Wednesday, November 23, 2011

TENTANG DIA


Hi D. Entah mengapa urusan cinta itu begitu membingungkan. Dulu, saya sering mentertawakan orang yang begitu berlebihan saat bertemu dengan cinta, mentertawakan betapa cinta dapat menciptakan kekonyolan di siang bolong. Tetapi kini saya mengerti, betapa seriusnya urusan cinta itu.

Sudah beberapa bulan ini saya kebingungan D, saya seperti orang linglung yang tak tahu berekspresi. Saya lelah D, bahkan untuk tersenyum pun saya membutuhkan banyak perjuangan. Dapatkah cinta menghilangkan senyuman D? Bukankah kata orang cinta justru menghadirkan kehangatan . . .

D, saya bingung dengan rasa yang baru pertama kali saya jumpai. Kali ini serius D, sangat serius hingga bahkan mampu membolak-balik dunia saya.

Sudah beberapa minggu ini saya rutin menyibak jendelanya D. Mengendap-endap, meskipun saya tahu itu percuma karena dia tidak akan menyadari keberadaan saya. Melihatnya dari jauh memberi kekuatan tersendiri bagi saya. Namun saya tidak bisa membohongi hati saya D, saya juga ingin melihat dia lebih dekat, dalam jarak yang mungkin lebih rapat dari sekedar sepelemparan batu . . .

D, tidak apa-apa kan bila saya menambah satu lagi catatan isi hati saya. Sebetulnya saya ingin sekali bercerita langsung padamu, mungkin kapan-kapan ya. Entah mengapa saya sedang merasa ditinggalkan. Saya merasa sedang tidak punya siapa-siapa untuk berbagi cerita, atau untuk mencari jawaban atas seluruh hal absurd yang hingga kini tidak mudah saya mengerti.

Salah satu teman karib saya menyuruh saya untuk jujur padanya D. Tetapi saya terlalu takut. Saya mungkin seorang pengecut yang terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Saya tidak tahu harus bagaimana, sedangkan dalam pikiran saya telah terbangun tembok-tembok pembatas yang memilah-milah ruang urusan hati itu.

Tidak mudah untuk jujur D. Betapa sulitnya untuk menjadi diri saya sendiri saat saya menyadari kehadirannya melalui ekor mata saya. Dia serupa matahari D, dengan terik yang begitu menyilaukan sehingga mampu membuat saya terpaku padanya. Bahkan saya sampai lupa dengan kehadiran sang bayang, sebuah realitas yang telah terbiaskan oleh mimpi.

Saya tidak memiliki apa-apa untuk menarik perhatiannya D. Yang saya punya hanyalah bayangan masa lalu, yang kini hanya menyisakan trauma. Betapa kuatnya pengaruh trauma itu D, bahkan hingga kini perasaan pahit akibat rasa takut itu masih dapat tercecap . . .

Dia berbeda sekali dengan saya. Dia seperti memiliki sayap. Dan saya yang masih menjejak tanah terus mencoba berlari, takut kehilangan kelebat kepakannya. Tetapi bukankah perbedaan itu indah D? Perbedaan yang dapat saling melengkapi, saling menyempurnakan.

Haruskah saya bilang padanya D? Memuntahkan seluruh endapan rasa yang memberatkan pikiran saya. Tolong, jangan biarkan saya untuk menoleh ke belakang, ke arah jejak-jejak yang sempat kau tinggalkan. Saya takut tidak bisa kembali lagi, karena hati saya masih terpaut dengan waktu yang sudah berlari jauh denganmu.

Rasa takut itu masih belum hilang D. Dunia saya masih terjebak dalam kotak . . .

No comments:

Post a Comment