
sunyi
di celah mata sewarna malam

LOVE


LOVE
Love is like the rain. It always has greyish cloud in the morning, turning into hard rain, and in the afternoon you'll see the amazing rainbow, as a beautiful ending.
It always hard in the beginning. It has many obstacles, and you'll have to get rid of it.
Love is the warmest thing in this world. You never be able to see it. Just feel it, with all of your heart.
Love is like the wind. If it blows too hard, it will destroys everything.
Love is always giving. Love is a miracle.
Love is YOU . . .
Hi D.

Baru kemarin kita bertemu, tetapi rasanya sudah bertahun-tahun. Kemana kamu hari ini? Saya rindu.

Saya masih mengiri pada bayangmu, yang tak pernah lepas terikat dengan langkahmu.

Thursday, November 10, 2011

BLUE SKY COLLAPSE


As I walk to the end of the line
I wonder if I should look back
To all of the things that were said and done
I think we should talk it over

Then I noticed the sign on your back
It boldly says try to walk away
I go on pretending I’ll be ok
This morning it hits me hard that

Still everyday I think about you
I know for a fact that’s not your problem
But if you change your mind you’ll find me
Hanging on to the place
Where the big blue sky collapse

As I stare at the wall in this room
The cracks they resemble your shadow
When everyday I see time goes by
In my head everything stood still

I’m waiting for things to unfreeze
Till you release me from the ice block
It’s been floating for ages washed up by the sea
And it’s drowning, thought you should know that

You see people are trying
To find their way back home
So I’ll find my way to you

Wednesday, November 9, 2011

PERTEMUAN

Dan pertemuan itu tak serupa ekspektasi, hambar.
Aku yang mungkin sulit bersikap semanis perkiraanmu, atau kamu yang masih terlalu kaku.
Aku tak tahu, mengapa kata-kata itu begitu sulit terlontar. Bahkan untuk sebuah sapaan, "Hai, apa kabar?"
Padahal aku di sini sudah menanti terlalu lama.

Kau memainkan jemarimu, menatapku lamat-lamat, sementara tanganku yang tak mau diajak berkompromi sibuk meremas-remas ujung kemeja, memilinnya hingga kusut tak beraturan.
"Bagaimana keadaanmu?" Tiba-tiba kamu bertanya.
"Baik . . ."
Padahal aku sedang tidak baik-baik saja. Aku masih belum terbiasa dengan kesendirian ini. Sesungguhnya aku ingin berteriak, menangis, mengadu. Semuanya terasa tidak baik-baik saja, ketika di malam hari aku terduduk menatap langit-langit kamar, dan hanya hening yang terdengar.

Aku ingin mengadu bahwa terkadang aku merasa aku tidak diterima. Kata-kata itu telah sampai diujung lidah, namun tetap saja sulit untuk dikatakan. Dan akhirnya tangisan itu pecah, maaf . . .

Mungkin aku tidak sama lagi dengan aku yang dulu. Aku kini lebih rapuh, seperti kapur, yang mudah hancur bila terinjak. Tetapi kau berhasil membuatku tertegun, saat kau mulai berkata-kata . . .
"Ada apa? Ceritakanlah." Tersenyum kau menguatkanku.
Terimakasih ya, untuk seluruh waktu yang terbuang. Terimakasih, karena telah mendengarkan cerita yang mengisak itu. Terimakasih, karena telah mengerti . . .

FORGIVE ME


Ada kalanya saya merasa tak sanggup menemui kamu, karena saya merasa memiliki banyak kesalahan, hingga terkadang untuk mengingatnya saja saya tak sanggup. Banyak tingkah laku dan ucapan yang tak sengaja terlontar, yang mungkin menyinggung dirimu. Benturan karena perbedaan kita, besarnya ego masing-masing, dan untuk konflik yang terkadang menjadi penghalang di antara kita . . .
Saya minta maaf ya,
dari hati yang terdalam . . .
Saya tak tahu, apakah kata maaf saja sudah cukup. Saya hanya ingin berharap, semoga tidak ada lagi diam itu . . .

Saturday, November 5, 2011

SELAMAT PAGI :)

Saya ingin mengucapkan selamat pagi pada dunia :)

Saya sedang di perjalanan pulang. Bis yang saya tumpangi masih menyusuri jalanan basah bekas hujan tadi malam. Kami terkungkung kabut tipis, khas dataran tinggi. Bahkan dari balik balutan jaket, saya bisa merasakan udara dingin pagi hari kota kecil saya.

Akhirnya mata saya bisa bermanja-manja dengan hamparan yang masih hijau itu. Tak ada lagi merah yang menyakitkan mata. Rasa penat setelah duduk lebih dari 10 jam pun mulai memudar. Rasanya saya ingin berguling-guling, menghirup bau rumput d pagi hari, dan memetik rumpun bunga. Nanti bisa saya jadikan mahkota, seperti yang sering saya lakukan saat masih kanak-kanak dulu.

Ah, tidak ada salahnya kan bila saya ingin lari sejenak, menghilang . . .

Wednesday, November 2, 2011

SEMPURNA



Lagu ini punya arti yang dalam untuk saya, sepotong kenangan akan masa saat saya SMA, masa-masa bahagia yang dipenuhi dengan kejadian lucu, sedih, hingga konyol, dengan pelaku cerita yang masih menyisakan sifat kekanak-kanakan. Tiba-tiba, saya ingin bernostalgia sejenak, mengumpulkan kembali serpihan-serpihan kenangan yang sempat terlupakan . . .

CORETAN HARI INI (PART 2)

Saya masih punya unek-unek. Sebenarnya saya hanya merasa agak sedikit kacau. Metabolisme tubuh saya sedang tidak baik, ditambah dengan mood saya yang memang dari kemarin tidak begitu bagus.

Saya bingung harus melakukan apa. Saya terbiasa dengan kesibukan. Saya yang kini tengah merasa jenuh dan ingin lari dari rutinitas, justru sekarang bingung hendak melakukan apa. Yasudah, saya buka jendela maya saya saja. Toh fisik saya juga sedang tidak fit, jadi mau ke luar juga agak malas. Apalagi langitnya itu lho, terlalu kelabu.

Seharian ini saya teringat kamu. Mungkin karena saya tidak ada kegiatan, sehingga rasa kesendirian ini hadir begitu kuatnya. Entah sampai kapan cangkir-cangkir kenangan saya terisi oleh ingatan tentang kamu, sementara hati saya seperti kaca retak, yang meski ditambal berulang-ulang, takkan pernah kembali menjadi sama.

Saya ingin berdamai dengan waktu, mencoba melupakan berbagai hal yang telah lalu. Karena saya tidak ingin hidup dengan dibayangi masa lalu. Masa lalu itu seperti hantu, bahkan terkadang membuat saya ketakutan. Saya takut saya masih terjebak dalam kehidupan masa lalu itu, sehingga untuk menentukan pilihan-pilihan kehidupan masa depan pun saya tak bisa.

Entah mengapa saya sedang ingin bermanja-manja. Mungkin sebuah pelukan dan secangkir susu coklat hangat sudah cukup menyenangkan untuk saya sekarang.

Betapa sulitnya membaca hati, sementara perasaan saya sendiri semakin mengabur. Perasaan saya masih serupa dengan daun itu, yang tertiup angin entah kemana.

Ah, saya semakin melantur hari ini. Perasaan saya masih tercampur aduk. Masih pekat. Sementara keadaan fisik saya tak kunjung membaik. Batuk-batuk kecil itu masih ada.

Langit di luar semakin kelabu. Padahal saya sedang ingin menyapa matahari senja sebagai pembatas hari saya. Mungkin lain kali ya . . .

P.S. I wish you were here . . .

CORETAN HARI INI

Entahlah, saya bingung dengan rasa apa yang harus saya ekspresikan. Saya ingin bercerita, entah pada siapa, bahwa kemarin-kemarin saya menjalani hari yang berat. Malah mungkin akan berlanjut hingga minggu-minggu ke depan. Feeling saya merasa kebiruan, mungkin dengan sedikit campuran abu-abu, seperti langit yang menggantung di depan jendela, mendung.

Langit november terlalu kelabu, dan tanpa sengaja menelusup mempengaruhi mood saya secara diam-diam. Tetapi bahkan bila matahari mampu mengintip di antara gumpalan awan-awan kelabu itu, tetap saja tidak bisa membuat saya nyaman, terlalu panas untuk kulit saya yang sudah cukup gelap.

Saya ingin mengeluh sedikit. Mungkin inilah nasib mahasiswa di perantauan, yang bahkan di awal bulan tidak memiliki asupan dana. Jangankan untuk berjalan melihat dunia di luar sana, kadang untuk urusan perut pun hati saya harus meronta. Cuaca pun tidak terlalu bersahabat untuk saya. Baju-baju saya yang basah terabaikan sudah terlalu menumpuk. Bahkan kemarin saya terpaksa menginap di tempat seorang teman, mengganggunya yang sedang serius belajar untuk ujian hari ini. Mau bagaimana lagi, hujan memaksa saya untuk pulang terlalu malam, sementara kosan saya memiliki peraturan ketat mengenai jam malam.

Entah bagaimana mulanya, saya merasa sendirian. Keadaan fisik saya yang sedang lemah, bahkan sakit itu masih tetap saja betah berdiam di kepala dan badan saya. Fisik saya sudah mencapai titik maksimal, dan akhirnya saya pun demam. Berbaring adalah satu-satunya kegiatan yang ingin saya jalani, tetapi tetap saja tidak bisa. Terlalu banyak tanggung jawab, terlalu banyak gangguan. Saya ingin rehat sejenak dari tekanan yang terus mengikuti saya.

Ah, ternyata ekspektasi saya terhadap awal november ini tidak banyak terbukti ya. Saya kira keadaan saya akan menjadi lebih baik. Sebenarnya saya tidak ingin mengeluh, tetapi saya ingin mengurangi beban di hati saya dengan bercerita. Saya terlalu lelah berbohong dengan senyuman itu. Keadaan saya sedang tidak baik, sungguh.

Sepertinya hari ini saya hanya akan berdiam di samping jendela. Memandangi kelabu, berjaga-jaga siapa tahu hujan datang lagi, yang dengan teganya menambah daftar baju-baju basah saya. Ingin keluar pun hendak kemana, dan pertanyaan terbesarnya, sama siapa. Sementara teman saya pasti mengajak ke tempat itu-itu saja, tempat ramai yang penuh dengan hiburan semu.

Saya rindu rumah, saya rindu kota kecil saya, dengan cuaca dingin dan hamparan kebun tehnya. Saya harap akhir minggu ini saya bisa pulang untuk menghilang sejenak. Ah, tampaknya cuaca hati saya hari ini tidak terlalu baik ya, sama seperti langit yang menggantung di atas jemuran-jemuran saya.