Sunday, November 21, 2010

KATUMBIRI

*tahukah kau, katumbiri, senjaku memerah . . .

Terkadang saya tak suka dengan awal yang manis, karena hanya akan diakhiri dengan rasa pahit. Saya pikir, sebuah awalah hanyalah tolakan. Awal yang manis telah terlalu banyak memberikan harapan semu. Maka biarkanlah semua ini berjalan sesuai arus, mengikuti riak-riaknya, dan resapilah berbagai rasa yang muncul setelahnya. Manis bukan? Tetapi kau salah. Lihat lebih dekat, dan resapi lagi. Apa lagi yang kau rasa, selain manis, asam, pahit, bahkan terkadang hambar. Dan jangan lupa dengan rona yang kau tangkap itu, dari terangnya merah, hingga lembutnya ungu. Hai kawan, itulah hidup!

Seperti kau, katumbiri . . .

Terkadang saya rindu kehadiranmu, katumbiri. Saya rindu, untuk bercengkrama bersamamu, di batas hari. Badai ini, sudah terlalu lama. Lalu, kapan kau datang?

Hai, katumbiri. Lihatlah, saya tetap menanti disini, sesuai janji saya. Saya tak akan ingkar, begitupun dengan kamu bukan . . .

No comments:

Post a Comment