Saturday, December 27, 2014

Pulang?

Saya tak tahu, apakah umur dua puluh tiga ini akan menjadi titik balik, atau hanya akan berakhir sama seperti rentang umur sebelumnya. Sementara saya semakin jatuh pada perenungan-perenungan akan hidup, mau menjadi seperti apakah saya. Apakah saya akan masih bersikeras untuk melakukan pencarian untuk pencapaian-pencapaian yang bahkan belum diketahui kepastiannya? Atau akankah saya menyerah dan kembali, pulang...

Namun saya tak tahu, apakah saya akan menemukan rumah yang sama untuk pulang...

Waktu semakin menjauhi saya. Dan semalam saya tersadarkan dengan status keperempuanan dan kedudukan sebagai anak pertama dalam keluarga kecil saya. Kesadaran itu begitu memberikan beban moral, dan secara perlahan mengikis keegoisan yang saya miliki, berikut kebebasan diri saya. Saya tak bisa terus menghindar.

Orang tua saya adalah yang terbaik yang bisa saya miliki, dalam segala kelebihan dan kekurangannya. Sementara semakin lama saya merasa semakin kecil, dengan segala kekeraskepalaan yang selama ini saya simpan. Dunia saya seperti terlalu berpusat pada diri saya sendiri, sementara saya semakin menjauh dari keinginan akan pencapaian orang tua yang tersirat dari sorot mata mereka. Saya merasa bersalah. Saya rindu mereka.

Mungkin memang sebaiknya saya pulang, meski sejenak...

Wednesday, December 17, 2014

DuaPuluhTiga

Hari minggu lalu, pada 14 Desember yang kesekian, kehidupan saya menjejak pada level baru, level duapuluhtiga. Pada hari itu, saya menerima sejumlah ucapan selamat untuk bertambahnya (atau berkurangnya?) usia saya, baik dari orang-orang yang telah lama mengenal saya, maupun dari mereka yang masih asing. Ada pula ucapan yang telah hilang, seperti uap di udara. Pernah di suatu waktu saya enggan mencapai 14 Desember, karena mengingatkan saya dengan satu masa yang hingga kini masih menyisakan bekas. Namun kini saya telah ikhlas dan berbaikan dengan memori maupun kenangan menyesakkan itu.

Berbeda dengan satu, dua ataupun tiga tahun yang lalu, 14 Desember kemarin sengaja saya rayakan dengan kesendirian. Kala itu saya merasa tak siap untuk bertemu dengan siapapun dan berbagi kabar dengan sejumlah keengganan. Saya ingin menikmati sepanjang hari itu dengan kebebasan dan kebisuan, bukan hiruk pikuk yang semu dengan bermacam-macam topeng ekspresi. Rasanya aneh bagi saya untuk menjejak angka duapuluhtiga, sementara saya merasa semakin kehilangan waktu untuk melakukan beberapa hal. Memang, pada akhirnya sebagian manusia terkalahkan oleh waktu yang tak pernah puas.

Pada hari itu, saya membiarkan diri saya tenggelam dalam arus memori dan kilas balik. Setidaknya dengan itu, saya dapat tetap mengingat siapa dan seperti apa diri saya. Saya tenggelam pada berbagai lamunan perjalanan, baik yang sudah maupun belum saya jalani. Saya merasa bahwa saya masih memiliki jarak dengan apa-apa yang selama ini saya cari, meskipun saya tak tahu apakah jarak tersebut semakin menjauh atau justru saling mengejar. Entahlah.

Semoga Allah selalu melindungi saya.

Saturday, December 13, 2014

Malam

Malam ini, saya baru menyadari bahwa menaiki bianglala dapat terasa begitu memabukan.

Omong-omong, selamat bereksistensi, dear me... :)

Monday, December 8, 2014

Selfnote

Seseorang pernah berkata pada saya, "tindakan kriminalitas yang bisa dibenarkan, adalah mencuri buku..."
Saya pikir, tindakan seperti itu hanya menyenangkan bagi pelaku, bukan pada "korban-korban" yang bermunculan setelahnya. Pada akhirnya, kami para penikmat buku mendapatkan kesulitan menjadi-jadi dalam pencarian pemenuhan kebutuhan akan buku-buku khusus yang telah hilang itu.