Saturday, February 18, 2012

WISATA BERFOTO

Saya orangnya suka traveling, pergi ke berbagai tempat wisata maupun non-wisata, terutama ke tempat yang belum pernah saya datangi. Semakin jauh semakin bagus, dan saya lebih suka dengan tempat yang lebih sepi dan tidak biasa. Liburan kali ini pun saya pergi ke berbagai tempat, walaupun intensitasnya tidak terlalu sering karena limitnya dana yang saya miliki. Kemarin-kemarin juga saya sempat pergi berlibur bersama keluarga saya, menghabiskan waktu berkualitas yang jarang tersedia karena memang saya jarang pulang.

Ada satu fenomena yang umum saya lihat ketika saya pergi jalan-jalan ke tempat baru, khususnya tempat wisata, yaitu budaya foto-foto. Banyak sekali orang, terutama remaja, datang ke tempat wisata dengan intensitas berfoto lebih banyak dari pada menikmati wisata itu sendiri. Lucunya, yang sering menjadi obyek foto utama adalah orangnya, bukan background wisatanya. Ada yang bilang, bahwa budaya nampang bagi masyarakat Indonesia sudah sedemikian kuatnya.

Yah, jujur saja, saya juga sudah sedikit terpengaruh dengan budaya nampang itu, terkadang bila mood saya sedang bagus, saya sering berfoto di tempat wisata.

Bila dibandingkan dengan bangsa lain, cara menikmati liburan antara orang Indonesia dengan bangsa lain itu dapat dikatakan berbeda. Menurut perhitungan saya pribadi, cara berwisata orang Indonesia adalah 25% wisata, 75% foto-foto, sedangkan bangsa lain 75% wisata, 25% foto-foto, itupun yang sering di foto adalah obyek wisatanya, bukan orangnya.

Budaya nampang ini kemudian biasanya dilanjutkan dengan meng-upload foto-foto liburan tersebut ke jejaring sosial. Bilangnya sih foto-foto itu adalah salah satu kenang-kenang wisata mereka. Tetapi menurut saya, hal tersebut malah bisa dibilang pamer. Ya, selain budaya nampang, kebanyakan orang Indonesia juga dikenal dengan budaya pamernya.

Haha, lucu ya. Saya seperti membicarakan diri sendiri. Ya saya akui, saya juga terkadang begitu, foto-foto dan kemudian meng-uploadnya di jejaring sosial, walaupun intensitasnya bisa dibilang jarang. Ada perasaan bahwa saya ingin dilihat orang lain. Mungkin orang-orang yang melakukan hal-hal tersebut juga ingin dirinya dilihat oleh orang lain, dan merasa dirinya semakin keren dengan banyaknya foto ketika berwisata.

Lebih lucunya lagi, terkadang banyak orang yang tidak peduli dengan background tempat yang bisa dibilang "nggak bagus-bagus amat". Bagi mereka, yang penting adalah foto-foto, dengan obyek utama adalah diri mereka sendiri, jadi masa bodo dengan background yang jelek. Contohnya, saya pernah melihat orang-orang heboh berfoto di sebuah warung pinggir pantai yang menurut saya jelek dan kotor.

Ada juga orang yang sadar dengan pentingnya background yang bagus. Kapan waktu saya pernah pergi ke puncak dengan teman saya. Nah, teman saya itu mengajak temannya. Di sini lucunya, ketika temannya teman saya itu ribut minta pinjam hape dan kunci mobil, kemudian dia sibuk bernarsis-narsis ria di depan dan di dalam mobil teman saya yang diparkir di dekat kebun teh. Setelah itu, foto-fotonya tersebut saya lihat langsung di-upload di jejaring sosial dan dibuat seolah-olah mobil teman saya itu adalah mobil miliknya. Yah, namanya juga ingin nampang dan pamer.

Sepertinya di Indonesia yang menjadi obyek wisata terbesar adalah obyek foto-foto ya. Sayang sekali, padahal banyak obyek yang lebih bagus untuk difoto, dibandingkan dengan obyek diri sendiri. Tidak sadarkah bahwa ketika mereka meng-upload foto tersebut di dunia maya, akan terjadi kecemburuan sosial yang dapat berakibat buruk bagi kehidupan di dunia nyata. Ya, saya berkata seperti itu karena saya sudah pernah merasakan, bagaimana sebuah kecemburuan dapat berakibat buruk bagi kehidupan sosial.

No comments:

Post a Comment