Sunday, November 20, 2011

SUKUH - CETHO

Ini saya dan teman saya, di Candi Sukuh

Saya ingin bercerita mengenai perjalanan saya minggu lalu. Sebenarnya saya sering jalan-jalan, pergi ke berbagai tempat, karena salah satu hobi saya adalah traveling. Tetapi saya saja yang sering malas menulis catatan jalan-jalan saya itu. Minggu lalu saya pergi ke Karanganyar, tepatnya ke Candi Sukuh dan Cetho di kaki gunung Lawu dalam rangka Study Budaya, acara tahunan di kampus saya. Tahun lalu juga saya menjadi panitia dari Study Budaya di Dieng, Wonosobo-Banjarnegara. Tetapi kali ini saya tidak datang sebagai panitia, melainkan datang sebagai tamu senior.

Saya bersama teman-teman jurusan saya berangkat dari Semarang dengan menaiki motor. Pada awalnya, kami sepakat untuk bertemu di pom bensin depan Gedung Serba Guna Undip jam 3 sore. Tetapi ternyata, ngaret memang sudah menjadi budaya di Indonesia. Sampai jam saya menunjuk angka 4 pun masih ada saja teman saya yang belum datang.

Awalnya saya ragu untuk ikut, karena saya tidak ada teman tebengan, sementara saya hanya punya si Ujang --motor saya: Beat hitam F2257YI-- (ok, saya akui saya aneh karena saya menamai motor saya). Saya ragu untuk membawa si Ujang karena katanya, jalan ke Sukuh-Cetho itu sangat curam. Saya takut Ujang tidak kuat, sementara saya hanya seorang perempuan yang tidak terlalu mahir mengendarai motor. Namun akhirnya ada seorang teman laki-laki saya yang bisa membawa Ujang dan membonceng saya.

Kami berangkat jam setengah 4 sore. Di perjalanan, ada saja hal yang menjadi gangguan. Dari teman saya yang nyasar, hujan yang turun tiba-tiba, hingga kecelakaan yang menimpa dua orang teman saya. Alhamdulillah, teman saya tidak apa-apa. Perjalanan pun bisa dilanjutkan kembali. Rute yang kami ambil dari Semarang, Salatiga, Boyolali, Solo, dan terakhir Karanganyar. Kami tiba di Solo sekitar jam 8-9an. Kami yang kelaparan pun segera mencari tempat untuk makan. Namun lucunya, entah kami yang sedang sial atau apa, setiap tempat makan yang kami datangi sudah kehabisan makanan. Akhirnya setelah mencari lagi, kami menemukan angkringan yang masih buka. Angkringan memang sudah lama menjadi sahabat bagi para mahasiswa.

Setelah mendekati kawasan Candi Sukuh-Cetho, jalanan semakin sepi dan gelap. Tiba-tiba saja jalanan mendaki tinggi. Kami yang tidak tahu dan tidak siap pun kaget dan sempat panik. Saya sendiri merasa sangat takut, karena ternyata jalannya memang curam sekali, sedangkan di sisi jalan terdapat jurang gelap. Si Ujang seperti sudah merayap. Bahkan ada salah satu motor senior saya yang tidak kuat naik. Di setiap tikungan tajam saya memejamkan mata karena takut, dan mencengkram jaket teman saya kuat-kuat. Namun akhirnya, kami sampai di kompleks Candi Sukuh pada jam 11 malam.

Keesokan harinya saya memiliki sedikit waktu untuk berjalan-jalan sebentar di Candi Sukuh. Candi ini unik, bangunannya berbentuk seperti bangunan di Suku Maya, dan memiliki relief yang sangat jelas. Selain itu, saya sebenarnya penasaran dengan kata-kata dosen saya. Katanya, Candi Sukuh-Cetho ini vulgar. Dan ternyata benar saja, saya menemukan yoni-lingga yang persis bentuknya dengan kemaluan perempuan dan laki-laki. Saya yang melihatnya jadi jengah sendiri.

Ternyata, jalanan menuju Candi Sukuh belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Candi Cetho. Pada Sabtu siang, saya diajak oleh teman saya untuk mengunjungi kebun teh Kemuning. Saya sih oke-oke saja. Saya pun pergi dengan membawa Ujang dan membonceng salah satu teman perempuan saya. Namun ternyata, senior saya malah mengarahkan motor menuju Candi Cetho. Teman saya yang melihat saya ragu-ragu akhirnya menyuruh saya untuk dibonceng oleh teman laki-laki saya.

Tanjakan menuju Candi Cetho sangat curam, sampai-sampai salah satu motor teman saya tidak kuat. Teman saya yang diboncengnya pun terpaksa turun dan naik dengan berjalan kaki. Saya yang melihatnya geli sendiri, dan meledek teman saya yang terpaksa berjalan kaki itu. Dan ternyata saya terkena karma. Saat di tanjakan yang sangat curam, teman saya tidak sengaja mengarahkan Ujang ke suatu lubang, sehingga Ujang tidak bisa maju. Saya pun terpaksa turun dan berjalan kaki. Namun, semuanya terbayar ketika saya sampai di Candi Cetho. Akhirnya saya dan Ujang bisa juga sampai ke Cetho, hehe :D

Sebenarnya jalan menuju Candi Cetho sangat indah. Kita akan disuguhi pemandangan spektakuler berupa bukit-bukit kebun teh. Aduh, berasa pulang deh saya. Alam Indonesia memang kaya ya. Tidak rugi rasanya saya mampir ke Cetho, walaupun jalannya menakutkan, karena hanya berupa jalan kecil curam dengan banyak kelokan tajam dan bersisian dengan jurang. Tetapi jujur saja, saya malas kalo disuruh ke Cetho lagi, apalagi dengan membawa si Ujang. Ujang kan motor ompong, mana punya gigi. Lebih enak ke Sukuh-Cetho dengan membawa motor gigi, atau motor gede sekalian, jadi kan tidak usah takut motornya tidak kuat.

Perjalanan ke Sukuh-Cetho merupakan salah satu momen yang berharga buat saya. Bukan karena perjalanannya, tetapi lebih kepada kekompakan dan kebersamaan saya dengan teman-teman saya. Semoga kita akan selalu akur seperti ini ya . . .

Thanks to Fajri, yang mau membonceng saya bolak-balik Semarang-Solo dan tak lupa mengajak saya untuk berdoa bersama saat akan naik ke Sukuh-Cetho :)

Saya dan tiga teman saya di pinggir jalan perbukitan kebun teh Kemuning

No comments:

Post a Comment